3

6.5K 464 7
                                    

Tiba waktunya di mana anak semata wayang Erlan harus pergi ke sekolah, namun semua itu tidak akan berjalan dengan mudah. Lihat saja, yang biasanya pagi-pagi minum susu dua botol, pagi ini satu botol saja belum habis.

Rania pikir, setelah melihat tempat skolah dan bermain dengan teman-temannya di sekolah itu, anaknya akan tertarik dan bersemangat untuk pergi ke sekolah. Ternyata tidak juga, anak itu masih malas-malasan di pangkuan Papa-nya sambil minum susu dari botol dotnya.

"Dulu aku waktu kecil enggak begitu, pergi sekolah paling semangat." ucap Rania melirik suaminya yang dengan santainya menikmati sarapannya dengan satu tangannya menahan tubuh anaknya agar tidak jatuh.

"Anak dulu sama sekarang kan beda, mana bisa di samain." ucap Erlan tersenyum lembut pada istrinya lalu sedikit menundukkan kepalanya melihat anaknya. "Udah enggak suka minum susu? Mau ganti air putih aja, atau mau ganti teh manis?" ucapnya pada anaknya yang dengan sengaja lama-lama minum susunya, agar tidak jadi pergi sekolah.

Arga melirik Papa-nya, mencubit perut Papa-nya dengan keras. Sedangkan Erlan hanya tersenyum lembut lalu kembang melanjutkan sarapannya.

"Ayo cepat minum susunya, Papa juga harus berangkat ke kantor, nanti terlambat ke sekolahnya." gemas Rania ingin sekali mengambil botol dot anknya, tapi ia tidak mungkin melakukan itu. Bisa jadi nanti anaknya gagal berangkat sekolah.

"Sabal, minum halus pelan-pelan. Pelgi sekolah besok-besok aja, sekalng bobok lagi dulu." ucap Arga tersenyum pada Papa-nya yang sejak tadi terus menatapnya.

"Kamu siapin bekal makan siangnya aja, biar aku yang ganti baju Arga." ucap Erlan ketika melihat wajah kesal istrinya, yang sejak tadi sudah berusaha merayu anaknya agar mau pergi ke sekolah, tapi sayang. Anaknya itu tetap tidak mau pergi ke sekolah, alasannya tidak suka belajar, gurunya suka marah-marah seperti Mama. Itulah yang Arga katakan pada Mama-nya.

Erlan bangun dari duduknya, mengendong anaknya seperti bayi lalu membawanya pergi ke kamarnya, untuk mengganti pakaian anaknya dengan seragam sekolahnya.

"Papa mau bobok lagi?" tanya Arga ketika Erlan menidurkannya di atas kasur, dia menarik bantal gulingnya, menepuk-nepuk tempat sebelahnya meminta Papa-nya untuk tidur di sampingnya.

"Ganti baju pergi ke sekolah bukan bobok lagi," ujar Erlan sembilan melepaskan baju tidur anaknya.

"Nanti di sekolah kalau mau pipis bilang ya sama Bu guru, di sekolah enggak boleh nakal. Main bareng sama teman, kalau mau pinjam mainan teman harus izin dulu sama temannya, kalau enggak boleh Arga main yang lain. Oke"

Arga menggelengkan kepalanya, menyodorkan botol dotnya yang sudah kosong pada Papa-nya. "Mau di lumah aja Papa, mau tmbah lagi yang penuh." pintanya.

"Mama udah buatin satu lagi, minum di mobil." ucap Erlan mendudukkan anknya di tepi kasur, menyisir rambut Arga lalu memakaikan kaos kaki.

"Kenapa kakinya masih pendek ya, susah nanti buat tendang teman."

"Enggak boleh, makin pendek nanti kalau buat nendang teman. Mau kakinya jadi tambah pendek." ucap Erlan menatap anaknya, bisa-bisanya belum berangkat sekolah udah punya rencana tendang temannya. Gimana nanti di sekolah, baru masuk sekolah langsung dapat panggilan dari gurunya.

"Tambah kecil?"

"Iya tambah kecil, makin pendek nanti."

"Hole, kalau kecil enggak usah pelgi sekolah lagi. Bisa main di lual lama-lama." pekinyan sambil melompat-lompat di atas kasur.

Erlan menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya. "Sabar Erlan, namnya juga masih bayi belum ngerti maksudnya. Harus di jelasin lagi dengan cara yang lain, biar paham." gumamnya lalu meraih tangan anaknya yang masih asyik loncat-loncat di atas kasur.

"Ayo kita berangkat sekolah, nanti siang Mama yang jemput. Pagi ini Papa yang anterin Arga ke sekolah." ucap Erlan melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

"Mama enggak antel?"

"Mama belum beres-beres, nanti nyusul. Tungguin Arga sampai pulang sekolah."

"Enggak boleh beli pelmen nanti kalau ada Mama di sekolah." ucap Arga mengerucutkan bibirnya, menoleh pada Mama-nya yang sudah menunggunya di dekat mobil.

"Kenapa tuh bibir monyong gitu?" Rania mendekati anaknya lalu mencium kedua pipi anaknya. "Genteng banget anak Mama pakai seragam sekolah,"

"Kita berangkat dulu sayang, ayo pamit sama Mama." ujar Erlan mencium kening istrinya, Arga juga memberikan kecupan manisnya di pipi Mama-nya.

"Nanti datang sekolah bawa susu ya, yang penuh. Pake botol yang besal, halus penuh." ucap Arga melambaikan tangannya pada Mama-nya lalu masuk ke dalam mobil.

"Siap bos, nanti di bawain yang besar, yang penuh." ucap Rania membalas lambaian tangan anaknya yang sudah duduk manis di dalam mobil sambil minum susu dari botol dotnya.

"Hati-hati di jalan sayang." ucap Rania lalu Erlan melajukan mobilnya ke jalan raya.

******************

Setelah tadi mengantarkan anaknya ke sekolah, sekarang Erlan sudah berada di kantor. Dia bergegas pergi ke ruangannya, karena pagi ini dia ada rapat dengan pemilik perusahaan, dia tidak boleh terlambat sampai di ruang meeting.

"Erlan."

Suara seorang yang memanggilnya membuat Erlan menghentikan langkahnya. Erlan menoleh ke belakang, guna melihat siapa yang memanggilnya.

"Aku pikir tadi salah liat, ternyata benar itu kamu. Gimana kabar kamu?" ucap seorang wanita berjalan menghampiri Erlan.

"Masih ingat kan sama aku?" wanita itu berdiri di hadapan Erlan, menatap Erlan yang hanya diam.

"Ini aku, Vara. Dulu kita sekolah SMA sampai kuliah bareng, masih ingat kan?"

Erlan menganggukkan kepalanya. "Iya aku ingat."

"Itu-" Vara menunjuk botol dot di tangan Erlan, dia penasaran botol dot milih siapa yang ada di tangan Erlan.

"Ini punya bayi ku, Vara aku duluan." ucap Erlan lalu segera pergi dari sana. Tak menyangka, ia akan bertemu dengan temannya di tempat kerja.

Vara adalah teman masa sekolahnya dulu, bukan hanya sekedar menjadi temannya. Wanita itu yang di harapkan kedua orang tuanya untuk menjadi pendamping hidupnya, tapi ia tidak menyukai Vara. Wanita yang ia sukai dan ia cintai, hanya Rania. Wanita yang sekarang menjadi istrinya.

"Semoga dia gak macam-macam." gumam Elran.

Sedangkan Vara masih berdiri di depan pintu lift, dia masih ingat berbincang-bincang dengan Erlan itu tapi sayang, sepertinya Erlan begitu buru-buru. Tapi tak masalah, ia sekarang bekerja di perusahaan yang sama dan bisa kapan saja mencari waktu yang tepat untuk mengobrol dengan Erlan.

"Aku pikir kamu enggak bakalan nekat nikah sama Rania, ternyata selama ini gak ada kabar karena kamu tetap nekat nikah sama Rania. Pantas aja, setiap acara keluarga kamu enggak pernah kelihatan selama ini." monolog Vara.

"Jadi penasaran, selama ini tingal di mana. Tadi dia bilang itu botol dot punya bayinya, jadi dia udah punya anak. Kasih tau keluarganya gak ya? Kira-kira gimana ya, kalau aku kasih tahu tentang anak kesayangan mereka yang udah punya anak." Vara menarik salah satu sudut bibirnya, membentuk senyum tipis.

ERLAN PANDU WINATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang