27

217 37 1
                                    

“Jadi, apa yang Papa lakukan padamu di Jepang sampai muka dan tanganmu penuh luka begitu?” tanya Rose membuka percakapan saat Range Rover yang dikemudikan Kenzo mulai berjalan membelah jalanan Metropolitan City yang tampak sedikit ramai pagi ini.

“Aku mendapatkan luka ini bukan karena Tuan Thomas, Nona. Tapi karena aku berlatih katana dengan seorang temanku di sana.”

“Ah, jujur padaku, Ken. Apa kamu dan temanmu itu berebut perempuan? Sampai temanmu itu menyerangmu dengan katana membabi buta begitu?”

“Luka temanku lebih banyak. Dan kami hanya berlatih, bukan karena saling berebut perempuan.”

“Ah, dasar kalian para bodyguard tidak seru! Memangnya kalian tidak pernah jatuh cinta, ya?”

Tidak ada jawaban apapun dari Kenzo, dan Rose tentu saja memang tidak membutuhkan jawaban apa-apa. Kenzo memang sangat tertutup soal masalah pribadinya, dan Rose juga tahu diri untuk memberikan Kenzo privasi walau ia hanya karyawan Papanya. Lagi pula, Rose tidak pernah suka ikut campur urusan orang lain. Apalagi urusan percintaan para bodyguard-nya.

Namun, tiba-tiba sebuah pemikiran super absurd mampir di kepalanya;

Kalau Liam, kira-kira dia punya kekasih tidak, ya?

Rose pun menggeleng kencang untuk mengusir pemikiran super gila dari kepalanya. Lalu ia menyilakan kakinya yang jenjang dan indah, lalu membuka ponselnya—berniat menghubungi sang Papa untuk menanyakan kabar dan mengajaknya makan malam bersama. Rose tahu saat ini Papanya pasti sedang sangat kacau dan berduka. Mengetahui sang istri tercintanya ternyata dibunuh bukannya meningalkannya seperti kata orang-orang, pasti benar-benar mematahkan hati Thomas. Dan malam ini, Rose ingin menghibur sang Papa walau ia enggan membahas ibunya sama sekali.

Kalau saja ibunya tidak pergi, wanita itu tidak akan terbunuh. Ini keputusannya sendiri. Ia yang memutuskan pergi, dan akhirnya mati. Ini salahnya sendiri.

Namun, sepertinya Liam memang enggan meninggalkan kepala Rose pagi ini. Karena tepat saat layar ponselnya terbuka, foto seorang bocah lelaki yang tampak dekil, kurus, berambut kusut tapi garis-garis ketampanannya sudah terlihat jelas, kini memenuhi mata Rosela.

Foto Liam saat remaja. Foto yang ia peroleh dari investigator pribadi yang biasa Thomas pekerjakan saat sang Papa ingin tahu kehidupan seseorang. Seorang investigator yang juga dekat dengan Rosela, sehingga tidak sulit baginya untuk mendapatkan informasi tentang Liam.

Tidak banyak informasi tentang seorang Liam. Namanya hanya Liam tanpa nama belakang. Ia yatim piatu sejak kecil, hingga harus pindah dari satu panti asuhan ke panti asuhan yang lain seperti anjing terlantar yang tidak punya rumah dan tempat singgah.

Mantan petinju ilegal yang pernah ditangkap polisi lalu mendekam selama dua tahun dibalik jeruji besi. Liam tampak punya kehidupan yang tidak mudah. Menjadi anak jalanan dan terlantar.

Liam punya beberapa catatan kriminal. Tapi setelah bebas dari penjara, catatan kriminal itu tidak ada lagi.

Kehidupan Liam tampak lurus-lurus saja. Sehingga mau menjatuhkan Liam lewat masa lalunya—tadinya itu rencana Rosela—pun akhirnya sia-sia. Walau Liam tampak agak sensitif saat membahas masa lalu, yang sebenarnya dapat Rose mengerti. Karena pasti tidak mudah mengingat kembali masa-masa sulit dalam hidup yang pernah pria itu lewati.

Rose mengusap lembut layar ponselnya. Entah kenapa wajah itu begitu familiar. Liam tanpa nama belakang. Hah, di mana sebenarnya ia pernah mendengar kata-kata itu?

Atau semua hanya mimpi? Tapi kalau itu memang mimpi, kenapa semua terasa nyata sekali?

The Bodyguard (#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang