Setelah San dan Yunho menikah, keduanya membahas masa depan.
“I think, kenapa kita ga adopsi anak dari panti asuhan?” usul Yunho, matanya bersemangat.
San tersenyum. “Great idea, kita bisa jadi ortu keren buat anak-anak yang butuh perhatian.”
Besoknya, dengan semangat yang tak kalah, San dan Yunho mengunjungi panti asuhan. Keduanya mencari anak yang paling membutuhkan kasih sayang.
Mereka berjalan di tengah-tengah ruangan panti, berbaur dengan suara tawa dan riuh rendah anak-anak. Matanya penuh harap saat melihat sekeliling, mencari tanda-tanda kecocokan dengan calon anak adopsi.
“Liat bocil yang lagi main puzzle di sana, keknya cocok banget deh,” usul Yunho, menunjuk seorang anak perempuan dengan rambut keriting.
San mengangguk setuju. “Iya, sama yang itu, yang lagi ngegambar. Kita bisa jadi ortu yang menyokong bakat anak-anak.”
Mereka mendekati kedua anak itu dengan senyum lembut. Yunho menyapa, “Hai, nama kamu siapa?”
Proses pemilihan anak pun dimulai, diwarnai oleh tanya jawab, tawa, dan tatapan hangat yang menjadi awal dari keluarga baru mereka.
San dan Yunho akhirnya memilih dua anak yang tampak begitu bersemangat dan ceria. Ahyeon, seorang anak perempuan dengan rambut keriting dan Sungchan, seorang anak laki-laki yang piawai dalam seni melukis.
“Kita pilih mereka berdua ya, keknya bisa jadi keluarga yang seru,” ucap San sambil tersenyum.
Yunho mengangguk setuju. “Setuju banget, kita bakal ngasih mereka kasih sayang dan support sebanyak-banyaknya.”
Anak-anak itu mendekati keduanya dengan wajah penuh kebahagiaan. San dan Yunho merangkul mereka erat.
“Kalian sekarang resmi jadi bagian dari keluarga kita guys,” sambut Yunho, sambil tersenyum lebar.
Mereka berempat meninggalkan panti asuhan, memulai petualangan baru sebagai keluarga yang bahagia dan penuh kasih sayang.
Ketika San dan Yunho membawa anak-anaknya pulang, suasana di rumah berubah riang. Mereka memasuki rumah dengan senyuman gembira, memperkenalkan setiap sudut kecil rumah yang akan menjadi tempat baru bagi anak-anak.
“Ini kamar kalian loh, bisa dekor sesuai selera kalian,” ujar Yunho, membuka pintu kamar yang dihiasi dengan warna-warna cerah.
Setelah itu, San menunjukkan dapur. “Ini dapur kita guys, kalo laper, bisa minta masakan apa aja. Aku sama Yunho bisa masak nih.”
Anak-anak dengan cekatan menjelajahi setiap ruangan, penuh antusiasme. San dan Yunho saling pandang, senang melihat keceriaan di wajah anak-anak.
“Jadi, gimana rasanya punya rumah baru?” tanya Yunho sambil tersenyum pada mereka.
Ahyeon tertawa. “Seru banget, om Yunho! Ini rumahnya bagus!”
San tersenyum bangga. “Kalian bisa anggap ini rumah kalian sendiri ya, selamat datang di keluarga kita!”
“Kalo minta nganggep rumah sendiri kesannya bukan rumah sendiri,” tanggap Yunho.
“Lah terus aku kudu ngomong apa?”
“Ini rumah kalian, gitu.” Yunho mengoreksi.
San menatap datar. “Ya udah iya.”
Beberapa hari berlalu, rumah itu terasa seperti rumah sungguhan bagi San, Yunho, dan anak-anak mereka. Pagi itu, mereka berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama.
“Hari ini ada rencana apa guys?” tanya Yunho sambil menuangkan jus buah.
Sungchan dengan senyum lebar menjawab, “Bisa kita main game bareng kelar sarapan, om?”
San tertawa. “Pasti, kita bisa bikin turnamen game keluarga!”
Setelah sarapan, mereka berkumpul di ruang tengah, penuh semangat untuk sesi game bersama. Tawa riang dan suara percakapan penuh kehangatan menggema di rumah mereka.
Yunho menyadari betapa berarti momen ini baginya. Dia memandang San, lalu anak-anak yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga kecil mereka. Dalam hati, Yunho bersyukur atas kebahagiaan yang kini menghiasi setiap sudut rumah.
Suasana di rumah semakin akrab seiring berjalannya waktu. Suatu sore, Yunho duduk di ruang tengah, tersenyum ceria. Dia memanggil anak-anak.
“Hei guys, ada yang mau aku tanyain,” ujar Yunho diikuti dengan senyuman hangat.
Ahyeon tertawa. “Ada apa om?”
Yunho mengambil napas dalam-dalam. “Boleh ga kalian panggil aku ... papa?”
Ahyeon dan Sungchan saling pandang, kemudian tersenyum. “Bisa, papa!”
San tidak mau kalah. “Aku juga punya permintaan nih guys, apa kalian bisa panggil aku mama?”
Anak-anak tertawa senang. “Pasti, mama!”
Ruang tengah dipenuhi tawa riang, sambil mereka saling memeluk. Momen itu menjadi titik awal dari panggilan akrab yang menghangatkan hati, menciptakan kedekatan yang semakin dalam di dalam keluarga mereka.
Meskipun kebahagiaan di rumah itu tampak sempurna, namun suatu hari, Ahyeon menunjukkan sikap yang cemberut setelah pulang dari sekolah.
“Ada apa, sayang?” tanya Yunho, mencoba memahami ekspresi Ahyeon.
Bocah itu menghela napas. “Tadi di sekolah temen-temen aku ngerumpiin, bilang anak adopsi itu beda.”
San menatap anak-anak dengan serius. “Kenapa beda? Keluarga adalah keluarga, apa pun asal-usulnya.”
Namun Ahyeon tetap terlihat ragu. Konflik pun muncul, menguji kedekatan mereka sebagai keluarga angkat. San dan Yunho berusaha memberikan pengertian dan dukungan, sambil berharap dapat mengatasi perasaan Ahyeon dan menjaga keharmonisan di rumah.
Beberapa hari berlalu, suasana di rumah masih tegang. San dan Yunho berusaha keras untuk membuat Ahyeon merasa lebih nyaman. Suatu malam, mereka duduk bersama di ruang tengah.
“Sayang, kita mau ngomong sesuatu nih,” ujar San dengan lembut.
Ahyeon menoleh, menunjukkan ekspresi yang masih penuh keraguan.
“Kita ga peduli dari mana asal kalian. Yang penting, kita satu keluarga yang saling sayang,” tambah Yunho, mencoba merangkulnya.
San menambahkan, “Kalo ada masalah atau unek-unek yang pen kamu ceritain, mama sama papa selalu ada buat dengerin, oke?”
Ahyeon mengangguk pelan, mengisyaratkan bahwa dia mulai merasa lebih nyaman. Meskipun konflik datang, kedua pria itu bersama-sama berkomitmen untuk mengatasi dan memperkuat ikatan keluarga mereka, menunjukkan bahwa cinta dan kebersamaan adalah yang terpenting.
Malam itu, San dan Yunho memutuskan untuk mengadakan sesi keluarga yang santai. Mereka memilih film komedi yang lucu dan menyenangkan untuk ditonton bersama-sama di ruang keluarga.
Sambil menikmati film, suasana menjadi lebih ringan, tawa anak-anak pun terdengar. Kedua pria itu menyadari bahwa melibatkan anak-anak dalam momen kebersamaan bisa menjadi solusi untuk meredakan ketegangan.
“Hey guys, gimana kalo kita bikin rencana seru buat weekend ini?” tanya Yunho, berusaha mengalihkan perhatian.
Sungchan menyahut, “Yeay! Kita bisa pergi ke taman bermain atau ke pantai.”
San tersenyum. “Ide bagus! Kita bisa piknik bareng. Gimana, sayang?” tanyanya pada Ahyeon.
Ahyeon tersenyum. “Taman bermain atau pantai keknya asik juga ma, pa.”
Rencana akhir pekan itu menjadi pemicu kembali kebahagiaan di rumah, membuktikan bahwa kebersamaan dan cinta adalah kunci mengatasi setiap konflik dalam keluarga angkat mereka.
Dan sekarang, mari kita koreksi frasa itu.
Mereka adalah keluarga utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456