24

4.6K 559 36
                                    

Setelah Abyan mengatakan jika Ryan dan Danish tidak memberikan cemilan pada Arga, dan mereka berdua juga tidak membawa cemilan dari rumah. Tanpa banyak bicara, Erlan mengajak Abyan untuk melihat toko di dekat restoran tempat makan malam hari itu.

Saat ini Erlan berada di sekitar restoran, mengajak Abyan berkeliling di area sekitar restoran, di sekitar restoran hanya ada ruko-ruko yang menjual berbagai macam masakan dari masakan Nusantara sampai mancanegara.

Dari dalam mobilnya, Erlan menunjuk satu-satunya supermarket di antara ruko-ruko itu. "Di sekitar sini cuma ada satu supermarket, dan itu pun enggak terima pembayaran cash. Kalau Arga beli makanan di sana, harusnya aku atau Rania tahu. Karena Arga pasti enggak bisa bayar sendiri." ucap Erlan menoleh pada Abyan yang duduk di kursi samping kemudi.

"Aku tanya, cuma mau tahu cemilan apa yang Arga makan. Biar lain kali, aku enggak kasih Arga makanan yang itu lagi. Aku enggak ada maksud lain, tapi kamu bilang Arga yang bohong. Kamu bilang, kamu tahu betul soal Ryan, karena dari kecil Ryan tinggal sama kamu. Aku juga tahu betul anak aku, dari Arga belum lahir udah tinggl sama aku."  Erlan turun dari mobil, berjalan mendekati pintu samping lalu membukakan pintu mobil untuk Abyan.

"Ayo kita masuk, biar jelas dan kamu enggak asal nuduh anak aku bohong lagi." ajak Erlan lalu dia berjalan lebih dulu, Abyan turun dari mobil, mengikuti langkah Erlan. Erlan masuk ke dalam supermarket. Mengambil berberapa cemilan lalu membawanya ke kasir.

"Bisa bayar pake uang cash?" tanya Erlan pada penjaga kasir.

"Maaf Pak, untuk pembayaran tidak bisa dengan uang tunai. Bisa mengungkapkan kartu atau yang lainnya." ucap penjaga kasir.

"Dulu perasaan bisa pakai uang cash," ucap Erlan sambil membuka dompetnya, mengeluarkan salah satu kartu dari dalam dompetnya.

"Dulu memang iya Pak, kita terima pembayaran dengan uang tunai. Tapi sejak ada perubahan peraturan satu tahun yang lalu, kami tidak menerima pembayaran dengan uang tunai." jelas penjaga kasir.

"Saya bayar pakai kartu, berpa semuanya." Erlan menyodorkan kartun miliknya pada penjaga kasir.

"Semuanya jadi seratus lima belas." tutur penjaga kasir mengambil kartu milik Erlan setelah memasukkan belanjaan Erlan ke kantong belanjaan.

Setelah selesai membayar Erlan keluar dari supermarket bersama dengan Abyan. "Sekarang udah jelas?" Erlan menatap Abyan, ia sebenarnya masih marah dengan Abyan yang menuduh anaknya berbohong tanpa bukti yang jelas.

"Aku minta maaf soal tadi, aku enggak ada maksud nuduh Arga bohong." ucap Abyan tersenyum tipis pada adiknya, ia pikir Arga berbohong karena takut di marahi kedua orang tuanya. Jadi ia meminta Arga untuk bicara jujur padanya, agar ia bisa membantunya agar dia tak mendapatkan amarah dari kedua orang tuanya.

"Enek banget minta maaf gitu doang, datang-datang buat mood anak gue jelek. Tinggalin aja di sini biar pulang jalan kaki, boleh kali ya. Lumayan buat olahraga." batin Erlan.

"Ayo kita ke rumah sakit lagi, aku mau minta maaf sama Arga, mumpung belum terlalu malam. Nanti Arga keburu tidur." ajak Abyan seraya menepuk pundak adiknya, karena Erlan hanya diam tak menanggapi ucapannya.

"Boleh aja ke rumah sakit lagi, tapi aku enggak mau satu mobil sama kamu. Terserah mau naik apa, yang penting enggak nebeng mobil aku, itu mobil aku beli sendiri. Enggak minta kamu apa lagi Papa." ucap Erlan menghentikan langkah Abyan.

Abyan berbalik menghadap adiknya, sebelum Abyan mengucapkan sepatah kata. Erlan melangkahkan kakinya meninggalkan Abyan. "Dulu aku juga pernah di tinggalin di sekolah, kamu sama Rena pulang duluan." Erlan melambaikan tangannya lalu masuk ke dalam mobil. "Duluan Mas, oh iya lupa ngasih tahu. Dompet kamu tadi ketinggalan di rumah sakit, aku baru baca pesan dari istri aku. Katanya hpnya juga ketinggalan di meja," ucapnya lalu melajukan mobilnya meninggalkan Abyan sendirian.

ERLAN PANDU WINATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang