Pulang sekolah sudah menjadi kebiasaan Arga dan kedua sahabatnya untuk mengobrol sebentar sebelum pulang ke rumah masing-masing, mereka duduk di kursi tunggu. Lobby sekolah.
"Arga, lo jadi mau latihan motor lagi?" tanya Danish.
"Enggak, Papa gue udah jalan ke sini." jawab Arga dengan wajah cemberutnya, tadi Erlan mengirim pesan padanya, jika hari ini tidak ada pelajaran tambahan dan juga tidak ada ekskul. Jadi Papa-nya akan menjemputnya jam tiga.
"Kan gue udah bilang, lo emang pintar. Tapi ingat kepintaran lo itu di dapat dari Mama sama Papa lo, ya jelaslah lo enggak bisa bohong terus-terusan. Karena orang tua murid pasti akan curiga kalau tiba-tiba anaknya rajin ikut kelas tambahan. Padahal kan di kelas seringnya tidur di jam pelajaran." sahut Agung.
"Diam lo, gak tahu apa gue lagi kesal." ucap Arga mendorong tubuh Agung agar menjauh dari dekatnya.
Di tengah asik mengobrol, tiba-tiba saja ada seorang anak yang seusia mereka datang menghampiri. "Danish, Kakek udah tunggu di parkiran." ucap anak itu seraya menepuk pundak Danish.
Danish menoleh ke sampingnya, di mana anak itu berdiri. Dia tersenyum lembut pada anak itu lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada kedua sahabatnya. "Gue pulang dulu ya, udah di jemput Kakek." ucap Danish bangkit dari duduknya.
"Dia siapa lo?" tanya Agung penasaran dengan anak yang memangil Danish, ia baru pertama kali melihat anak itu, dan sepertinya juga tidak sekolah di tempat sekolahnya.
"Oh, ini Ryan. Sepupu gue, anak Om gue, Ryan, kenalin ini Arga, yang ini Agung. Mereka sahabat gue." Danish mengenalkan sepupunya pada kedua sahabatnya, setelah berkenalan dan sedikit berbincang-bincang, mereka berdua pun segera pergi dari sana karena Kakek mereka sudah menunggu di parkiran.
"Tuh anak bukan adeknya Nizam kan?" ucap Agung, seingatnya yang Danish pernah bilang jika Kakak kelasnya yang bernama Nizam itu adalah sepupunya. Nizam adalah ketua osis di sekolahnya.
"Kata Danish, Nizam tuh anak tunggal, mungkin anak Om dia yang lain kali. Om dia kan banyak." balas Arga.
"Mungkin juga, tapi kayanya enggak sekolah di sini."
"Ya kenapa emangnya harus sekolah di tempat yang sama? Lagi bukan urusan kita dia mau sekolah di mana."
"Ya aneh aja lah njir, semua sepupunya sekolah di sini kecuali tuh anak. Kakaknya Danish juga sekolah di sini."
"Ya gue enggak tahu dan gue enggak mau tahu, Papa gue udah di depan. Lo mau pulang bareng gue apa gimana?" tanya Arga bangkit dari duduknya, mengambil tasnya yang ada di lantai.
"Gue pulang sendiri aja, nanti malam gue ke rumah lo. Kita ngerjain tugas bareng-bareng, sekalian tuh, tugas yang kemarin. Biar enggak lupa minggu depan di kumpulin." ucap Agung bangkit dari duduknya.
"Oke, gue dulu." pamit Arga lalu bergegas menghampiri Papa-nya yang sudah menunggu di depan lobby.
"Papa enggak kerja hari ini?" tanya Arga setelah masuk ke dalam mobil.
"Kerja, tapi khusus hari ini Papa bisa jemput kamu. Mau langsung pulang apa mau pergi ke mana dulu?" tawar Erlan tersenyum lembut pada anaknya, dia mengusap rambut anaknya. Akhir-akhir ini ia sibuk di kantor dan jarang sekali bisa mengantar atau menjemput anaknya di sekolah, ia juga sering pulang larut malam dan anaknya sudah tidur.
"Langsung pulang, Papa balik lagi ke kantor kan nanti?"
"Enggak, Papa enggak pergi ke kantor lagi." balas Erlan lalu menancapkan gas mobilnya meninggalkan area sekolah.
"Gimana sekolah hari ini?" tanya Erlan sambil fokus menyetir.
"Kaya biasanya."
"Main apa aja tadi di sekolah?" tanya Erlan lagi, ia tahu anaknya pasti kesal dengan dirinya yang akhir-akhir ini terlalu sibuk dan sering meninggalkannya di rumah sendirian.
