San menatap cincin di tangannya, cahayanya berkilauan memantulkan sinar matahari pagi yang mengintip dari balik tirai.
Sebuah senyuman tak dapat ia tahan dari merekah di bibirnya saat melihatnya.
Cincin itu, dengan berlian kecil yang tersemat di tengahnya, merupakan simbol janji yang telah lama ia dambakan dari Wooyoung, kekasihnya. Wooyoung seharusnya melamarnya beberapa hari yang lalu.
Namun, sesuatu telah terjadi.
Ingatan San kembali ke malam itu, ketika mereka duduk berdua di bawah langit malam yang dihiasi bintang-bintang. Wooyoung tampak gelisah, tangannya yang biasanya begitu mantap kini gemetar. San tidak bisa melupakan tatapan mata Wooyoung yang dipenuhi dengan perasaan cinta dan ketidakpastian.
"San, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan," kata Wooyoung malam itu, suaranya terdengar serak oleh emosi yang tertahan.
San tersenyum, memegang tangan Wooyoung dengan lembut. "Katakan saja, Woo. Aku selalu di sini untuk mendengarkan."
Wooyoung menarik napas dalam-dalam, matanya menatap lurus ke dalam mata San. "Aku ingin kau tahu betapa aku mencintaimu. Lebih dari apa pun di dunia ini."
San merasakan hatinya berdebar lebih cepat. "Aku juga mencintaimu, Woo. Apa yang ingin kau katakan?"
Wooyoung tersenyum samar, kemudian merogoh saku jaketnya.
Namun, sebelum ia sempat mengeluarkan sesuatu, suara keras dari kejauhan mengganggu momen mereka. Sebuah kecelakaan mobil, diikuti oleh teriakan dan suara sirene yang segera mendekat.
Wooyoung berdiri dengan cepat, melepaskan genggaman tangannya dari San. "Aku harus pergi. Ada kecelakaan. Aku harus membantu." Sebagai seorang dokter, panggilan untuk menolong adalah sesuatu yang tidak bisa ia abaikan.
San mengangguk dengan berat hati, melihat Wooyoung berlari menuju sumber suara.
Malam itu berakhir dengan San yang duduk sendirian, cincin yang seharusnya diberikan Wooyoung masih tersembunyi di dalam saku jaket kekasihnya.
Sekarang, dengan cincin itu akhirnya di tangannya, San merasa campuran antara kebahagiaan dan kesedihan. Wooyoung telah pulang dengan selamat malam itu, tetapi momen lamaran yang diimpikannya telah tertunda.
Namun, San tahu bahwa cinta mereka tidak ditentukan oleh satu momen saja, melainkan oleh banyak momen kecil yang mereka bagikan setiap hari.
San menggenggam cincin itu erat-erat, memutuskan untuk memberikan kejutan pada Wooyoung.
Saat malam tiba, ia menyiapkan makan malam istimewa di apartemen mereka. Lilin-lilin berkerlip di meja makan, aroma masakan yang harum memenuhi ruangan.
Ketika Wooyoung pulang, kelelahan tampak di wajahnya, tetapi senyum kecil muncul saat melihat usaha San. "Apa ini? Ada apa dengan semua ini?"
San tersenyum, matanya bersinar penuh cinta. "Aku hanya ingin merayakan sesuatu yang spesial. Duduklah, Woo."
Mereka makan malam bersama, berbincang-bincang tentang hari mereka, tawa mereka memenuhi ruangan.
Setelah makan malam, San memegang tangan Wooyoung dan membawanya ke balkon, di mana bintang-bintang bersinar terang di atas mereka.
"Wooyoung, ada sesuatu yang ingin aku katakan," kata San dengan suara lembut.
Wooyoung mengangguk, matanya menatap San dengan penuh cinta dan penasaran. "Apa itu, San?"
San mengeluarkan cincin dari sakunya, menunjukkan pada Wooyoung. "Malam itu, kau tidak sempat memberikannya padaku. Jadi, sekarang aku yang akan melakukannya. Wooyoung, maukah kau menikah denganku?"
Wooyoung terdiam sejenak. "San, tentu saja aku mau. Aku mencintaimu lebih dari apa pun."
San memasangkan cincin itu di jari Wooyoung, lalu mereka berciuman di bawah cahaya bintang.
Dan di malam yang penuh keajaiban itu, San dan Wooyoung merayakan cinta mereka yang tak tergoyahkan, dengan janji-janji yang mengikat mereka selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456