P E M B U K A
Kasih emot dulu buat chapter ini
***
Senyum tengil yang begitu khas, kembali hadir di bibir Askara tatkala pria itu mulai mengayunkan tungkai panjangnya. Melangkah petantang-petenteng mendekati Miura dengan gaya santai dan rasa percaya diri yang dibangun begitu berlebihan—bersikap seolah-olah dia lah si penguasa bumi. Pria itu tanamkan arogansi tinggi di wajahnya setiap kali tangannya terangkat, guna mengacak rambut dengan gerakan asal-asalan. Mempertegas aura tengil sekaligus songong yang haus perhatian.
Lalu ketika sampai di hadapan Miura, berondong itu semakin menunjukkan sisi tengilnya. Matanya berkilat penuh keusilan ketika menatap gadis yang lebih pendek darinya. Karena itulah, ditemani senyum jail, pria itu perlahan merunduk sampai wajahnya sejajar dengan wajah Kak Miumiu-nya yang mulai tersinggung oleh sikapnya. Secara tidak langsung, berondong tengil itu memang mengejek tinggi seseorang yang sering memanggilnya bocil. Padahal—secara fisik—Miura lah yang lebih cocok dipanggil bocil. Lihat saja tinggi gadis itu yang hanya sebatas pundaknya.
"Kenapa boong hmm?" Sepasang netranya menatap lurus pada Miura yang berada di jarak begitu dekat dengannya, membuatnya butuh jasa dorong kepala. Pasti seru kalau kepalanya didorong, lalu bibirnya tidak sengaja bertemu bibir Miura. Atau minimal kena pipi. "Siapa yang ngajarin boong sama calon suami? Bagus kayak gitu? Mau dihukum?" tanyanya kemudian menggerakkan kedua bibir, cium udara dengan maksud menggoda Miura Nara.
Spontan Miura menarik tubuhnya ke belakang. Panik sendiri lantaran tahu betapa nekatnya pria yang dicurigai memiliki radar khusus, sehingga selalu bisa menemukan dimanapun dia berada. Bermaksud mengabaikan berondong yang akan merasa senang dan menang jika dia bereaksi kesal, Miura pun balik badan dan dikejutkan oleh keberadaan Dikta yang berdiri menjulang di hadapannya.
"Dia siapa?" tanya Dikta dengan suara rendah.
Beralih dari Miura, sepasang matanya kini menatap tajam penuh waspada ke arah pria berhoodie gelap di belakang Miura. Lewat tatapan itu, dia mengirimkan sinyal permusuhan yang begitu kentara. Mencoba mengintimidasi bocah dengan sorot nakal itu lewat tatapannya yang menusuk.
Namun hasilnya tidak seusia harapan Dikta Mahendra. Lawannya tetap terlihat tenang, tak terpengaruh sedikit pun oleh intimidasinya. Alih-alih takut, pria itu justru menatapnya semakin berani dengan kesan menantang. Lebih menyebalkannya lagi, dia baru saja menangkap kilat meremehkan. Mengejeknya secara halus di balik sikap tenangnya yang tengah mengulum permen susu. Cara bocah itu memainkan gagang, lalu mengeluarkan permen dari mulut, dan menggunakan pentol permen untuk menunjuk ke arahnya, sontak saja membuat Dikta meradang. Hasrat memberinya pelajaran, muncul ke permukaan. Akan tetapi dia urung niat itu. Miura pasti tidak suka jika dia bersikap kekanak-kanakan.
"Dia yang gangguin kamu tadi?" Dikta bertanya lagi tanpa mau menatap ke arah bocah urakan. "Perlu aku kasih pengertian biar nggak gangguin kamu lagi?"
Miura menghela napas.
Lalu memutar tubuh sembilan puluh derajat ke kiri, dilanjutkan gerakan mundur dua langkah. Di posisi sekarang, dia tatap dua pria dengan penampilan bertolak belakang itu secara bergantian. Jika Dikta terlihat rapi dan memancarkan aura kedewasaan, berbeda dengan Askara. Penampilannya tampak berantakan dan santai, memberikan kesan liar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Trouble
RomanceMulanya, maksud Miura Nara menerima pernyataan cinta berondong tengil yang terus mengganggunya, adalah untuk membuatnya kapok. Dia sudah menyiapkan 1001 tingkah menyebalkan yang akan ditunjukkan selama masa uji coba berpacaran. Dengan begitu, berond...