"Enggak ada, sibuk belajar tadi. Enggak sempat main, lagian udah gede, udah enggak main-main. Mau serius belajar." jawab Arga sambil membuka tas sekolahnya, mengeluarkan ponselnya.
"Di depan ada supermarket, berhenti dulu sebentar. Mau beli cemilan buat nanti malam." ucap Arga tanpa melihat ke arah Erlan, ia sibuk memandang ponselnya.
Erlan menganggukkan kepalanya, dia segera menuju supermarket yang di tunjuk anaknya. Sesampainya di supermarket, Arga turun dari mobil, begitu juga dengan Erlan yang mengikuti langkah anaknya.
Arga segera mengambil beberapa cemilan yang ia suka dan beberapa cemilan yang Agung suka. Setelah merasa cukup, dia pun segera membawa belanjaannya ke kasir.
"Berapa semuanya Kak?" tanya Arga pada kasir supermarket.
"Semuanya jadi lima puluh delapan,"
Erlan mengeluarkan dompetnya dari dalam saku, baru saja ia ingin menarik selebar uang kertas. Tangan anaknya menahannya. "Aku sendiri yang mau bayar." ucap Arga lalu memberikan uang dengan jumlah pas pada kasir supermarket.
"Selain di rumah sendirian, tidur sendiri, makan sendiri. Aku juga bisa bayar jajanan sendiri." ucap Arga sambil berjalan keluar dari supermarket.
"Bilangnya, iya-iya. Hari minggu kita jalan-jalan ya, pergi nonton, main di taman. Makan malam di luar, ujung-ujungnya sibuk." dumel Arga.
"Papa minta maaf, sekarang kan udah enggak sibuk." ucap Erlan merangkul pundak anaknya. "Hari ini Mama juga pulang cepat, kita bisa makan malam di luar. Mau makan di mana?"
Arga melepaskan rangkulan Papa-nya. "Malam ini aku sibuk, banyak tugas." ketusnya lalu masuk ke dalam mobil.
Erlan hanya tersenyum tipis lalu masuk ke dalam mobil, ia akan mencoba bicara lagi dengan anaknya nanti di rumah. Yang terpenting sekarang pulang saja dulu.
Selama perjalanan ke rumah, tidak ada lagi perbicangan di atas mereka berdua, Arga memilih untuk tidur dari pada mengobrol dengan Papa-nya, karena ia juga sudah tidak bisa mengunakan ponselnya lagi. Karena ponselnya sudah di atur oleh Mama-nya tidak bisa di gunakan untuk bermain game sebelum jam empat sore.
Setelah perjalanan kurang lebih dua puluh menit, akhirnya Erlan sampai juga di rumah. Dia memarkirkan mobilnya, lalu turun dari mobil. Baru saja dia ingin membuka pintu sebelah kiri, anaknya lebih dulu membukanya.
"Tasnya biarin aja, nanti Papa yang bawa masuk." ucap Erlan ketika anaknya ingin mengambil tas sekolahnya yang ada di bangku belakang.
Tanpa membalas ucapan Papa-nya, Arga langsung masuk ke dalam rumah. Dia berjalan mendekati sofa panjang yang ada di ruang keluarga, menyalakan televisi lalu membaringkan tubuhnya di sofa.
Erlan meletakkan tas sekolah anaknya dan juga cemilan yang tadi di beli Arga di atas sofa single, dia mendekati anaknya, mengusap rambut anaknya dengan lembut.
"Kamu enggak mau ganti baju dulu? Biar enak tidurnya," ucapnya sambil menyisir rambut anaknya dengan jarinya.
"Mana katanya Mama pulang cepat? Kok belum pulang juga." ucap Arga membalikkan tubuhnya membelakangi Papa-nya.
"Udah jalan pulang, sebentar lagi juga sampai rumah."
"Paling nanti juga pergi lagi, percuma pulang jam segini." gumam Arga yang masih bisa di dengar oleh Erlan.
"Enggak, enggak pergi lagi. Hari ini kita di rumah, kerjaan kita udah selesai. Kita bisa santai-santai. Kamu jadi enggak makan di luarnya? Gimana kalau nanti sekalian ajak Agung juga?"
Arga bangun dari tidurannya. "Ajak Danish juga boleh enggak?"
"Boleh aja, rumahnya dekat sini?"
"Enggak tahu, belum pernah main ke rumah dia. Aku tanya dia dulu," ujar Arga lalu mengambil ponselnya, mengirim pesan pada Danish.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERLAN PANDU WINATA
Genç KurguERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala hal. Kasih sayang kedua orang tuanya yang adil untuknya dan juga untuk kedua saudaranya. Namun sem...