Kisah cinta Mingi dan San bermula di sudut-sudut gelap kota, di mana bayang-bayang malam menyembunyikan luka-luka yang tak terlihat.
Keduanya adalah jiwa-jiwa yang tersesat, mengembara dalam kekosongan yang tak bertepi, mencari secercah cahaya yang mampu menyembuhkan hati mereka yang bobrok. Pertemuan mereka bukanlah kebetulan, melainkan takdir yang mempertemukan dua hati yang patah, untuk saling menyatukan kepingan-kepingan yang telah lama hilang.
Malam itu, hujan turun deras membasahi trotoar yang kumuh. Mingi duduk di bawah kanopi toko yang sudah tutup, berusaha menghindari derasnya hujan. Matanya yang sendu memandang ke kejauhan, mencari sesuatu yang bahkan ia sendiri tak tahu. Ketika itulah San muncul, berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. Saat pandangan mereka bertemu, ada sesuatu yang tak terucapkan, seolah kedua hati itu mengenali satu sama lain dalam sekejap.
"Hei, boleh aku berteduh di sini?" tanya San dengan suara yang hampir tak terdengar di antara gemuruh hujan.
Mingi mengangguk pelan, memberikan ruang di sampingnya. Mereka duduk dalam diam, hanya suara hujan yang menjadi saksi bisu dari pertemuan mereka yang pertama. Tanpa sadar, kehadiran San membawa sedikit kehangatan dalam hati Mingi yang dingin.
"Namaku San," kata San akhirnya, memecah keheningan.
"Mingi," jawab Mingi singkat.
Hanya itu, hanya sebuah perkenalan sederhana.
Namun, perkenalan itu menjadi awal dari segalanya.
Hari-hari berikutnya, mereka mulai sering bertemu, entah di sudut kota yang sama atau di jalan-jalan yang sepi. Mereka berbagi cerita tentang luka-luka yang tak terlihat, tentang masa lalu yang kelam, dan tentang harapan yang nyaris padam.
"Kenapa kita harus hidup seperti ini?" tanya San suatu malam, ketika mereka duduk di atap gedung tua, memandang bintang-bintang yang tertutup awan.
Mingi menghela napas panjang. "Karena dunia ini kejam, San. Tapi mungkin, kita bisa menemukan kebahagiaan di antara reruntuhan ini."
San menatap Mingi dengan mata yang penuh harap. "Aku ingin percaya itu. Aku ingin percaya bahwa kita bisa bahagia."
Mingi tersenyum pahit. "Kita bisa, San. Selama kita bersama, kita pasti bisa."
Cinta mereka tumbuh di tengah kehancuran, seperti bunga yang mekar di antara reruntuhan bangunan. Mereka menemukan kekuatan dalam satu sama lain, mengisi kekosongan yang ada dalam hati mereka. Meskipun dunia seolah menentang mereka, mereka terus berjalan, saling mendukung dan saling mencintai.
Namun, kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Suatu malam, saat mereka berjalan pulang dari sebuah bar, sekelompok orang mendekati mereka dengan tatapan penuh kebencian. Mingi segera menyadari bahaya yang mengancam, namun sebelum ia bisa berbuat apa-apa, pukulan keras mendarat di wajahnya.
"Kenapa kalian harus bahagia sementara kami menderita?!" teriak salah satu dari mereka, suaranya penuh dengan kemarahan dan kebencian.
San berusaha melawan, namun jumlah mereka terlalu banyak. Mereka dipukuli hingga tak berdaya, tergeletak di jalan dengan luka-luka yang menganga. Dalam keadaan setengah sadar, Mingi merasakan tangan San yang menggenggam erat tangannya, seolah mengatakan bahwa mereka akan melewati ini bersama.
Pagi harinya, mereka ditemukan oleh seorang pejalan kaki yang kemudian membawa mereka ke rumah sakit. Luka-luka mereka perlahan sembuh, namun trauma yang mereka alami tetap membekas. Di tempat tidur rumah sakit, mereka saling menatap dengan mata yang penuh dengan tekad.
"Kita tidak akan menyerah, San. Kita akan terus berjuang," kata Mingi dengan suara yang parau.
San mengangguk, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak akan meninggalkanmu, Mingi. Apapun yang terjadi, aku akan selalu bersamamu."
Dan mereka pun terus berjalan, meskipun jalan yang mereka tempuh penuh dengan rintangan dan kesulitan. Cinta mereka menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan, membawa mereka melampaui batas-batas keputusasaan. Dalam kegelapan yang mengelilingi mereka, cinta itu adalah cahaya yang memandu mereka, menunjukkan jalan menuju kebahagiaan yang sesungguhnya.
Mingi dan San mungkin adalah jiwa-jiwa yang bobrok, namun cinta mereka membuktikan bahwa bahkan dalam kegelapan terdalam, masih ada harapan. Mereka menemukan bahwa kebahagiaan bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang menerima dan mencintai satu sama lain apa adanya.
Dalam cinta mereka, mereka menemukan kekuatan untuk melawan dunia, dan dalam cinta itu pula, mereka menemukan arti dari hidup yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456