Malam telah merayap ke seluruh sudut kota, menyelimuti apartemen Wooyoung dengan kesunyian yang hanya dipecahkan oleh suara gemuruh kendaraan dari kejauhan.
Di dalam, Wooyoung berdiri dengan ponsel yang bergetar di tangannya, napasnya terengah-engah oleh keterkejutan yang baru saja melanda hatinya.
"Kau melakukan apa!?" teriak Wooyoung dengan nada yang tidak bisa menyembunyikan campuran kemarahan dan keheranan. Di seberang telepon, San menghela napas panjang, mencoba meredam ketegangan yang jelas terasa.
"Aku... berhubungan dengan bosku malam sebelum aku mendapatkan pekerjaan ini," jawab San, suaranya rendah namun jelas. "Aku tahu ini salah, tapi saat itu, aku tidak berpikir panjang."
Wooyoung merasakan jantungnya berdetak lebih kencang, tangannya gemetar oleh emosi yang meluap-luap. "San, bagaimana bisa kau melakukan sesuatu seperti itu? Apa yang kau pikirkan?"
San di seberang telepon terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku... aku hanya merasa putus asa saat itu. Aku butuh pekerjaan ini, dan ketika kesempatan itu muncul, aku mengambilnya tanpa berpikir."
Wooyoung mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar, mencoba meredakan kemarahan yang semakin membakar. "Kau tahu betapa pentingnya kejujuran bagi kita, San. Dan kau memilih untuk tidak memberitahuku tentang ini?"
"Aku tahu, Wooyoung," jawab San dengan nada penuh penyesalan. "Aku salah. Aku seharusnya memberitahumu sejak awal. Tapi aku takut... takut kau akan marah dan kecewa."
Keheningan yang tegang menggantung di antara mereka, mengisi ruangan dengan aura yang berat. Wooyoung akhirnya menghela napas panjang, mencoba mengendalikan dirinya. "Aku akan pulang sekarang. Kita perlu bicara langsung."
San menunggu dengan cemas di apartemennya, berjalan mondar-mandir dengan pikiran yang berkecamuk.
Ketika pintu akhirnya terbuka dan Wooyoung masuk, atmosfer berubah menjadi lebih tegang. Tatapan Wooyoung tajam, penuh dengan campuran emosi yang sulit dibaca.
"Jelaskan semuanya," kata Wooyoung, suaranya rendah namun tegas. "Aku ingin tahu seluruh ceritanya."
San menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. "Aku berada di bar, dan bosku saat itu juga ada di sana. Kami mulai berbicara, satu hal membawa ke hal lainnya, dan sebelum aku menyadarinya, kami... bersama. Keesokan harinya, dia menawarkan pekerjaan itu padaku."
Wooyoung mendengarkan dengan cermat, matanya tidak pernah lepas dari San. "Dan kau menerimanya, tanpa berpikir tentang konsekuensinya?"
San mengangguk pelan, matanya dipenuhi rasa bersalah. "Aku tahu ini salah, Wooyoung. Tapi aku benar-benar butuh pekerjaan itu."
Wooyoung menghela napas panjang, mencoba meresapi semua informasi yang baru saja didengarnya. "Ini bukan hanya tentang pekerjaan, San. Ini tentang kepercayaan. Kau seharusnya memberitahuku."
San maju selangkah, mencoba mendekati Wooyoung. "Aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak ingin menyembunyikan apapun darimu. Tolong, beri aku kesempatan untuk memperbaiki ini."
Wooyoung menatap San dengan mata yang penuh dengan campuran emosi. "Kita akan membicarakan ini lebih lanjut. Tapi malam ini, aku butuh waktu untuk merenung."
Namun, saat malam semakin larut dan mereka berdua duduk di sofa dengan keheningan yang berat, sesuatu yang tak terduga terjadi. Gairah yang tersembunyi di balik kemarahan dan penyesalan mulai menghangatkan suasana. San, yang merasa begitu dekat namun begitu jauh dari Wooyoung, meraih tangan kekasihnya, merasakan kehangatan yang masih ada di antara mereka.
Wooyoung, yang merasakan sentuhan lembut San, akhirnya membiarkan dirinya merasakan emosi yang lebih dalam. "San," bisiknya, "kita perlu lebih dari sekadar kata-kata untuk memperbaiki ini."
San mengangguk, matanya penuh dengan tekad. "Aku akan melakukan apapun untuk memperbaiki ini, Wooyoung. Aku janji."
Malam itu, di bawah sinar lampu yang remang-remang, mereka menemukan cara untuk mengatasi rasa sakit dan kekecewaan mereka. Sentuhan mereka menjadi lebih dari sekadar ungkapan cinta; itu adalah cara untuk menyembuhkan luka yang baru saja terbuka. Dengan hati yang masih penuh dengan penyesalan dan cinta yang tak tergoyahkan, mereka menghabiskan malam dengan gairah yang membara, mencari pengampunan dalam keintiman yang mendalam.
Di tengah ruangan yang remang-remang, suara desahan mereka bercampur dengan detak jantung yang berdetak cepat. Setiap ciuman, setiap sentuhan menjadi cara untuk menghapus rasa sakit dan membangun kembali kepercayaan yang telah rusak. Dan dalam keheningan malam itu, mereka menemukan kedamaian yang hanya bisa ditemukan dalam pelukan satu sama lain.
Saat pagi menjelang, mereka berbaring bersama, tubuh mereka terjalin dalam kehangatan yang mendalam. Wooyoung, dengan suara yang lembut namun penuh ketegasan, berbisik di telinga San. "Kita akan memperbaiki ini. Bersama."
San mengangguk, matanya penuh dengan rasa syukur. "Aku tahu. Dan aku tidak akan mengecewakanmu lagi."
Dan dalam keheningan pagi yang tenang, mereka menemukan kekuatan untuk memulai kembali, membangun hubungan mereka dengan cinta dan kepercayaan yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
FanfictionSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456