P E M B U K A
***
"Nggak ada apron lain, Mbul?"
"Kak Jemy nggak mau pake apron pilihanku? Kenapa?" tanyanya dengan nada begitu lembut, layaknya belaian angin yang menyentuh sampai ke hati. Biarkan bibir mungilnya tetap terbuka—selama menunggu jawaban sang kekasih,
dia lantas mengerjap sekali lagi dengan gerakan lambat, dan berakhir memiringkan kepala saat menaruh fokus pada lawan bicaranya. "Kakak udah nggak sayang aku lagi, ya?" tuduh remaja berpipi gembil yang memiliki rona alami serupa buah persik segar.Jeremy menunjukkan jenis senyum yang mengandung makna kesabaran pria dewasa, dalam menyikapi pertanyaan kekanak-kanakan dari gadis bergaun soft pink bertabur pola kupu-kupu yang berkilau lembut. Pria dengan perawakan tinggi besar, menunduk perlahan. Sejajarkan tinggi dengan si paras cantik yang dihiasi ekspresi cemberut, juga bantu kekasihnya agar tidak perlu mendongak ketika menatapnya. Selama beberapa saat, mata gelapnya menyorot lembut penuh kasih sayang pada adik sahabatnya yang merengut disertai bibir cemberut.
Dia lantas mengulurkan tangan. Telapaknya yang lebih besar dari wajah kecil Melody, menggapai pipi halus si anak bungsu dengan penuh kehati-hatian—sebab khawatir menyakiti gadis yang memancarkan aura rapuh. "Masih sayang, Mbul. Malah makin sayang. Dan nggak mau berhenti sayang ke Mbul karena itu udah jadi kebiasaan, bagian dari hidup Kakak. Kalau bukan karena mau seriusin Mbul, Kakak nggak bakal sepontang-panting ini nyiapin masa depan, biar papimu nggak ragu kasih kepercayaan ke Kakak nantinya. Susah loh, Mbul, buat naik level setara Om Gala yang Kakak jadiin standar. Kalau nggak bener-bener sayang ke Mbul, udah nyerah dari awal," terangnya menggunakan nada paling lembut yang dia bisa. Jeremy memang akan selalu mengontrol nada bicaranya. Tak akan menjadi si brengsek yang membiarkan nada tingginya melukai gadis yang dijaga baik, serta sangat dicintai oleh ayah dan kakak laki-lakinya.
"Katanya sayang, tapi nggak mau pake apron pilihanku. Berarti nggak sayang; hal kecil aja nggak mau lakuin, apalagi kalau aku minta yang lebih dari ini."
"Emang tadi aku bilang nggak mau hmm? Nggak, kan? Mbul sendiri yang asal ambil kesimpulan."
"Jadi mau?"
"Mau, tapi tolong bantu pasangin. Boleh?"
Remaja berambut cokelat tua yang tergerai indah itu tersenyum lebar. Pita-pita merah muda yang memberi sentuhan manis pada sebagian rambutnya yang dikepang oleh Mamiw Pio, bergerak kecil mengikuti setiap pergerakannya. Usai mengalungkan tali apron merah muda bermotif bunga-bunga kecil, remaja itu lantas berdiri di belakang Jeremy yang membuatnya semakin menciut. Dia tampak rapuh, kecil tak berdaya jika dibanding pria dengan perawakan tinggi besar—lebih dari Mas Askara. Terdistraksi oleh pemandangan punggung lebar—selayaknya benteng kokoh yang menjanjikan sebuah perlindungan tak diragukan, Melody yang seharusnya mengikat tali apron, justru terpaku pada wujud fisik yang membuatnya tidak perlu khawatir akan apapun jika bersamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Double Trouble
RomanceMulanya, maksud Miura Nara menerima pernyataan cinta berondong tengil yang terus mengganggunya, adalah untuk membuatnya kapok. Dia sudah menyiapkan 1001 tingkah menyebalkan yang akan ditunjukkan selama masa uji coba berpacaran. Dengan begitu, berond...