Terasa lebih dingin dari biasanya malam itu.
Langit di atas kota dipenuhi awan hitam pekat, seolah menyembunyikan ancaman yang sedang merayap perlahan. Di antara bangunan-bangunan tua, di bawah sinar lampu jalan yang redup, San berjalan sendirian, tangannya tergenggam erat di saku jaket kulitnya. Matanya yang tajam menyapu setiap sudut gelap, merasakan energi yang bergejolak di udara. Ada sesuatu yang tidak beres malam ini, dan San bisa merasakannya jauh di dalam tulang punggungnya.
Langkahnya terhenti tiba-tiba ketika suara lembut namun penuh kekuatan muncul dari kegelapan.
“Kamu juga merasakannya, kan?”
San menoleh. Di hadapannya berdiri seorang pemuda dengan postur gagah dan mata tajam yang menyala di bawah sinar lampu jalan. Jongho. Dia mengenakan mantel hitam panjang yang melambai terkena angin malam, menambah kesan misterius dan berbahaya. Tapi San tahu, Jongho lebih dari sekadar penampilan. Ada kekuatan besar di balik mata dinginnya itu.
“Kekuatan gelap semakin kuat,” jawab San singkat, tak ingin membuang waktu dengan basa-basi.
Jongho mendekat, matanya tidak pernah lepas dari San. “Kita harus menghentikannya sebelum terlalu terlambat.”
San mengangguk. Sejak mereka bertemu beberapa bulan lalu, mereka berdua sudah mengetahui bahwa jalan mereka akan selalu berakhir di sini, melawan kegelapan bersama. Meskipun tidak banyak yang tahu tentang kemampuan mereka, mereka memahami bahwa mereka ditakdirkan untuk melindungi kota ini. Mereka juga tahu bahwa pertempuran ini bukanlah yang terakhir.
Saat mereka mulai melangkah bersama, getaran aneh terasa semakin kuat. Suara-suara dari kegelapan, bayangan yang bergerak cepat di antara gedung-gedung. San merasakan tubuhnya tegang, tetapi ada ketenangan yang dia rasakan ketika berada di dekat Jongho. Meskipun mereka berdua berbeda dalam banyak hal, ada harmoni yang terbentuk di antara mereka. Kekuatan mereka saling melengkapi.
“Kita sudah siap,” kata San pelan. “Tapi bagaimana denganmu? Apa kamu yakin bisa menahan kekuatan ini?”
Jongho menoleh, matanya memancarkan keyakinan yang tak tergoyahkan. “Aku sudah dilatih untuk ini seumur hidupku. Ini takdirku, San. Kita harus percaya pada diri kita sendiri.”
San tersenyum kecil. Itu yang selalu ia kagumi dari Jongho—kepercayaan dirinya, keberaniannya. Meskipun di dalam, San sering meragukan banyak hal, Jongho selalu menjadi yang pertama melangkah tanpa ragu. Dan itulah yang membuat mereka saling melengkapi.
Langkah mereka membawa mereka ke sebuah lapangan terbuka, di mana energi kegelapan berkumpul, menggetarkan udara di sekitar mereka. San bisa merasakan jantungnya berdetak cepat, adrenalin mengalir di setiap pembuluh darahnya. Tapi di sampingnya, Jongho tetap tenang, tatapannya terfokus ke depan.
“Kita harus menggabungkan kekuatan kita,” ujar Jongho, suaranya mantap. “Itu satu-satunya cara.”
San mengangguk, tapi kali ini ada sedikit keraguan. “Bagaimana jika kita gagal? Bagaimana jika...”
Sebelum San bisa menyelesaikan kalimatnya, Jongho meraih lengannya, mencengkeramnya erat. “Kita tidak akan gagal. Aku percaya pada kekuatanmu, San. Kamu harus percaya pada dirimu sendiri.”
San menatap mata Jongho yang serius, dan untuk sesaat, dunia terasa berhenti. Di tengah-tengah ancaman yang semakin dekat, ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka—sesuatu yang lebih dari sekadar kerja sama. San merasakannya, tetapi terlalu takut untuk mengakuinya. Namun, di balik tatapan Jongho yang intens, dia tahu Jongho juga merasakannya.
Keduanya mengangkat tangan mereka, bersiap untuk mengeluarkan kekuatan yang telah mereka latih. Sebuah cahaya terang mulai menyelimuti mereka, menciptakan aura yang berpendar di tengah kegelapan. Suara dentuman keras terdengar, dan dari kejauhan, bayangan hitam mulai menyerang.
“Sekarang!” Jongho berteriak, dan mereka berdua melepaskan kekuatan mereka secara bersamaan.
Gelombang energi yang dahsyat terpancar, menyebar dengan cepat, menghancurkan setiap bayangan yang mendekat. Langit yang tadinya kelam perlahan mulai terang, kegelapan yang menghantui kota mulai tersapu oleh cahaya kekuatan mereka. San bisa merasakan kekuatan dalam dirinya tumbuh semakin kuat, dan dia tahu, ini bukan hanya karena dirinya sendiri, tetapi juga karena Jongho yang ada di sisinya.
Ketika pertempuran berakhir dan kegelapan menghilang, mereka berdiri di tengah lapangan yang hening. Nafas mereka berat, namun mata mereka masih saling terkunci. Tanpa kata, mereka berdua tahu bahwa sesuatu telah berubah.
“Kita berhasil,” kata San pelan, suaranya terdengar serak.
Jongho mengangguk, tetapi ada keheningan yang berbeda dalam tatapannya. “Kita bukan hanya berhasil mengalahkan kegelapan.”
San merasa jantungnya berdetak lebih cepat lagi. “Apa maksudmu?”
Jongho mendekat, jarak di antara mereka semakin tipis. “Apa yang kita miliki ini, San... ini bukan hanya tentang kekuatan kita. Kamu tahu itu.”
San terdiam, membiarkan kata-kata Jongho meresap. Dia tahu. Sudah lama dia merasakannya, tapi selalu mencoba mengabaikannya. Sekarang, di tengah keheningan setelah pertempuran, tak ada lagi yang bisa disangkal.
“Kamu benar,” jawab San akhirnya, suaranya lirih. “Ini lebih dari sekadar kekuatan. Ini tentang kita.”
Jongho tersenyum, untuk pertama kalinya sejak pertemuan mereka, senyuman itu terasa lebih hangat, lebih dalam. “Kita akan terus bersama, San.”
Di bawah langit malam yang kini bersih dari kegelapan, San merasa hatinya tenang. Mereka telah melalui banyak hal, dan ini baru permulaan.
Mereka bukan lagi dua pemuda dengan kekuatan besar.
Mereka adalah dua hati yang telah menemukan satu sama lain di tengah-tengah pertempuran hidup mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456