Mulanya, maksud Miura Nara menerima pernyataan cinta berondong tengil yang terus mengganggunya, adalah untuk membuatnya kapok. Dia sudah menyiapkan 1001 tingkah menyebalkan yang akan ditunjukkan selama masa uji coba berpacaran. Dengan begitu, berond...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kasih emot dulu buat chapter ini
***
Ada yang berbeda dengan pagi Miura. Jika biasanya, di detik pertama terjaga, setiap sudut hatinya langsung disergap perasaan tak mengenakan hingga penuh dengan kerisauan akan banyak hal, kali ini hatinya benar-benar terasa tenang. Isi kepala yang biasanya ramai oleh banyak kekhawatiran, kini terasa damai. Semalam pun dia tidur sangat nyenyak dan bangun tanpa rasa cemas akan hal apapun. Dalam rongga dadanya, hanya ada perasaan lega tanpa tekanan yang kerap mendera.
Sejenak Miura diam, enggan tergesa bangkit dari pembaringan supaya bisa merilekskan diri lebih lama. Begitu menutup kelopak mata kembali, dia peluk erat-erat tubuhnya sendiri. Nikmati perasaan damai yang tengah dirasakan. Bawa dirinya semakin tenggelam pada perasaan yang begitu menenangkan pagi ini. Dan gadis itu tersenyum kecil di setiap tarikan napasnya yang penuh rasa syukur, lega, serta ketenangan.
Bangkit, Miura beranjak meninggalkan single bed nyamannya. Tungkainya mendekat ke arah jendela dan membukanya, membiarkan cahaya matahari masuk membawakan kehangatan. Menemaninya mengapreasi diri yang berani mengambil keputusan besar untuk pergi. Meski tempat tinggalnya sekarang tak lebih bagus dari tempat tinggal sebelumnya, setidaknya di tempat barunya ini dia terbebas dari segala jenis tekanan. Dan yang paling penting, terbebas dari segala jenis tekanan yang kerap kali membuat dadanya sesak.
"Segini aja dulu, ya, Miura," katanya pada diri sendiri saat netranya menyisir tiap sudut kamar kos sederhana dengan fasilitas sangat terbatas. Hanya difasilitasi single bed yang tidak terlalu empuk dan lemari plastik setinggi satu meter. "Nanti kalau uangnya udah kekumpul banyak, pindah ke kosan yang lebih besar. Kalau bisa, yang ada AC-nya. Makanya, semangat nyari duitnya! Dan jangan lupa nyari calon suami. Hehehe."
Entahlah, Miura sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba menginginkan pasangan. Takut kesepian, mungkin? Lagi pula, usianya sudah cukup matang untuk membangun rumah tangga. Karena itulah, gadis itu mulai berdoa. Meminta dengan tulus supaya Tuhan mengirimkan seseorang yang baik hati, penyayang, dan menerima segala kekurangannya. Seseorang yang bisa menjaga kepercayaannya, yang mendukung dan membantu mewujudkan mimpi-mimpi sederhananya untuk menciptakan keluarga harmonis penuh kasih di dalamnya.
Dia terus rayu Tuhannya agar segera memberi nikmat lewat pasangan, dengan begitu Miura tak menjalani hidup sendirian lagi. Dan untuknya sendiri, gadis itu berdoa semoga dirinya diberi kata pantas saat bersanding dengan siapapun yang menjadi pasangannya nanti.
Baru sebentar nikmati masa-masa tenang penuh kedamaian, ponselnya yang tergeletak di dekat bantal tiba-tiba berdering nyaring. Tanpa mengintip ke arah layar ponselnya, Miura tebak jika yang meneleponnya adalah Askara, dan tebakannya benar. Kontak dengan nama 👶🏻 muncul di layar ponselnya.
"Apa?!" tanyanya dengan malas karena sedang dalam mode hemat energi. Daripada energinya terbuang untuk menghadapi tingkah berondong tengil yang selalu usil dan menggodanya, lebih baik disimpan dan digunakan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya, kan? Meski telah terbebas dari Maya dan Anindita, tanggungannya tetap besar. Masih ada utang mendiang ayahnya yang harus dicicil dan entah kapan mampu dilunasi.