Chapter 17

19.8K 1.7K 929
                                    

P E M B U K A

Nggak jadi update lama—tetep 3 hari—soalnya chapter kemarin banyak yang nyemangatin 😙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nggak jadi update lama—tetep 3 hari—soalnya chapter kemarin banyak yang nyemangatin 😙

Kasih vote dan emot dulu buat chapter ini

***

"Kak Miumiu," panggil Askara seraya meraih lembut tangan Miura yang buru-buru ingin pergi.

Sebuah sentuhan yang berhasil membuat tubuh Miura bereaksi terlalu berlebihan. Menjadi pemicu utama jantungnya yang berdetak terlalu cepat, hingga gadis itu menggigit bibir. Khawatir detaknya yang menggila terdengar sampai ke telinga Askara.

Di tengah kekhawatiran itu, Miura mengirim pesan pada otaknya untuk segera memberi perintah pada tubuhnya agar membebaskan tangan dari Askara, dan segera pergi. Namun pesan itu gagal terkirim. Tubuhnya tak melakukan apa-apa. Tangan kanannya dibiarkan tenggelam dalam genggaman hangat berondong menyebalkan yang menahan kepergiannya.

"Tunggu dulu, Kak Miumiu."
Suara Askara begitu pelan namun tetap terdengar tegas, tersirat makna memohon, dan berhasil menghentikan langkah Miura Nara. Tanpa melepaskan genggaman itu, dia beranjak. Sebab meski berhenti, Miura enggan balik badan, dan Askara tak mau bicara tanpa memandang kakak cantiknya.

Kini pria itu sudah berdiri tepat di hadapan Miura dengan kepala sedikit menunduk. Menatap gadis itu dengan tatapan teduh dan senyum yang tenang. Sorot usil nan tengil, beserta senyum jailnya untuk sekarang ini tak ditunjukkan, lantaran ingin membuat Miura terbebas dari perasaan-perasaan kurang mengenakan yang membuat tidak nyaman.

"Apa?" tanya Miura di balik ketenangan palsu yang sedang diusahakan untuk melindungi harga diri, tak mau Askara tahu reaksi aneh yang baru-baru saja terjadi padanya.
Meski demikian, rasa-rasanya tak cukup membantu. Hawa panas itu tetap terasa, bahkan membuat dirinya seperti terikat oleh emosi yang membingungkan. Memicu sesak dengan gejolak yang sulit dijelaskan, ketika perasaan aneh merayap terlalu jauh, masuk ke sudut hatinya.

"Kenapa buru-buru hmm?"
Pria yang lebih muda itu bertanya, tanpa berhenti mengamati setiap detail kecil ekspresi Miura yang tidak berani menatapnya balik. Nadanya penuh kelembutan dan senyumnya tak pernah pudar. Terus dia tunjukkan pada gadis yang berusaha keras menyembunyikannya sesuatu darinya, namun tidak akan bisa. Dia cukup peka untuk cepat mengerti apa yang tengah terjadi. Lagi pula, Miura tak pandai bersandiwara. "Kak Miu cemburu?" tembaknya tanpa tedeng aling-aling.

Miura tersentak, refleks mendongakkan kepala, dan beradu pandang dengan Askara yang setenang itu setelah menuduhnya cemburu.

Ck!
Tahu apa pria ¼ matang itu tentangnya? Apa tertulis kata 'cemburu' di dahinya? Apa ada gerakannya yang menunjukkan kalau dia tengah cemburu? Lalu, atas dasar apa menuduhnya cemburu?

Urusan Miura sudah selesai.
Kue pesanan atas nama Adelia sudah diterima oleh yang bersangkutan dan sudah tidak ada kepentingan lagi di sini. Tidak ada alasan untuknya tinggal lebih lama lagi, karena itulah dia lekas pamit undur diri. Perihal dirinya yang terkesan buru-buru, itu karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Miura ingin kembali ke toko dengan cepat, lalu melanjutkan mengantar pesanan lain, atau menghandle apapun yang bisa dilakukan.

Double TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang