Wooyoung dan San telah bersahabat sejak mereka kecil.
Mereka berbagi segalanya, mulai dari tawa hingga air mata.
Namun, belakangan ini, hubungan mereka mengalami ketegangan yang tak terduga.
Di sebuah kafe kecil yang terletak di sudut kota, Wooyoung duduk sendirian, menatap secangkir kopi di depannya. Hujan deras di luar jendela menambah suasana muram yang mengelilinginya. Dia terus memeriksa ponselnya, berharap mendapatkan pesan dari San.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," bisik Wooyoung pada dirinya sendiri. "Aku harus berbicara dengan San."
Pintu kafe terbuka, dan San masuk dengan jaket yang basah kuyup. Dia melihat Wooyoung dan berjalan mendekatinya dengan langkah berat.
"Maaf, aku terlambat," kata San sambil duduk di seberang Wooyoung. Suaranya terdengar lelah, dan ada bayangan di matanya yang tidak bisa diabaikan.
Wooyoung menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin kita bisa bicara."
San menghela napas panjang. "Aku tahu. Akhir-akhir ini, semuanya terasa begitu... berbeda."
Wooyoung menatap San dengan mata penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi, San? Mengapa kamu menjauh dariku?"
San meraih cangkir kopi di depannya, namun tidak meminumnya. "Aku... aku merasa terbebani dengan banyak hal, Wooyoung. Pekerjaan, keluarga, semuanya terasa terlalu berat. Aku tidak ingin kamu khawatir tentang aku."
Wooyoung merasakan rasa sakit menusuk hatinya. "Tapi, San, aku sahabatmu. Aku ingin ada di sana untukmu, melalui semua kesulitan. Mengapa kamu tidak memberitahuku?"
San menatap Wooyoung dengan mata yang penuh penyesalan. "Aku tidak ingin membebanimu dengan masalahku. Kamu selalu menjadi sumber kebahagiaanku, Wooyoung. Aku tidak ingin merusak itu."
Wooyoung menggenggam tangan San dengan erat. "San, kita sudah melewati banyak hal bersama. Jangan pernah berpikir bahwa kamu membebani aku. Aku ingin membantu, aku ingin mendukungmu. Tolong, jangan jauhi aku."
Air mata mulai mengalir di pipi San. "Aku merasa seperti aku mengecewakan semua orang, termasuk dirimu."
Wooyoung menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Tidak, San. Kamu tidak mengecewakan siapapun. Kamu hanya manusia, dan manusia kadang butuh bantuan. Aku di sini untukmu, apapun yang terjadi."
San terdiam sejenak, merasakan beban di dadanya sedikit berkurang. "Aku takut, Wooyoung. Aku takut kehilanganmu."
Wooyoung menarik San ke dalam pelukan hangat. "Kamu tidak akan kehilangan aku. Kita akan menghadapi ini bersama, seperti yang selalu kita lakukan."
Hujan di luar kafe terus turun, tetapi di dalam, suasana mulai mencair. Mereka berdua duduk dalam keheningan, saling merasakan kehangatan satu sama lain. San akhirnya merasa sedikit lebih tenang, sementara Wooyoung merasa lega bahwa dia akhirnya bisa mencapai sahabatnya.
Setelah beberapa saat, San berbicara lagi. "Terima kasih, Wooyoung. Aku merasa lebih baik sekarang. Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi aku akan mencoba untuk terbuka dan jujur tentang apa yang aku rasakan."
Wooyoung tersenyum, menyeka air mata dari wajah San. "Itulah yang aku inginkan. Kita tidak harus menghadapi semuanya sendirian. Kita punya satu sama lain."
Mereka menghabiskan sisa waktu di kafe itu dengan berbicara tentang segala hal, mulai dari masa lalu mereka hingga harapan mereka untuk masa depan. Hujan di luar terus turun, tapi di dalam, mereka merasakan kehangatan dan keintiman yang telah hilang selama beberapa waktu.
Malam itu, saat mereka berjalan pulang bersama di bawah payung yang sama, San merasakan beban di pundaknya berkurang. Dia tahu bahwa dengan Wooyoung di sisinya, dia bisa menghadapi apa pun yang datang. Dan Wooyoung, dengan hati yang penuh cinta dan pengertian, tahu bahwa mereka akan selalu saling mendukung, tidak peduli seberapa sulit jalan yang harus mereka lalui.
Keduanya berjalan perlahan di bawah rintik hujan, menemukan kekuatan baru dalam persahabatan mereka yang tak tergoyahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456