"Opa, kemarin aku tanding futsal. Enggak menang sih, tapi masih ada dua pertandingan lagi. Bulan depan juga ada tanding basket, nanti kalau salah satu tandingnya ada yang menang. Aku mau minta hadiah dari Opa," ujar Arga pada Barta.
"Boleh, mau hadiah sekarang juga boleh. Emang Arga mau apa?" tanya Barta menatap cucunya yang sedang duduk di karpet sambil bermain game.
Arga meletakkan stick gamenya di atas karpet, bangkit dari duduknya lalu duduk di sofa sebelah Barta. "Sebentar lagi kan ujian sekolah, bakalan naik kelas tiga. Tahun depan juga umur aku empat belas, boleh lah motor bebek satu." bisik Arga di telinga Barta.
"Boleh, mau sekarang? Opa beliin nanti langsung kirim ke sini." tawar Barta seraya mengusap rambut cucunya.
"Yang bisa jalan ya,"
"Iya, motor bebek yang bisa buat jalan-jalan kan? Opa tahu motor itu." ujar Barta mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya.
"Nanti aja Opa pesannya di rumah Opa, nanti kalau Papa tahu di marahi. Kemarin aja aku di marahin sama Papa. Sekarang enggak boleh ikut banyak les, cuma boleh dua aja. Padahal les karate bisa buat bela diri, mana tahu nanti pas kelas tiga mau adu jotos sama sekolah lain."
"Oh, itu tujuannya? Minta di kurung di kamar tujuh hari tujuh malam kayanya." sahut Rania yang mendengar ucapan anaknya.
Arga menoleh pada Mama-nya, menatap Mama-nya dari ujung rambut sampai ujung kakinya. "Tumben enggak dandan lagi? Biasanya kalau aku pulang sama Papa, Mama dandan cantik."
"Lagi malas, ayo kita makan. Mama udah beli makanan-"
"Beli? Mimpi apa Mama beli makanan dari luar?" pekikan Arga bangkit dari duduknya mendekati Mama-nya. "Mama enggak sakit kan? Tumben banget beli makanan dari luar, Mama enggak masak? Enggak pergi belanja? Air putih aku gimana? Nanti sebelum tidur minum apa kalau enggak ada air putih." cerocos Arga segera pergi ke dapur untuk melihat apakah setok air putihnya aman atau tidak, karena tadi pagi ia melihat di kulkas hanya tinggal sedikit. Yang pastinya tidak cukup untuk sampai nanti malam.
"Kamu lagi sakit?" tanya Barta bangkit dari duduknya.
"Enggak Yah, cuma enggak sempat masak aja. Tadi aku pulang udah sore, enggak tahu kalau Ayah datang ke sini." jawab Rania tersenyum pada Ayah-nya.
"Jangan capek-capek, kalau butuh bantuan Ayah bisa minta Bibi kerja di sini buat bantuin kamu di rumah."
"Enggak usah Yah, aku bisa kok sendiri. Cuma tadi enggak keburu aja kalau masak, sekali-kali pesan makanan di luar. Oh, iya Yah. Tadi Ayah bilang habis ketemu sama orang, Ayah habis meeting di dekat sini?" tanya Rania sambil berjalan menuju ruang makan.
"Enggak meeting, cuma ngobrol sebentar. Rencananya Ayah mau ajak Erlan meeting sama teman-teman bisnis Ayah hari minggu besok, dia enggak sibuk kan?" ujar Barta.
"Coba nanti Ayah tanya Erlan, harusnya enggak sibuk kalau anaknya enggak minta jalan-jalan keluar. Cucu Ayah itu udah mulai nakal, udah mulai ikut-ikutan teman-temannya seharian main di luar. Jarang di rumah kalau hari libur. Erlan sampai protes sekarang anaknya lebih suka main sama teman-temannya dari pada di rumah."
"Gimana kalau nanti anaknya punya pacar? Baru main sama teman-temannya aja udah di protes." ucap Barta menggelengkan kepalanya.
"Itu masih lama Yah, Arga masih kecil." sahut Erlan yang baru saja bergabung di ruang makan, Erlan mendudukkan dirinya di kursi meja makan. "Lihat tuh, waktunya makan malam aja lebih milih minum susu dari pada makan." tambahnya lagi sambil menunjuk anaknya yang keluar dari dapur sambil membawa dua gelas susu.
"Tadi pas di taman aku ketemu Nenek Mery, dia nanyain kabar Papa sama Mama, katanya kangen sama Papa. Aku bilang kalau mau ketemu datang aja ke rumah, tapi enggak mau. Padahal kan Nenek Mery tahu rumah kita kan Ma?" ucap Arga sambil meletakkan gelas di atas meja. Dia menarik kursi lalu mendudukkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERLAN PANDU WINATA
JugendliteraturERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala hal. Kasih sayang kedua orang tuanya yang adil untuknya dan juga untuk kedua saudaranya. Namun sem...