Malam ini bagian Erlan yang mengurus anaknya, anaknya tidak bisa tidur karena merasakan sakit pada tubuhnya. Belum lagi anaknya juga mengeluh pusing.
Erlan duduk bersandar di sofa ruang keluarga, sedangkan anaknya duduk di pangkuannya sambil minum air putih dengan botolnya.
"Mau pindah ke kamar? Sambil tiduran biar lebih enak." ujar Erlan sambil menyisir rambut anaknya ke belakang dengan jarinya.
Arga menggelengkan kepalanya, melepaskan botolnya. "Papa udah ngantuk?" tanyanya menatap wajah Papa-nya.
Erlan menganggukkan kepalanya. "Ayo kita tidur, Mama juga udah tidur. Emang kamu belum ngantuk?"
"Belum, masih mau di sini." ucapannya kembali memasukkan ujung botol ke dalam mulutnya, tangan kirinya memainkan belang rambut Papa-nya.
"Udah malam loh, udah jam sebelas. Tadi juga bangun pagi, siang enggak tidur. Anak kecil tuh enggak boleh tidur larut malam.
"Kenapa? Teman aku boleh tidur sampai jam satu malam."
"Ngapain sampai jam satu belum tidur, bilang sama temannya. Nanti di culik kuntilanak," ucap Erlan dengan wajah seriusnya, agar anaknya percaya dan tidak tidur larut malam lagi.
"Nanti kuntilanak pusing banyak anak, kayaknya enggak mau ambil banyak anak-anak. Satu aja udah cukup, lagian kuntilanak enggak kerja, mau kasih makan apa anak-anak yang di culik?" ucap Arga meletakkan botolnya yang sudah kosong di atas sofa. Dia menatap wajah Papa-nya, mengusap pipi Papa-nya.
"Kapan kita liburan kaya Tante Hera? Aku mau liburan gitu juga, Tante Hera curang. Liburan ajak ponakan Om Zergan, aku enggak di ajak. Enggak sayang sama aku." ucapannya dengan wajah sendu. Dia melihat sosial media Hera yang mengunggah beberapa foto liburannya, ada berberapa foto Hera dan juga Zergan dan juga seorang anak. Entah siapa dia. Yang jelas ia iri, tidak di ajak liburan juga.
"Ponakan siapa? Om Zergan sama kaya kamu, anak tunggal." ucap Erlan mencium kedua pipi anaknya. "Nanti mau tidur pipinya bersihin dulu, lengket semua begitu."
Arga menganggukkan kepalanya. "Terus anak itu siapa? Kok ikut liburan sama Tante Hera." panasaran Arga.
"Anak Om Zergan, namanya siapa gitu. Papa lupa, waktu itu Om Zergan pernah cerita sama Papa."
"Jadi dia, jadi anak Tante Hera juga?"
Erlan menganggukkan kepalanya. "Iya, anak Tante Hera juga, dia jadi saudara sepupu kamu. Dia seumuran kamu, lahir di tahun sama tapi beda bulan, dulu kamu dari pada dia, kapan-kapan main sama dia."
"Terus Mama-nya dia gimana?"
"Mama-nya dia, Papa kurang tahu soal itu. Waktu itu Om Zergan cuma cerita soal anaknya, yang katanya seumur sama kamu." jelas Erlan.
"Dia masih suka air putih juga?"
"Mungkin, tapi enggak tahu juga. Kenapa emangnya kalau dia masih suka air putih? Mau bagi dia air putihnya buat dia?"
"Enggak, botol aku masih ada yang ketinggalan di rumah Opa, mau minta ambil besok sebelum Tante Hera pulang. Itu punya aku, nanti di pinjam dia bau jigong dia, jadi enggak enak lagi botolnya." khawatir Arga dengan nasib botolnya yang tertinggal di rumah Barta jika anak Zergan masih sama dengan dirinya yang suka minum air putih. Kemungkinan juga masih suka minum dengan botol.
"Nanti sapi aku juga bawa pulang semua, itu punya aku semua."
Erlan tersenyum mendengar ocehan anaknya, dia mencium kedua pipi anaknya berkali-kali. "Mau taruh di mana sapinya, rumah kita tuh kecil. Halaman aja kecil, enggak muat buat kandang satu sapi apa lagi dua puluh Nak, kamu ini ada-ada aja. Sama saudara tuh harus berbagi,"

KAMU SEDANG MEMBACA
ERLAN PANDU WINATA
Teen FictionCerita ini kelanjutan dari cerita Arga, versi keluarga Erlan. ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala hal. Kasih sayang kedua orang tuanya...