Sinar matahari menerobos masuk melalui cela jendela yang tertutup tirai.
Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatan.
Tanganya takbisa bergerak bebas karena tersambung dengan selang infus.
Matanya melirik setiap sudut ruangan.Rumah sakit. Hal yang pertama ia sadari.
Otaknya kembali berpikir kenapa dia bisa sampai dirumah sakit?
Terbesit kilasan bayangan tadi malam, tanganya terangat menyentuh bibir bawahnya.
Sakit dibibirnya sudah hilang, tapi sakit dihatinya tidak mudah hilang.
Bagaimana perlakuan adiknya membuat dia membencinya.
Pintu terbuka, muncul kedua orang tuanya.
Bunda menghampiri anak perempuan satu-satunya."Audi, kamu udah bangun, bunda enggak tau kalau tadi malem kamu lagi sakit, jadi bunda gak jagain kamu, untung aja ada temen yang nolongin kamu. Maaf ya?!" sesal bunda, bunda terus mengusap kepala audi, sesekali mencium keningnya.
Ayah berdiri disamping bunda, "gimana keadaan kamu sekrang?"
"A-aku.." ucapan audi berhenti saat melihat pintunya terbuka.
Billy masuk kedalam membawa keranjang makanan berisi roti untuk sarapan audi.
Jantung audi berdebar kencang saat melihat billy berjalan mendekatinya.
Melihat billy seperti ini membuat audi ketakutan.
Ntah bagaimana billy terlihat mengerikan. Dan audi benci hal ini.
"Pergi!" Teriak audi. Bunda dan ayahnya memandang kaget, begitupun billy.
"Sa-sayang, siapa yang kamu suruh pergi?" Tanya bunda.
Billy semakin mendekat.
"Aku bilang pergi!!" Audi mulai memberontak.
Ayah memegang tangan audi untuk menahanya.
Bunda yang khwatir menjadi begitu ketakutan.
"Audi, tenang nak!!" Ucap ayahnya. Namun audi semakin meraung menyuruh billy pergi.
Bukanya pergi, billy malah mendekati audi dan mencoba menggapainya.
Prang.
Keranjang yang dibawa billy terjatuh akibat ulah audi.
"Kamu pergi dari sini, aku ga mau liat muka kamu lagi!!" Teriak audi. Billy menatap tak percaya atas ucapan yang terlontar dari kakanya.
Rasa ngilu dihatinya menjalar keseluruh organ tubuh lainnya, bahkan untuk digerakpun sulit.
Ayah, membawa billy keluar dari kamar. Menyuruhnya menunggu diluar, sementara ayah memanggil dokter.
Audi masih menangis terisak saat suster dan dokter memeriksanya.
"Apa yang kamu rasakan? Dimana yang sakit?" Audi mencampakan semua pertanyaan yang dilontarkan oleh dokter. Mulutnya bisu untuk berbicara, yang terdengar hanya isakan tangisnya.
Dokter takbisa berbuat apa-apa disaat pasien seperti ini.
"Sebaiknya kita biarkan anak anda istirahat, biar kita bicara diruangan saya." Ucap dokter.Suster memberikan suntikan obat penenang membuat audi perlahan hilang kesadaran dan memejamkan matanya.
Diruang dokter, kedua orang tua audi menunggu penjelasan hasil pemeriksaan anaknya.
Dokter terlihat bingung dengan hasil yang dia dapatkan."Dokter, bagaimana keadaan anak kami?" Ayah mulai angkat bertanya.
"Menurut hasil pemeriksaan, keadaan anak kalian baik-baik saja. Tapi..." dokter menggantungkan ucapanya
"Tapi apa dok?" Ayah mendesak dokter untuk berbicara.
"Akhir-akhir ini dia seperti banyak pikiran, disitu kita menemukan kelainan."
Ayah dan bunda diam dengan jawaban dokter.
"Apa anak kalian memiliki masalah berat?" Tanya dokter."Sepertinya tidak, tapi dia tadi.." bunda berpikir kembali untuk mengatakan kejadian sebelumnya.
"Kenapa?" Tanya dokter.
"Tadi dia histeris saat melihat adik laki-lakinya, dan menyuruhnya pergi." Tuntas ayah.
"Apa mereka memiliki masalah?" Tanya dokter.
"Namanya adik-kaka, mereka hanya memiliki masalah sepele yang lumrah dalam hubungan persodaraan."
Jawa bunda."Bisa kita panggil anak ibu yang laki-laki?"
Dokter menyarankan."Biar saya panggil dok!"
Ayah beranjak untuk memanggil billy.
Awalnya billy tak mau untuk ikut masuk ke dalam ruangan dokter, tapi karena penasaran dengan keadaan audi akhirnya dia ikut masuk.
"Billy, coba kamu ceritakan kenapa kaka kamu tadi mengusir mu? Kalian punya masalah apa?"
Bunda bertanya langsung saat billy sudah duduk diantara mereka.Billy diam, merasa takut harus menjawab apa.
Mana mungkin dia menjawab.
Kakanya benci pada dirinya karena adik kurang ajarnya telah menciumnya.Tidak.bisa-bisa dia langsung diusir dari rumah oleh orang tuanya.
"Tidak ada masalah apa-apa, bun" jawab billy mencoba menyembunyikan kegugupanya.
"Lalu kenapa?" Bunda merasa belum puas dengan jawaban anak laki-lakinya.
"A-aku.. enggak tau bun"
Billy gugup mendapat tatapan tajam dari ayahnya."katakan bil!" Suruh ayah.
"Tenang sebentar" dokter melerai disuasana tegang.
"Mungkin kaka mu memiliki trauma dengan kamu, sehingga dia ga mau ketemu kamu!"
Tuhan bantu aku. Billy berdoa dalam hati.
"Sebenarnya.." billy menggantungkan ucapanya, ketiga orang itu mulai penasaran, billy pun tidak yakin akan mengatakan hal ini.
Tapi apa lagi yang harus dia lakukan, selain berkata pada mereka."Sebenarnya apa?" Desak bundanya.
"Sebenarnya audi marah karena aku numpahin minuman ke bajunya kemarin," billy terpaksa berbohong.
"Kenapa dia bisa semarah itu?" Bunda bertanya seperti tak percaya.
Billy menarik napasnya lagi untuk melakukan kebohongan kedua. "aku mengejeknya dihadapan teman-temanya, karena itu dia marah. Audi menangis dan pingsan"
"Ya ampun.. anak-anak!!" Bunda memijat pelipisnya.
"Maaf bun" billy mengakhiri ucapannya.
"Jadi sebaikanya begini saja, biarkan anak ibu beristirahat, sepertinya dia kelelahan, yang kami takutkan anak ibu mengalami setres jika dipaksa. Dan untuk kamu, adik yang nakal, jangan ganggu kaka mu dulu!" Dokter laki-laki itu tersenyum kearah billy, meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa.
Ya semoga tak terjadi apa-apa. Semoga kakanya tidak berubah jadi membencinya.
Billy menghembuskan napas berat, ternyata berbohong pada orang tuanya membuatnya detak jantungnya seperti dibawa lari maraton.
**
Jangan lupa vote. Atau komen ya !!
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
FanfictionAudi Marissa : "Jangan sampai aku jatuh cinta pada dia, Dia itu adik ku" Billy Davidson : "Sebenarnya aku ingin mengatakan aku menyukai mu tanpa harus memanggil mu , kaka"