Chapter 4

25.3K 1.5K 368
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih emot dulu buat chapter ini

***

"Seorang adik adalah utusan langit yang ditugaskan untuk mengabdi pada kakaknya dengan menjadi babu," deklarasi Askara di hadapan adiknya yang hampir menangis karena terus saja diusili. Ini bukan pertama kalinya, deklarasi itu sudah digaungkan sejak beberapa tahun lalu. Tepatnya saat Melody mulai berani menolak ketika kakaknya yang jail itu terus saja menyuruh ini itu jika tidak ada Papi Gala dan Mamiw Pio di rumah.

Zahari si anak sulung, dengan kesadaran penuh berada di pihak Askara. Siap menjadi tim sukses untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang kakak yang bukan hanya harus dihormati, tapi juga dilayani. Dia 100% setuju bahwa adik adalah utusan langit yang secara sukarela menjadi babu—terutama untuk anak pertama.

Sementara Jeremy si anak tunggal tidak menunjukkan keberpihakan pada siapapun. Pria itu tetap duduk santai di sofa sebagai tim netral. Menikmati tontonan di hadapannya sembari mengunyah snack milik Melody. Sesekali tawanya lepas tatkala melihat bagaimana usaha remaja yang terus saja ditindas ketika dititipkan pada kakaknya, berupaya memperjuangkan hidup dan harga dirinya. Remaja lucu itu menolak keras praktik perbabuan di lingkungan kakak-beradik. Dia begitu gigih memperjuangkan kemerdekaan anak bungsu supaya bisa mendapat hak sebagaimana mestinya.

"Nggak mau! Aku bukan babu! Berhenti suruh-suruh aku!" Dengan tegas Melody menolak titah si penindas yang meminta dibuatkan mie instan dan jus. Padahal di rumah ada 3 ART, tapi kakak sableng itu malah menyuruhnya. "Liat aja nanti kalau papi sama Mamiw Pioku pulang. Aku bakal aduin semuanya, terus ditambah-tambahin biar Mas Askara langsung diusir dan jadi gelandangan. Aku bakal ketawa paling kenceng kalau ketemu Mas Askara di jalan pas udah jadi gelandangan pake baju sobek-sobek, dekil, terus bau."

Sebelum Melody tertawa di situasi seperti dalam angan yang dibuat sendiri, Askara sudah terlebih dahulu menertawakan remaja itu. Suara tawanya renyah sekali, terdengar sangat menyebalkan di telinga Melody yang merasa kalau tawa itu adalah sebuah ejekan untuknya. Lebih menyebalkannya lagi, tawa itu menular. Membuat Zahari dan Jeremy ikut-ikutan. Dari yang awalnya hanya sebatas cekikikan, menjadi tawa penuh kepuasan sebagaimana tawa Askara. Hasratnya tuk mengacak-acak wajah trio kutu kupret itu semakin membesar. Seandainya dia memiliki sahabat solid seperti kakaknya, Melody akan membuat geng rusuh dan mengajak geng tidak jelas kakaknya untuk tawuran.

Sesaat setelah tawanya reda, Askara mengisi kekosongan di sisi kiri Jeremy dengan salah satu tangan direntangkan pada sandaran sofa, lalu menaikkan kaki ke meja. Menatap berani pada sang adik, pria itu perlihatkan sorot usil dipadu dengan senyum tengil andalannya.

"Sebelum kamu ngadu yang nggak-nggak, Mas bakal ngadu duluan ke papi kalau kamu nyembunyiin chiki banyak banget di kamar. Nggak inget, ya, kalau habis radang tenggorokan dan belum boleh mam chiki-chikian? Eumm kira-kira nanti papi ngusir kamu pake gaya apa, ya, kalau Mas ngadu?" gumam Askara berlagak mikir keras.
Sebagai anak bungsu yang hobi cari perhatian papi dan selalu bertindak penuh perhitungan demi meminimalisasi kekecewaan—pertahankan gelar anak emas—Melody ketar-ketir.

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang