Chapter 19

16K 1.5K 768
                                    

P  E M B U K A

Kasih vote sama emot dulu buat chapter ini :))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kasih vote sama emot dulu buat chapter ini :))

***

Askara duduk di balik kursi kemudi dengan raut cemberut yang sengaja diperlihatkan, berharap perasaan bersalah muncul dalam benak si pengganggu kencannya dengan Kak Miura. Rambutnya teracak berantakan, terurai ke segala arah yang menambah kesan frustrasi pria itu. Sementara bibirnya terus mengerucut, disertai gerakan mengerutkan alis hingga garis-garis tegang tampak di dahi. Dan di setiap tarikan napasnya terasa begitu berat, sarat akan rasa kesal yang teramat besar.

Sekali lagi, dia meraih rambutnya dengan tangan kanan. Merematnya pelan dan berakhir mengacak-acak begitu frustrasi pasca mendengar gelak tawa Melody yang terdengar seperti sedang mengolok-olok nasib buruknya. Kemudian dia tatap pacar dan adiknya lewat spion, berharap mereka sadar sedang diperhatikan. Namun yang didapat, keduanya tampak asyik di belakang tanpa mau tahu bagaimana perasaannya yang terus diabaikan, tidak pernah diajak ke obrolan seru mereka, dan hanya dimanfaatkan sebagai sopir serta pengangkut barang mereka tanpa bayaran.

Semakin kesal lah Askara, saat tak ada satu pun dari mereka yang peka pada setiap kodenya. Membawanya tenggelam semakin dalam pada frustrasi yang menyebalkan sebab terus diabaikan. Seandainya masih di era bocil nyot-nyot tantruman pemakan nugget dino jantan, sudah pasti Askara akan menangis keras-keras, lalu guling-guling karena tidak suka diperlakukan seperti ini oleh orang-orang tidak terpuji.

Namun, meskipun dibuat kesal oleh segala tingkah laku Melody yang memonopoli dan menjadikan Miura sebagai penebus dosa-dosanya di rumah, tanggungjawab serta kepeduliannya pada sang adik—sebagaimana ajaran papi—tak diabaikan begitu saja. Sembari menahan kesal dan hasrat ingin melakukan serangan balik, Askara membukakan pintu untuk adiknya, juga gandeng tangannya sepanjang menyusuri gang sempit menuju kosan Miura.

Ketika si Gembul Umbul-Umbul menunjukkan gestur gelisah saat melewati sisi gang tanpa penerangan, dia sigap memberikan genggaman tangan lebih erat lagi. Berikan jaminan keamanan pada adiknya yang tidak terbiasa berada dalam situasi seperti sekarang. Jauh sekali dengan Miura yang melangkah penuh keberanian tak tergoyahkan, sebab kegelapan bukanlah hal menakutkan baginya. Tak ada sedikit pun kekhawatiran tentang hal-hal buruk yang mungkin bersembunyi di balik kegelapan. Gadis itu terus melangkah mantap, tanpa ancaman, tanpa ketakutan.

Meski demikian, di balik keberanian Miura, Askara tetap merasa memiliki tanggung jawab pada kekasihnya. Menuntut dirinya menggunakan naluri tuk melindungi. Dia perhitungkan langkahnya dengan baik, pastikan berada di jarak tak terlalu jauh dengan Miura Nara. Selain berjaga-jaga, pria itu juga ingin menunjukkan hal penting; bahwa dia akan selalu berada di sisinya.

"Kalian mau mampir dulu atau langsung pulang?" tanya Miura pada kakak beradik yang begitu keras kepala ingin mengantarkannya pulang sampai kosan. Melawan keras kepalanya Askara saja, Miura kalah. Apalagi ditambah keras kepalanya Melody. Dia jelas kalah telak sehingga mengizinkan keduanya mengantar sampai kosan.

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang