"Sayang, coba liat anaknya di kamar lagi ngapain? Udah siang ini, belum keluar kamar juga." teriak Rania dari dapur, dia sudah membangunkan anaknya tadi. Tapi sampai dirinya hampir selesai masak, anaknya belum juga keluar dari kamar.
"Sayang." panggil Rania pada suaminya.
"Dengar enggak sih," gumamnya lalu mematikan kompornya. Dia keluar dari dapur, melihat suaminya yang tadi duduk di kursi meja makan. Tapi di sana sekarang tidak ada siapapun, mungkin saja Erlan sudah pergi ke kamar anaknya.
Rania kembali melanjutkan acara memasaknya, sedangkan Erlan memang ada di kamar Arga. Tapi bukan untuk membangunkan anaknya, dia yang kembali tidur di samping sang anak.
Arga membalikkan tubuhnya menghadap Erlan. "Jam berapa sekarang?" gumamnya dengan mata terpejam.
"Masih pagi, masih ngantuk tidur lagi aja. Nanti Papa bangunin kalau udah siang." jawab Erlan mengusap-usap rambut anaknya dengan lembut.
"Masih paginya jam berapa?" tanya Arga membuka matanya, menahan tangan Erlan yang menghalangi pandangannya melihat jam di dinding kamarnya.
Melihat jam sudah jam enam lewat sepuluh menit, Arga menyibakkan selimutnya lalu bangun dari tidurnya. "Sana mandi, Papa siapin seragamnya." ucap Erlan bangun dari tidurannya.
"Baju rumah aja, aku enggak sekolah hari ini." ucap Arga lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Erlan membuka pintu kamar mandi, menghampirinya anaknya yang sedang cuci muka di wastafel. "Kenapa enggak sekolah? Sakit?" tanyanya sambil mengecek suhu tubuh Arga.
"Hari ini pulang jam sepuluh, kelas sebelah ada acara. Jadi enggak ada pelajaran. Ngapain sekolah kalau enggak ada pelajaran, mending di rumah. Lagian tangan aku juga masih sakit." jawab Arga. Memang di sekolahnya ada acara, hari ini murid-murid lain pulang lebih awal.
"Nanti aku pergi latihan aja-"
"Katanya tangannya masih sakit tapi masih mau latihan, udah di rumah aja enggak usah pergi ke mana-mana." sela Erlan lalu keluar dari kamar mandi.
Dia menyiapkan baju anaknya, meletakkannya di atas kasur lalu keluar dari kamar. Dia pergi ke ruang makan. "Arga mana? Belum bangun?" tanya Rania menoleh pada suaminya.
"Lagi mandi, Arga enggak sekolah hari ini. Kayanya dia kecapean, dia bilang tangan sakit. Enggak tahu dari kapan, baru bilang semalam." jawab Erlan mendudukkan dirinya di kursi meja makan.
"Demam enggak? Biasanya kalau kecapekan tuh anak pasti demam."
"Tadi aku cek enggak demam, tadi dia bilang mau pergi latihan sore nanti. Aku enggak bolehin, nanti kalau dia maksa kamu telpon aku aja. Hari ini aku pulang malam, ada meeting di luar soalnya, aku enggak makan malam di rumah."
"Kenapa enggak makan malam di rumah? Bosen ya?" ucap Arga yang baru saja bergabung di meja makan, dia tidak mendengar dari awal percakapan kedua orang tuanya. Dia hanya mendengar di bagian akhirnya, di mana Papa-nya mengatakan malam ini tidak makan di rumah.
"Papa sore ini ada meeting, sekalian makan malam. Kamu di rumah jangan nakal, istirahat jangan pergi main keluar. Hari ini enggak ada latihan, libur sekolah, libur lesnya juga." ucap Erlan tersenyum lembut pada anaknya.
"Ayo kita sarapan," ajak Rania mengambilkan sarapan untuk anak dan suaminya. Dia juga menuangkan segelas air putih untuk anaknya.
Mereka mulai sarapan mereka dengan diam, selesai sarapan Erlan pamit pergi ke kantor. "Papa berangkat dulu, sarapannya habisin jangan di pinggir-pinggirin gitu." ucap Erlan pada anaknya yang masih belum selesai dengan sarapannya.
"Hmm, itu buat nanti." balas Arga.
Erlan mencium kening anaknya, mengusap rambut anaknya lalu beralih menatap istrinya. "Nanti kalau ada yang nakal, di bilangin enggak nurut. Telpon aja, biar aku yang bilangin." ucap Erlan lalu mencium kening istrinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ERLAN PANDU WINATA
Teen FictionCerita ini kelanjutan dari cerita Arga, versi keluarga Erlan. ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala hal. Kasih sayang kedua orang tuanya...