Chapter 10

22.8K 1.6K 343
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini
***


"Jujur sama Kakak, ini HP siapa. HP siapa yang kamu curi?"

"Harus berapa kali aku bilang, sih? Aku nggak nyuri, itu HP nemu di—"

"ANINDITA!" Bentakan keras yang Miura tahan-tahan supaya tidak meledak, akhirnya lepas juga. Raut mukanya pun seketika berubah dengan tatapan tajam berkilat penuh amarah dan otot-otot leher tampak menegang. Tangan kanannya yang sedikit gemetar sewaktu menggenggam ponsel yang berhasil dia rebut dari adiknya, dia angkat. Digunakan untuk menunjuk Anin yang tidak kunjung mengakui perbuatan buruknya. Dia terus mencecar. Mendesak supaya adiknya mengaku. Berapa kalipun Anin mengelak, Miura tetap yakin 100% kalau ponsel itu didapat dari hasil mencuri.

Ketika Anin terus saja mengatakan omong kosong, darah dalam tubuhnya seperti mendidih. Saat itu juga, Miura berada di ambang kehilangan kendali hingga tangannya terangkat bersiap melayangkan pukulan yang berakhir diurungkan. Dia belum bisa melakukannya. Dia belum tega memberikan luka fisik pada adiknya. Sekalipun adiknya cukup banyak bersuara yang mempengaruhi ibunya, hingga berakhir memukulnya, hatinya masih belum tega menyakiti.

"Kamu ini apa-apaan, sih, Miura?!" Datang-datang, Maya bentak anak sulungnya. Bukan hanya membentak, wanita itu juga mendorong bahu Miura sekuat tenaga. Buat gadis itu terhuyung ke belakang dan tubuh ringkihnya yang belum sembuh total terbentur dinding. Menciptakan bunyi benturan cukup keras, disusul ringis kesakitan. "Kamu ini kakak macam apa, sih?! Bisa-bisanya nuduh Anin nyuri, padahal Anin udah bilang berkali-kali kalau itu HP nemu. Nemu, Miura. Nemu—bukan nyuri kayak yang kamu tuduh. Emangnya kamu ada bukti kalau Anin nyuri? Nggak, kan? Jangan asal nuduh kalau nggak punya bukti!" cecar Maya lantas menambah rasa sakit Miura. Kaki kanannya terayun, menendang sisi samping perut anaknya yang selalu membuatnya emosi dan tak pernah sejalan dengan pemikirannya.  Maya menyebutnya pembangkang.

Miura meraba pinggang sewaktu merasakan sakit mulai menjalar dari sana. Abaikan sakit fisiknya, dia pun berusaha berdiri tegak tanpa meminta bantuan. Untungnya gadis itu memiliki gerakan refleks yang bagus. Sewaktu Maya maju hendak merebut ponsel di tangannya, Miura berhasil menyelamatkan benda pipih itu. 

"Balikin HPnya, Miura! Itu punya Anin! Balikin sekarang, jangan nunggu Mama semakin marah sama kamu," omel Maya maju selangkah. Terus saja gagal merebut barang yang telah dilabeli sebagai milik Anindita, dia yang kesal pun melampiaskan kekesalan dengan menjambak rambut Miura sekuat tenaga. Tak peduli jika anaknya meringis kesakitan meminta dilepaskan. Dia baru melepaskan saat cukup puas, pun setelahnya diempas. "Makanya, balikin HPnya. Cepet balikin, Miura!"

"Nggak! Ini bukan punya Anin. Aku bakal balikin ke pemiliknya! Ini punya Melody, kan?" tanyanya dengan seringai penuh kemenangan. Kali ini Miura yakin kalau Anin tidak akan bisa mengelak lagi dari tuduhannya. "Besok, Kakak bakal dateng ke sekolahmu dan kembaliin ini ke Melody. Kakak juga bakal kasih tau kalau kamu yang nyuri."

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang