Chapter 14

46.8K 3K 525
                                        

P E M B U K A


Kasih emot dulu sebelum baca

***


Miura pergi dengan beragam ekspresi. Matanya memperlihatkan tatapan bingung sekaligus heran. Namun di balik itu, seberkas raut penuh kepolosan gagal disembunyikan, tatkala menoleh kembali ke arah nenek-nenek si penerima kue yang dia antar. Gadis itu tersenyum simpul pada nenek itu, lalu mempercepat langkahnya ke arah mobil Askara.

Masih di tengah upaya memahami semuanya, Miura terdiam lama begitu duduk di samping kursi kemudi. Sesekali dia melirik penuh selidik ke arah pria yang lebih muda darinya. Terus terang, Miura mulai menaruh kecurigaan pada berondong banyak akal itu. Mengingat bagaimana sepak terjang Askara sejak SMA, Miura mencium adanya konspirasi di balik pengantaran kue dengan jarak sejauh ini. Seperti ada seseorang yang mengatur untuk kepentingannya.

"Masa tadi yang nerima kuenya udah nenek-nenek," celetuk Miura memulai investigasi. Matanya menatap lekat-lekat ke arah Askara tanpa kedip barang sedetik pun. Sebab tak ingin melewatkan perubahan ekspresinya yang akan dijadikan penguat tuduhannya. Namun yang didapati, pria berkemeja putih itu tetap terlihat tenang. Tidak ada perubahan ekspresi yang mencurigakan. "Katanya yatim piatu, makanya Kak Lili nggak enak nolaknya. Tapi kok ...."

Askara menoleh sekilas dan menemukan raut cemberut Miura. Meski singkat, namun terekam baik dalam ingatan. Bagaimana alisnya yang bertaut berkolaborasi dengan bibir mengerucut, serta pipi mengembung lucu, tersimpan di sudut ingatan Askara yang konsisten menyukai apapun tentang Miura Nara sejak beberapa tahun lalu.

"Kalau itu gue kurang tau, Kak Miumiu. Mungkin buat cucunya," katanya sembari melirik ke arah kaca spion, memastikan tak membuat raut muka yang membuat Miura curiga.

"Neneknya tinggal sendiri. Gue udah tanya langsung buat mastiin."

"Bisa jadi nenek-neneknya yang yatim piatu. Nggak menutup kemungkinan, kan, kalau nenek itu udah nggak punya ayah ibu—yatim piatu. Kalau beneran kayak gitu, nggak salah dong?"

Miura mengerjapkan mata, lantas menoleh kembali ke arah Askara, dan dia pun terdiam. Namun di balik diamnya, sedang berusaha keras mengkaji jawaban pria itu untuk mendapatkan kesimpulan benar atau salah.

"Laper nggak?" tanya Askara tiba-tiba, sengaja mengalihkan perhatian.

Pertanyaan Askara barusan, buyarkan konsentrasi Miura yang memang sedang lapar. Hanya saja, dia terbiasa menahan lapar demi menghemat. Baginya cukup makan sehari dua kali saja; sarapan yang kesiangan dan makan malam yang kemalaman. Dan sekarang baru jam tujuh malam. Terlalu dini jika makan sekarang. Bisa-bisa, besok pagi terbangun dalam keadaan lapar. "Nggak."

"Tapi gue laper."

"Mangap aja yang lebar—makan angin."

"Daripada solusi itu, mending Kak Miura jadi pacar gue."

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang