18

6.4K 472 15
                                    

Suasana pagi di rumah Zidan sedikit berbeda dari biasanya, biasanya mereka menikmati sarapannya dengan dimana dan tenang. Tapi pagi ini, Mery terus membicarakan tentang Erlan dan keluarganya. Terutama cucunya itu.

Meskipun saat bicara dengan cucunya itu sedikit tidak paham dengan maksud ucapannya, tapi ia merasa senang dan ingin membawa cucunya itu pulang ke rumah. Untuk mengenalnya lebih dekat, karena melihat Arga, seperti melihat Erlan sewaktu kecil.

"Jadi semalam Nenek sama Daddy ke rumah Arga? Kok enggak ajak aku?" ucap Danish. Kalau saja tahu mereka akan ke rumah Arga, ia pasti akan ikut pergi ke sana. Tentunya untuk minta maaf pada Arga, karena di sekolah Arga selalu menghindarinya.

"Kita perginya buru-buru, lain kali kita pergi ke rumah Arga lagi." ucap Mery tersenyum lembut pada Danish.

"Oh, iya. Nenek ada buatin makanan buat Arga, nanti kamu kasih ya. Ini satu buat kamu, yang satu lagi buat Arga." Mery menyodorkan kotak bekal yang sudah di siapkannya pada Danish.

"Banyak banget Nek, Arga lebih suka jajanan di luar dari pada makanan dari rumah. Orang bekal dia aja, sering di kasih ke aku."

"Kenapa gitu? Bilang sama Arga, makanan yang di bawa dari rumah lebih sehat dari pada beli di luar. Harus di bilangin sama Mama-nya, biar Mama-nya tahu kalau bekal makanannya jarang di mana." ucap Mery.

"Aku udah selesai makan, aku berangkat dulu Nek." pamit Ryan bangun dari duduknya. Pagi ini sangat menyebalkan, apa lagi mendengar mereka membahas tentang Arga dari semalam. Lebih baik ia segera berangkat sekolah dari pada terus mendengarkan cerita mereka tentang Arga.

"Jangan lupa bekal makan siangnya." pringat Mery.

"Iya Nek, Danish. Nanti habis pulang sekolah kita jadi kan pergi main?" Ryan beralih menatap Danish yang duduk di sebelahnya.

"Jadi, tapi kamu jemput aku ke sekolah ya. Biar langsung pergi, enggak usah pulang dulu." jawab Danish.

"Kalian mau main ke mana?" tanya Sifa pada adiknya.

"Main ke mall, Kakak mau ikut?"

"Males main sama bocil kaya kalian berdua, mending main sama teman-teman." balas Sifa. Paling males jika mengasuh adiknya, apa lagi seperti mereka ini. Terlalu aktif, tidak bisa diam.

Sementara itu di rumah Arga masih duduk santai dengan piyama tidurnya. Dia duduk di ruang keluarga sambil menonton berita pagi ini.

Rencananya pagi ini dia tidak berangkat ke sekolah, karena Papa-nya akan pergi ke luar kota siang nanti. Tadinya ia ingin ikut Papa-nya, tapi Mama-nya melarangnya, karena sudah terlalu sering tidak masuk sekolah.

"Papa, kenapa dulu Nenek enggak pernah main ke sini? Kenapa baru semalam main ke sini? Emangnya dulu tinggal di mana?" tanya Arga pada Erlan yang sedang memeriksa pekerjaannya di laptop.

"Dulu kan kita sering pindah-pindah, Papa lupa ngasih tahu alamat rumah kita yang baru. Jadi Nenek baru sempat main, pas kita udah punya rumah sendiri." jawab Erlan mengalihkan perhatiannya pada anaknya.

"Kenapa Nenek semalem minta maaf sama Mama? Mereka berantem sebelum kita pulang?" penasaran Arga, semalam ia tak sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya dengan Nenek-nya, ia sekilas mendengar Nenek-nya meminta maaf pada Papa dan juga Mama-nya.

"Yang namanya keluarga, pasti ada berantemnya. Tapi enggak lama balik lagi, karena mau semrah apa pun. Keluarga tetap keluarga kita sendiri."

"Jadi intinya kalian udah baikan?" Arga menatap Erlan dengan serius.

Erlan menganggukkan kepalanya. "Iya, kita udah baikan. Hari minggu Nenek ajak kita pergi makan malam bersama. Kamu bisa main sama Danish-"

"Enggak, aku enggak mau lagi main sama dia." sela Arga. Ia masih sakit hati dengan ucapan Danish waktu itu. Ia tidak mau memaafkan Danish begitu saja, dia harus mendapatkan hukuman lebih dulu.

ERLAN PANDU WINATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang