Remember Me (Chap.3)

597 82 18
                                    

Matahari telah condong ke barat. Suara serangga malam mulai terdengar di gubuk sederhana yang Boruto jadikan markas untuknya bersembunyi dari para Shinobi Konoha selama lima tahun terakhir.

Sarada,

Gadis itu, setelah membuat jantung Boruto hampir berhenti karena melihatnya terkapar seperti seonggok mayat di sungai usai jatuh dari air terjun, mengedarkan pandangannya ke rumah kecil itu, duduk manis di bangku yang terbuat dari bebatuan alam. Boruto mengambil semua furnitur rumah dari alam. Baik ranjang dan kursi dari batu juga lemari dari kayu. Rumah itu memang terkesan ketinggalan zaman di tengah kemodernan saat ini.

Itu pula yang membuatnya terdiam di depan gadis yang tengah memberikan pandangan menilai -dimata Boruto-.

"Emm.. Ano." Sarada bersuara memecah keheningan. Gadis itu mengangkat lengannya yang terbalut jaket milik Boruto. "Terimakasih sudah meminjamkan aku pakaian ini err—" Sarada tampak menimang. meneliti penampilan Boruto sebelum dengan ragu melanjutkan. "—Ojisan."

Whatt??—

Boruto tak dapat menahan untuk tak menganga mendengar panggilan Sarada untuk dirinya. "Oji-san?"

Sarada menggaruk dahinya, membetulkan poninya yang belum kering sepenuhnya dengan perasaan tak enak. Lelaki di depannya terdengar tak suka dengan panggilan itu. "Ano—Aku tidak tau namanu, Oji— ee.."

"Dan apa yang membuatmu berfikir aku setua itu untuk kau panggil Ojisan?" Boruto mendengus, Sarada mengerucutkan bibirnya menyesal sembari mengucek matanya yang tak nyaman.

"Ano—Maaf, bukannya aku ingin menyinggungmu. Hanya saja, mataku tidak begitu jelas melihat wajahmu dari sini. Dan dari pakaianmu. Kau mengenakan pakaian orang seumuran Papaku?—mungkin?" Sarada menyengir canggung, sebelum kembali mengucak matanya. Kenapa pula pandangannya terlihat buram begini.

Boruto menyadari itu. Gadis itu kehilangan kacamatanya. Bahkan beberapa kali saat berjalan tadi Sarada tersandung-sandung.

"Sebenarnya aku dimana?" Gumam Sarada.

Boruto menatapnya mendengar gumaman itu. "Itu yang ingin ku tanyakan. Kenapa kau bisa ada di sungai Sarada?"

Mata Sarada membulat menatap Boruto tampak tertarik. "Namaku Sarada? Kau mengenalku?"

Kernyitan di dahi Boruto muncul kembali. "Kau berpura-pura hilang ingatan? Barusan kau bilang penampilan ku seperti Papamu. Berarti kan kau ingat punya Papa."

Sarada mengedip polos. "Semua orang kan punya Papa. Kau tidak bisa terlahir sendiri ke dunia ini tanpa orang tuamu."

Boruto ingin menepuk jidatnya saat Sarada berucap sepolos pancaran matanya. "Tapi tidak semua orang memanggil Papa kepada Otousannya."

Sarada memangut-mangutlan kepala. "Benar juga. Entahlah, aku hanya berucap spontan. Apa Papaku masih hidup?"

Boruto tak melihat kepura-puraan dari mata Sarada. "Kau sungguh hilang ingatan?"

Sarada mengangguk, kemudian menggeleng, kemudian mengangguk lagi. "Aku tidak tau. Tapi jika kau tau siapa aku dan aku tak mengingatnya. Kurasa iya, aku kehilangan ingatanku."

Wajah gadis itu berubah murung. Boruto entah harus ikut sedih atau senang mendapati keadaan Sarada.

Jika Sarada tak kehilangan ingatannya, dan bertemu dirinya dengan pikiran yang sudah terkontaminasi pengaruh Zeno. Boruto rasa dia tak akan mendapat momen berbicara dengan tenang bersama gadis itu.

Bahkan bisa jadi, Mereka harus saling menyerang untuk melindungi diri masing-masing. Memikirkannya saja membuat perasaannya menjadi berat.

Kashin Koji kembali membawa 3 cangkir ocha hangat. "Maaf menganggu nostalgia kalian. Tapi aku harus memberi taumu sesuatu, Boruto. Kita harus segera pergi besok pagi untuk menyelidiki.." Koji melirik ke arah Sarada yang terlihat mengawasinya dengan tatapan semurni udara itu . Namun dirinya tetap waspada, mendekatkan wajah ke Boruto dan berbisik. "Karma yang kau miliki."

21+ BorutoxSarada Fanfiction (Kumpulan Cerpen BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang