Yes, Sir

74 10 0
                                    

Empat bulan.

Itulah waktu yang telah dilalui San bekerja untuk Mingi. Empat bulan penuh siksaan. San tahu pekerjaan ini tidak akan mudah, tetapi bukan pekerjaan itu yang membuatnya tersiksa. Itu adalah Mingi sendiri. Mingi sangat suka menggodanya saat bekerja, terutama di depan orang lain. Terutama di depan para CEO besar dari perusahaan-perusahaan besar. Mingi tahu bagaimana cara membuat San merasa terpojok, dan itulah yang sedang dilakukannya sekarang.

San berdiri di sudut ruangan konferensi, berusaha menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Mingi, dengan senyum licik di wajahnya, sedang berbicara dengan seorang CEO terkenal, sesekali melirik ke arah San dengan tatapan yang jelas-jelas penuh dengan ejekan. San mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan diri.

"Mingi," panggil CEO itu, "tampaknya asistenmu sedikit tegang. Apakah dia baik-baik saja?"

Mingi tertawa kecil, matanya tidak pernah lepas dari San. "Oh, dia baik-baik saja. Dia hanya sedikit... sensitif hari ini. Bukankah begitu, brat?"

San merasakan pipinya memerah oleh rasa malu dan kemarahan yang bercampur aduk. "Yes, sir," jawabnya dengan suara yang dipaksakan tenang.

Setelah pertemuan selesai dan para tamu mulai beranjak pergi, Mingi mendekati San dengan langkah yang tenang namun penuh otoritas. "Kau tahu, San, kau harus belajar mengendalikan emosimu di depan orang lain. Itu bisa merusak citra kita."

San menatap Mingi dengan mata yang berkobar. "Kau tahu betapa sulitnya bagiku, sir, ketika kau terus-menerus menggodaku seperti itu."

Mingi menyeringai, mendekatkan wajahnya ke wajah San hingga napas mereka hampir bersentuhan. "Oh, aku tahu, brat. Aku tahu betul. Dan itu sebabnya aku melakukannya."

San mengepalkan tangannya lebih erat, merasa amarahnya semakin membara. "Mengapa kau melakukan ini padaku, sir?"

Mingi tertawa lagi, suara tawanya yang rendah dan dalam membuat San merinding. "Karena aku bisa, San. Dan karena kau membiarkanku."

Setelah kembali ke apartemen, suasana antara mereka berubah drastis. Mingi, yang biasanya penuh dengan sikap dominan dan menggoda, tampak lebih serius. "San, kemarilah," perintahnya dengan suara yang tak bisa ditolak.

San, dengan tubuh yang gemetar oleh campuran emosi yang berkecamuk, mendekati Mingi dengan langkah yang hati-hati. "Apa yang kau inginkan dariku, sir?"

Mingi mengulurkan tangan, menarik San mendekat hingga tubuh mereka bersentuhan. "Aku ingin kau belajar patuh, San. Dan malam ini, aku akan memastikan kau mengerti batasanmu."

San menelan ludah, merasakan ketegangan yang membara di udara. "Yes, sir."

Mingi membawa San ke kamar tidur, menutup pintu dengan lembut namun tegas. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan, brat. Berlutut."

San, dengan tubuh yang gemetar oleh campuran rasa takut dan gairah, berlutut di hadapan Mingi. "Yes, sir."

Malam itu, mereka memasuki dunia yang hanya mereka berdua yang mengerti. Mingi, dengan tangan yang tegas namun lembut, membimbing San melalui setiap sentuhan, setiap perintah, memastikan bahwa San memahami kedalaman dari batasan dan keintiman mereka.

Sentuhan Mingi yang kasar namun penuh kasih sayang, desahan San yang penuh dengan rasa sakit dan kenikmatan, membaur menjadi satu dalam simfoni yang hanya mereka yang tahu. Setiap perintah yang diberikan Mingi, setiap kata "brat" yang diucapkannya, membuat San semakin tenggelam dalam dunia yang penuh dengan gairah dan penyerahan.

Saat malam semakin dalam, dan mereka berdua mencapai puncak dari keintiman mereka, San merasakan sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar gairah. Dia merasakan cinta dan kepedulian yang tersembunyi di balik setiap perintah dan sentuhan Mingi. Dan dalam momen itu, dia tahu bahwa meskipun hubungan mereka penuh dengan dinamika yang kompleks, ada ikatan yang tak terputuskan di antara mereka.

Di akhir malam, dengan tubuh yang lelah namun hati yang penuh dengan kedamaian, San berbaring di samping Mingi, merasakan kehangatan yang hanya bisa ditemukan dalam pelukan kekasihnya. "Terima kasih, sir," bisiknya dengan suara yang lembut.

Mingi tersenyum, mengelus rambut San dengan lembut.

"Kau milikku, San. Dan aku akan selalu memastikan kau tahu itu."

Sanzzy Episode • All × SanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang