San duduk di tepi tempat tidur, menghela napas panjang dengan rasa kecewa yang menggantung di udara. Hari ini adalah hari jadi mereka yang keempat, dan sepertinya Wooyoung sama sekali tidak ingat. Tidak ada pesan, tidak ada telepon, bahkan ketika mereka bertemu tadi pagi di dapur, Wooyoung hanya tersenyum tipis, menggumamkan selamat pagi tanpa ada tanda-tanda bahwa dia mengingat hari istimewa ini.
San menatap jam di dinding. Hampir jam delapan malam. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan perasaan terluka yang mulai membesar di dadanya. Wooyoung sudah pergi sejak siang, mengatakan ada sesuatu yang perlu ia lakukan. Dan San hanya bisa berdiam di apartemen mereka yang sepi, berharap setidaknya ada secercah harapan bahwa Wooyoung tidak benar-benar melupakan mereka.
Tanpa sadar, San meneteskan air mata. Kenangan tentang tahun-tahun sebelumnya muncul di pikirannya: kencan makan malam yang manis, kejutan-kejutan kecil yang membuatnya tersenyum, pelukan hangat di akhir hari yang melelahkan. Semuanya tampak begitu jauh sekarang.
Ponselnya tiba-tiba bergetar. Ada pesan dari Wooyoung. "Tunggu aku di rumah. Jangan pergi ke mana-mana." San mengernyit, bingung. Ia ingin mengabaikan pesan itu, namun ada rasa penasaran yang mendorongnya untuk menunggu. Apa yang Wooyoung rencanakan?
Satu jam kemudian, San mendengar pintu depan terbuka. Langkah Wooyoung terdengar ringan, hampir tergesa. San berdiri, menunggu di ambang pintu kamar tidur, hatinya berdebar tidak karuan.
Wooyoung muncul di depan pintu, tersenyum lebar. "Maaf membuatmu menunggu," katanya, suaranya penuh antusiasme.
San menghela napas, menahan rasa marah yang mulai membara di dalam dirinya. "Apa kau ingat hari ini?" tanyanya dengan suara pelan, mencoba tetap tenang.
Wooyoung mendekat, masih tersenyum. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya—sebuah kotak kecil yang dibungkus rapi dengan pita merah. "Tentu saja aku ingat," katanya lembut. "Bagaimana mungkin aku lupa hari jadi kita?"
San menatap kotak itu, lalu menatap Wooyoung, matanya berkaca-kaca. "Kau… kau ingat?" bisiknya, hampir tidak percaya.
Wooyoung tertawa kecil, mengulurkan kotak itu padanya. "Aku bukan orang bodoh, San. Aku hanya ingin memberikanmu kejutan yang lebih istimewa tahun ini."
Dengan tangan gemetar, San menerima kotak itu. Ia membuka bungkusnya perlahan, mengungkap sebuah kalung perak yang indah dengan liontin berbentuk hati. Di bagian belakang liontin, terukir inisial mereka berdua.
Air mata San tumpah tanpa bisa ditahan. "Wooyoung… ini indah sekali," katanya dengan suara tercekik.
Wooyoung menarik San ke dalam pelukannya, mencium puncak kepalanya dengan lembut. "Aku mencintaimu, San. Lebih dari apa pun di dunia ini," bisiknya.
San membalas pelukan itu erat, merasakan kehangatan tubuh Wooyoung yang membuatnya merasa aman. Namun, ada sesuatu yang lain dalam pelukan ini—sesuatu yang lebih dalam, lebih mendesak. Wooyoung perlahan melepaskan pelukan mereka, menatap San dengan mata yang penuh gairah.
“Dan sekarang,” kata Wooyoung dengan nada rendah yang penuh hasrat, “aku ingin menunjukkan betapa istimewanya kamu bagiku.”
San merasakan gelombang panas mengalir di seluruh tubuhnya saat Wooyoung mencium bibirnya dengan lembut, tetapi penuh keinginan. San membalas ciuman itu dengan semangat yang sama, merasakan rasa lapar yang sama tumbuh dalam dirinya.
Wooyoung mendorong San perlahan ke tempat tidur, tubuh mereka bersatu dalam gelora yang tak terbendung. Tangan Wooyoung mulai menjelajahi tubuh San, menyentuh setiap inci kulitnya dengan sentuhan yang membuat San bergetar.
"Wooyoung..." San mendesah di antara ciuman mereka, tubuhnya mulai bergeliat dengan gairah yang tak tertahankan.
"Shhh..." Wooyoung berbisik, suaranya penuh dengan kegairahan. "Biarkan aku membuatmu merasa istimewa malam ini."
Dengan satu gerakan halus, Wooyoung membuka pakaian San, mengungkap tubuh kekasihnya yang bergetar. Ia mulai menciumi leher San, menuruni tubuhnya dengan penuh kasih, membuat San menggeliat di bawah sentuhannya.
Wooyoung melanjutkan perjalanannya ke bawah, bibirnya meninggalkan jejak api di kulit San, sampai akhirnya ia mencapai tujuannya. Dengan perlahan, Wooyoung mulai memberikan San perhatian yang membuat napasnya terengah-engah, tubuhnya menegang karena kenikmatan yang semakin membesar.
San mengerang, tubuhnya melengkung ke atas saat Wooyoung terus mempermainkannya, membawa San ke tepi kenikmatan yang tak terduga. Wooyoung melakukannya dengan sempurna, membuat San merasakan setiap sensasi yang ada.
Dan ketika akhirnya San mencapai puncaknya, ia merasakan ledakan kenikmatan yang memenuhi seluruh tubuhnya. Wooyoung segera menyusul, bergabung dengan San dalam ledakan gairah yang membuat mereka berdua terengah-engah.
Setelahnya, mereka berbaring bersebelahan di tempat tidur, napas mereka masih terengah-engah. Wooyoung memeluk San erat, mencium keningnya dengan lembut. “Selamat hari jadi, sayang,” bisiknya.
San tersenyum, menatap Wooyoung dengan mata yang penuh cinta. “Terima kasih, Wooyoung. Ini adalah hari jadi terbaik yang pernah ada.”
Mereka berdua terdiam, menikmati kehangatan tubuh satu sama lain, dengan janji untuk selalu mengingat hari ini—hari ketika cinta mereka diperbarui dengan cara yang paling indah dan penuh gairah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sanzzy Episode • All × San
Hayran KurguSanzzy: a pun intended from Snazzy bottom!San / San centric Drabble collection; around 500 words/chapter May contains mpreg ©2020, yongoroku456