Part 39

2.2K 144 8
                                    

Langkah lebar membawa mereka lebih jauh.
Audi terus merutuki kesialannya.
Pegangan billy dilengan audi membuat audi meringis.
Upayanya untuk pergi menjadi sia-sia, audi bisa merasakan detak jantungnya yang seperti dibawa lari maraton setelah lama tentram. Karena pertemuannya lagi dengan billy.

"Lepasin gue!" Teriak audi, namun kakinya mengikuti kemana billy melangkah.

"Sakit tau. Loe emang ga punya perasaan."

Billy berhenti berjalan tanpa diduga membuat audi menabrak punggu billy didepanya.

"Lo bilang gue ga punya perasaan?" Kini mereka telah berhadapan.

"Iya. Tangan gue sakit gara-gara lo tarik, dasar ga punya pe-"

Billy menarik tangan audi membuat audi berada di dekapannya. Telinga audi tepat berada didada bidang billy. Membuat dia bisa mendengar detak jantung billy yang bergemuruh. Sama gemuruh dengan jantungnya.

Setelah sadar audi menarik diri menjauh dari pelukan billy.
Mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menormalkan keadaanya sendiri.

"Lo bilang gue ga punya perasaan? Lalu ini apa?" Tunjuknya pada hati sendiri.

Audi gelagapan.

"Detak jantung gue aja tau kalau perasaan gue cuman buat lo, audi."

"Tapi itu salah. Semuanya salah. Ga seharusnya lo suka sama gue. Lo tau semua yang lo lakuin udah ngehancurin semuanya. Perasaan lo itu merupakan dosa dalam diri lo. Kita ini sodara, Tuhan pasti marah karena perasaan kita terlarang."

"Lalu siapa yang ciptain perasaan gue kalau bukan Tuhan? Gue sayang sama lo, itu karena kehendak Tuhan yang ciptain perasaan gue."

Audi diam, mencerna dengan baik kata-kata adiknya. tapi tetap saja mereka bersodara, rasa cinta mereka terlarang.

"Tapi lo harus sadar kalau kita ga mungkin bersama. Biarin gue cari ketenangan disini, lo ga perlu datang buat nemuin gue lagi, lo selalu hancurin perasaan gue."

"Gue mau lo pulang."

"Gue ga mau pulang." Sebelum perasaan gue sendiri kembali membaik. Lanjutnya dalam hati.

"Kenapa? Apa karena lo mau ngehindari dari gue terus menerus, lo pikir gue gabisa nemuin lo. Apa lo masih marah karena gue cium lo."

Plak.

Suara tamparan itu menggema ditelinga billy, pipinya terasa panas.

"Ga seharus lo bicara itu sama kaka lo, bil."
Lirih audi meninggalkan billy. Namun sebelum audi lebih jauh billy kembali berbicara.

"Bunda sakit." Audi terdiam.

"Bunda sakit karena selalu mikirin lo. Dia terlalu sedih lo pergi dari rumah." Billy berjalan, memeluk audi dari belakang.

"Lo boleh benci sama gue, lo boleh pura-pura ga liat gue, asalkan lo pulang. Bunda butuh lo." Bisik billy tepat disamping telinga audi.

Suara serak billy membuat audi merinding, mendadak kakinya melemas. Selalu, billy bisa melakukan apa saja terhadapnya.
Audi melepas lengan billy yang melingkar diperutnya. Tanpa berkata apa-apa dia meninggalkan billy.

Audi ingin sekali menghilangkan perasannya, audi ingin membiarkan rasa sayang yang tumbuh dihatinya terhadap billy hanya perasaan sayang seorang kaka pada adiknya, bukan perasaan sayang seorang perempuan pada laki-laki yang berambisius ingin saling memiliki.

Audi kembali ke rumah nenek, memikirkan kondisi ibu nya yang sakit membuat dada nya semakin sesak.
Udara segar perkebunan tak membantu pernapasan audi dengan baik.

Audi akan kembali, demi ibu nya.

Esok pagi, suara tangis nenek menggema di ruang makan setelah audi berkata akan kembali pulang kejakarta.
Alasanya, audi sudah banyak tertinggal pelajaran disekolah, tanpa memberi tahu keadaan ibu mereka yang sakit, karena tak mau membuat nenek dan kakek nya khwatir juga.

Audi selesai mengemas barang nya untuk dibawa pulang. Nenek masih saja menangis saat membantu audi sampai selesai. Sementara Billy sudah menunggu di teras rumah ditemani kakek.

Mobil yang ditumpangi merekapun melaju meninggalkan perkarangan rumah nenek. Dari arah belakang, seseorang yang sedang mengayuh sepedahnya terlihat tergesa-gesa ingin mengejar namun kecepatan sepedahnya tak sebanding dengan kecepatan kendaran mobil.

"Nek, audi mau kemana?"

"Dia harus pulang lagi ke jakarta, nak azof."

Azof turun dari sepedahnya dan membiarkan sepedah itu terjatuh.

"Dia ga pamit ya sama kamu? Mungkin buru-buru. Klo mau, nenek ada nomer tlfn dia. Kamu bisa nlfn dia."

Azof menggeleng, merasa putus asa untuk kedua kalinya. Kepulangan audi kejakarta sekarang mengingatkan azof saat pertama kali audi pindah ke jakarta. Azof selalu terlambat. Seseorang menepuk bahu azof dari belakang, membuat sadar dari lamunanya.

"Masih ada aku, azof." Suara fita mampu menenangkan perasaan azof.

Sepertinya azof memang harus menerima kepergian audi lagi. dan terbiasa dengan bersama fita.

Sementara keadaan audi dan billy masih dilanda galau berlebihan. Sepanjang perjalanan keheningan mengisi waktu mereka.
Audi kembali kejakarta, mereka akan tinggal satu rumah lagi, setiap hari mereka akan bertemu, dan lagi lagi hati mereka yang berkorban. Hati mereka tak boleh dimainkan, hati mereka harus menerima kenyataan, meskipun billy bisa saja pura-pura lupa kalau mereka sodara. Atau kalau audi mau tetap tinggal, billy harus mengikuti cara kerja audi. Berpura-pura tak memiliki perasaan cinta yang ingin dimiliki.

**

Haii gue update, gue pengen banget cepet sampe ke ending cerita ini :( rasanya lama banget gue ngerjain ni cerita. Padahal udah ada ide cerita baru muncul . Jadi harus di simpen dulu deh sebelum cerita ini kelar.
Moga-moga aja bisa cepet update tiap hari dan bisa selesaiin dengan cepat.
Maaf klo ada typo. Ditunggu vote sama komentarnya.Gue ga tau meski bilang apa lagi biar ada keikhlasan kalian kasih vote dan berkomentar.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang