Chapter 27

32.8K 1.9K 412
                                    

P E M B U K A

Kasih vote plus emot dulu buat chapter ini yang panjang bangeeet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih vote plus emot dulu buat chapter ini yang panjang bangeeet

Btw, chapter ini tanpa edit. Moga nggak terlalu banyak typo dan kalimat rancu. Agak ngebut ngetiknya, takut keburu hujan. Di sini lagi musim hujan dan tiap hari hujan terus. Mana kalau hujan, petirnya serem banget. Aku nggak berani pegang HP. Takut banget oiiyt (╥_╥)
Soalnya udah beberapa kejadian nggak baik, terjadi di kecamatan sebelah yang bikin aku makin nggak tenang kalau lagi hujan petir.
Mana aku orangnya kagetan banget :(

Kalau di tempat kalian lagi hujan petir juga, ada baiknya tahan dulu main HPnya yaaa.

***

Sebetulnya tidak ada rasa takut sedikit pun dalam diri Askara, saat gadis berperawakan lebih kecil darinya, melangkah dengan tatapan tajam penuh amarah—pasca kena tegur Kak Lili atas keterlambatannya. Namun, untuk menghargai Kak Miumiunya yang sudah berusaha keras tuk terlihat seram, pria itu menunjukan gestur terancam. Tungkai panjangnya melangkah mundur hingga punggungnya membentur dinding. Lalu dia buat gerakkan meraba-raba dinding di belakangnya, tanpa hentikan akting cemas yang membuat Miura besar kepala. Tampaknya gadis itu merasa telah berhasil mengintimidasinya, terlebih saat dia semakin mendalami peran dengan memperlihatkan gerak-gerik hendak melarikan diri.

"Mau ke mana lo, Bocah Gendeng?!" desis Miura, kemudian mengulurkan tangan hingga telapak tangannya menyentuh dinding—mencoba mengurung pacar berondongnya supaya tidak kabur—kemudian berjinjit. Sudah mencoba setinggi mungkin, namun tetap belum membuat wajahnya sejajar dengan pria itu, sehingga dia masih harus mengangkat dagu.

"Ampun, Kak Miuuuu," mohon Askara di tengah upaya menahan tawa.

"Kan? Gue tadi bilang apa? Anak kecil kenapa susah banget dibilangin, sih?! Heran, kenapa bandelnya nggak sembuh-sembuh! Gue jadi telat gara-gara ngeladenin bocah gendeng kayak lo!" semprot Miura pada berondong yang sudah tahu telat, sok ngide kasih solusi mandi bareng, tapi dalam praktiknya tidak hanya sekadar mandi. Ada beberapa kegiatan tambahan yang seharusnya tidak perlu dilakukan saat diburu-buru waktu. Mengingat itu, Miura cubiti lengan si pacar magang berulang kali. "Jadi kena tegur Kak Lili, kan?"

"Katanya udah dimaafin? Kok ngomel-ngomel lagi?" dumel Askara. Dengan gerakan sangat berlebihan, pria itu menggulung lengan kemejanya perlahan-lahan. Dia hadirkan pula ringis-ringis kesakitan saat lengan berototnya tak sengaja tersentuh—seperti ada luka parah saja. Setelahnya, pria itu angkat lengan dan dekatkan bibir. Ditiup-tiupnya bekas cubitan Miura yang tidak seberapa itu. Lalu dia gerakkan lengan, pastikan lengannya masih berfungsi normal. "Mana pake kekerasan."

"Ya lo mikir aja deh! Arghh! Sebel banget gue sama lo! Badan segede kingkong, masih aja nyusu kayak tuyul. Nyusuin tuyul ada untungnya, sedangkan nyusuin lo? Dapet lecetnya doang biji pentil gue! Awas kalau minta ngenyot lagi!"

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang