Sayembara Konoha Chap.2

851 61 0
                                    

Uzumaki Boruto mendelik kesal dengan kelambanan Kawaki yang terbang di belakangnya. Baik dulu ataupun sekarang, Kawaki bisa menjadi selamban siput jika sedang dalam mode malasnya.

"Cepatlah, Kawaki!" Serunya jengkel.

Kawaki kira mereka sedang apa?! Liburan? Jalan-jalan biasa? Boruto menggerutu. Laporan ini harus di serahkan pada Hokage secepatnya. Banyak negara yang lebih parah berdampak, hancur lebur, bahkan desa kecil yang punah akibat serangan Otsutsuki.

Akses itu harus segera di tutup permanen agar dunia mereka dengan dunia Otsutsuki berpisahan kembali.

Boruto tak ingin mengurusnya, dia sudah terlalu banyak mengurus urusan yang membuatnya meninggalkan desa. Pihak intelegen Konoha yang harus mengurus tugas ini selanjutnya.

Kawaki bersiul "Wajahmu sangat frustasi. Lebih dari saat awal kedatangan mu ke Konoha." Kata lelaki yang 3 tahun di atas Boruto itu dengan tampang mengejek.

Boruto melirik, Kawaki sudah menyadari wajah lelaki bersurai kuning itu memang tak bersahabat sejak hewan kuchiyose Boruto  memberi tau tentang apa yang di lakukan Naruto di Konoha.

"Kau sepertinya tak keberatan Otousan memilihkan wanita untuk kau nikahi." Selidik Boruto.

Kawaki menatap lurus ke depan dengan wajah datarnya. Sebagai anak yang berbakti dia akan selalu mengikuti keinginan Orang tua angkatnya itu. Tak peduli jika harus melompat dalam jurang sekalipun.

"Kenapa kau keberatan?" Kawaki bertanya sambil lalu. Tentu saja lelaki itu tau alasan sesungguhnya. Sepanjang 3 tahun dia 'memfitnah' Boruto. Ada seorang gadis yang mati-matian mempertaruhkan nyawa selalu bersuara lantang tentang kebenaran mengenai Boruto, tak peduli Kawaki mengancam nyawa gadis itu berkali-kali. Kawaki mendengus. Tentu saja, Gadis Uchiha satu itu tidak akan pernah tunduk semudah yang di harapkannya.

Kawaki yakin betul, Gadis itulah yang membuat Boruto uring-uringan saat ini. Lebih dari perintah Otousan mereka.

"Nanadaime pasti sudah bertanya pada Sarada lebih dahulu sebelum membuat pengumuman itu." Ujar Kawaki.

10 km lagi mereka sampai di perbatasan Konoha. Boruto tak mengurangi kecepatannya sama sekali. Kawaki susah payah mengimbanginya. "Dia mungkin menolak, Karena itu selebaran ini di buat." Lanjut Kawaki tak membantu Boruto sama sekali.

Boruto menggertakan giginya. Tangannya terkepal di samping tubuhnya.

"Karana itu, Ck. Menyebalkan." Seusai bergumam kesal Boruto menambah kecepatan terbangnya lagi. Dia ingin meminta penjelasan mengenai perjodohan kekanakan ini, Pada Otousannya juga pada gadis itu.

"Oiii... Aku tidak bisa secepat itu!!" Kawaki berseru kencang melihat Boruto melesat cepat bagai angin ribut. "Br*ngsek.."

*****

Uchiha Sakura mengalurkan chakra kehijauan yang berpendar pada lengan seorang Shinobi yang terjatuh dari konstruksi bangunan perumahan Konoha yang sedang di bangun.

"Untuk seminggu ini kurasa kau harus meminta Kiba memindahkanmu pada devisi kesehatan atau keamanan, Hiro-san." Ujar Sakura pada lelaki itu.

"Haik, Sensei. Terimakasih banyak." Lelaki itu merendahkan kepala memberi hormat sebelum pergi keluar dari tenda.

Sakura menghembuskan nafas lega. Itu pasien ke-35 nya siang ini. Tenaga medis sungguh sibuk pasca perang. Sakura tak terkejut mengingat dirinya sudah pernah melalui ini sebelumnya.

"Kenapa aku harus melalui ini lagi Kami-sama. Tubuhku remuk semua. akhh.." Sakura merenggangkan otot-ototnya yang kaku.

Saat akan mengistirahatkan diri di ranjang serbaguna yang ada di sudut ruangannya. Sarada masuk bersama Mitsuki membawa sebuah keranjang tanaman obat.

"Sarada ya?" Tanya Sakura memastikan, tubuhnya tetap di baringkan. Meluruskan sebentar tulang-tulangnya yang sudah terasa menua itu.

Sarada menghela nafasnya melihat kondisi memprihatinkan Mamanya.

"Kenapa Mama tidak bergantian shift dengan Sizune-san?" Tanya Sarada. "Mama tidak tidur dari semalam karena merawat pasien."

Sakura tersenyum tipis pada putrinya, melambaikan tangan seolah segala yang di laluinya masih terbilang mudah.

"Jangan hiraukan Mama," Kata Sakura.

Sedetik kemudian, Sakura tiba-tiba mendudukan diri, Menatap penuh selidik Sarada yang berdiri di depan ranjangnya. "Oh, Ada Mitsuki juga rupanya." Pekik Sakura saat melihat lelaki itu berdiri di depan pintu masuk dengan senyuman simpul.

"Apa kabar, Bibi Sakura." Sapa Mitsuki.

"Seperti yang kau lihat. Kau juga pasti sama sibuknya Mitsuki. Terimakasih sudah mengantarkan obat ini." Sakura tersenyum ramah begitu pula Mitsuki. "Oh Ya! Mama ingin bicara sebentar denganmu Sarada."

"Huh? Bicara tentang apa?" Sarada bertanya walau sebagian kecil hatinya merasa tau akan pembicaraan yang akan Sakura katakan. Diam-diam Sarada menghela nafas lelah.

"Aku akan menunggu di luar, Sarada, Bibi Sakura." Kata Mitsuki.

Melihat kerlingan di mata Sakura, Lelaki itu tau pembicaraan ibu dan anak itu merupakan hal privasi yang tak harus dirinya dengar.

Mitsuki tampaknya memiliki kepekaan tinggi seiring umurnya yang bertambah.

"Jadi," Sakura kini berdiri, bersidekap dada setelah Mitsuki keluar dari tenda.

Melihat tatapan menuntut Mamanya, Sarada yakin tebakannya memang benar. Mamanya itu pasti sudah bicara dengan keluarga Uzumaki tentang dirinya yang tampak tak tertarik pada seluruh pemilihan pasangan duo pangeran itu.

"Mama juga akan menyalahkanku?" Tanya Sarada mengembungkan kedua pipinya.

Sakura menggeleng. "Mama hanya khawatir kau mengabaikan dirimu."

Sarada manaikan sebelah alisnya menatap Sakura. "Apa maksudnya itu?"

Sakura tampak melemaskan bahunya, kembali duduk dengan nafas berat. "Apa yang membuatmu ragu saat Naruto menawarkanmu langsung soal pernikahan, Sarada?" Sakura membalas pertanyaan Sarada dengan pertanyaan baru. "Mama tau kau menginginkannya."

"Aku tidak.." Sarada tampak berfikir, "Aku tidak menginginkan pernikahan. Umurku baru saja menginjak 17." Sarada bersungut-sungut mengatakannya seakan itu argumen paling tak terbantahkan.

"Lalu kau akan baik-baik saja saat melihat dia yang juga masih 17 menikah dengan gadis lain?" Ucapan Sakura menohok Sarada. Wanita itu tampaknya tau betul bagaimana mengobrak abrik hati seorang Uchiha yang terkenal Tsundere. Mengingat Sakura telah  berpengalaman dengan salah satunya saat dia muda.

"Sarada.." Sakura menghela nafasnya lagi, Sarada tertunduk dengan raut menggelap. Tampak kalut dengan pikirannya sendiri. "Ada alasan kenapa Naruto begitu terburu-buru pada pernikahan ini. Kejadian beberapa bulan lalu membuat kami para orang tua berfikir, jika kami tidak selalu dapat melindungi kalian—

—Aku juga benci memikirkan bagaimana kau mempertaruhkan segalanya dan menjadi kesepian. Aku mempertaruhkan segalanya agar menarik Papamu dari rasa itu, kau pikir sebagai Mamamu, bagaimana perasaanku? Melihat putrinya berjuang seorang diri di masa kelam itu?" Sakura menatap lurus kedalam mata Sarada.

Wanita itu juga menepuk kedua pundak Sarada, menguatkan apapun kekalutan gadis itu. Sarada mendongak menatap mata emerald Mamanya.

"Dunia terlalu keras untuk di lalui sendirian. Kau dan Boruto akan lebih baik-baik saja jika melalui semua ini bersama, Salad." Kata Sakura lagi.

Sarada memejamkan matanya. Bujukan Mamanya mengenainya. Sekarang, Sarada seakan di paksa membayangkan kejadian yang masih di alaminya beberapa bulan lalu.

Bagaimana jika itu terjadi lagi?

Apa Sarada dapat bertahan jika dia mengalaminya sendirian?

Tanpa orang tuanya.

Juga... Tanpa Boruto.

Sarada termenung kembali.

Bersambung...

21+ BorutoxSarada Fanfiction (Kumpulan Cerpen BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang