Billy menarik badan audi kepelukannya. Ingin Meredakan suara isakan tangis dari bibir audi. Tanganya mengusap punggung audi agar memberi kekuatan, memberi tahu jika ia bersamanya.
"Shht.. udah jangan nangis!" Ucap billy terdengar lirih.
"Kita pulang ya?" Ajak billy lalu membawa audi memasuki mobilnya. Untungnya setelah mereka memasuki mobil, isakan audi berhenti dan digantikan keheningan panjang selama perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah, billy langsung masuk kedalam kamarnya, billy curiga audi akan memberinya pertanyaan mengenai perkelahian ini.
Tepat setelah billy berbaring dikasurnya, audi masuk kedalam kamar membawa beberapa kotak obat dan baskom kecil.
"Aku gak bisa lupain kalau kamu punya luka di sudut bibir kamu." Ucap audi menjawab tatapan keheranan billy, refleks billy menyentuh sudut bibirnya yang sedang berdenyut sakit.
Billy tersenyum meskipun senyum kecil karena Audi peduli terhadapnya.
"Sini, biar aku bersihin luka kamu." Mereka duduk ditepi kasur saling berhadapan.
"Ini keterlaluan." Ucap Audi setelah beberapa detik diam. Billy meringis menahan sakit.
"Sebenarnya ada masalah apa antara kamu sama Aga, Bil?" Tanya audi.
"Aw. Pelan-pelan!" Billy menghiraukan pertanyaan audi.
"Billy jawab aku!!!" Billy terperanjat sesaat lalu mundur agak menjauh mendengar jeritan audi.
Billy diam. Bingung harus menjawab apa.
"Apa terjadi sesuatu sebelum aku datang dikehidupan kalian?"
Billy masih bergeming, belum mau menjawab pertanyaan perempuan dihadapannya, membuat audi menatap tajam kearahnya. Detik selanjutnya, audi bangkit menyimpan kain kecil yang tadi digunakan untuk membersihkan darahnya.
Kini ia melihat kearah luar dari jendela kamar. Membuat billy merasa bersalah.
Billy ikut berdiri disamping audi, merapatkan jarak mereka.
"Apa?" Tanya audi ketus. "Aku gak akan bicara sebelum kamu ceritakan yang terjadi." Lalu audi kembali membawa peralatan P3K dan ingin keluar. Namun, billy dengan cepat menahannya.
"Tunggu, aku mau bicara."
Audi bergeming.
"Kamu janjikan gak akan ninggalin aku?"
Diam. Audi secara tidak sadar menahan napasnya, sebelum tangan billy mengusap pipi kanannya.
"Aku takut kamu pergi ninggalin aku demi laki-laki- yang namanya udah ga mau aku sebutin- aku mohon jangan!!"
"Shht..." jari telunjuknya disentuhkan kebibir billy agar dia diam. Audi menggeleng,
"Kamu jangan bicara seperti itu, aku janji, bagaimanapun akhir hubungan kita - aku, akan selalu disamping kamu. Karena cinta kita ini kuat. Bahkan kita bisa melawan takdir hubungan kita."Billy memejamkan matanya sesaat sebelum menghembuskan napas secara perlahan.
"Sekarang, kasih tau aku apa alasan dari sikap kamu yang benci sama Aga, dan karena apa kalian berkelahi?!"
"Aku gak berkelahi, dia yang mukul aku lebih dulu."
"Ya, dan kamu membalas memukulnya! Itu namanya kalian berkelahi."
"Tolong jangan sebut 'kata' itu."
"Kenapa?"
Audi bisa melihat guratan kecemasan dan kesedihan dari wajah billy, sebenarnya ada apa? Batin audi.
"Dulu, aku pacaran dengan Ichel" Sial. audi berdecak dalam hati, kenapa harus nama wanita itu yang lebih dulu disebutkan.
Namun audi jadi penasaran . Ntah siapa yang membawa lebih dulu, mereka kembali duduk ditepi kasur dan saling berhadapan.
"Baru satu hari kita pacaran, si berengsek secara terang-terangan menyatakan cintanya pada Ichel."
Audi menyimak dengan baik cerita masa lalu yang dikatakan billy.
"Ichel menolak, dengan berkata dia telah berpacaran dengan aku." Billy diam, seolah membawa dirinya kembali kebagian masa lalunya dengan memejamkan matanya sebentar, "lalu?" Tanya audi tak sabaran.
"Si brengsek itu menjadi murka, selain ditolak dihadapan semua siswa, dia merasa kalah dengan ku, karena dimatanya, aku hanya adik kelas."
Audi meremas tangan billy yang ada digenggamannya.
"Aga - siberengsek itu - datang kekelas dan membuat keributan. Dia memukul tapi aku tidak melawan, hingga saat ntah pukulan keberapa, seseorang menahan tangannya tanpa memperdulikan akibatnya, Aga semakin murka dan mendorong keras orang yang dibelakangnya membuat orang itu terpental kebelakang, semua menjerit saat mendengar benturan keras. dan setelah itu Ichel tak sadarkan selama empat hari."
Audi menutup mulut dengan tangannya, merasa terkejut.
"Ichel yang nolongin kamu?" Tanyanya tak percaya.
"Iya. Ichel harus dirawat dirumah sakit, sementara kedua orang tuanya membuat laporan kesekolah, Aku dan Sibrengsek itu hampir dikeluarkan dari sekolah, beruntung saat itu Ichel sadar dari koma nya, dan mencabut laporan tersebut. Tapi, dia memutuskan hubungan kami, dia memilih keluar dari sekolah demi kebaikan kita semua."
"Si brengsek semakin brengsek, dia selalu memainkan hati perempuan. Dan bangga jika sudah mematahkan hati perempuan tersebut. Sekarang, kamu yang jadi sasarannya, Audi."
Audi terisak, mulai meneteskan airmatanya, alasan billy membenci aga cukup bisa ia terima. Ternyata aga bukan lah laki-laki yang baik, aga tidak bisa memainkan nya lalu mematahkan hatinya.
"Aku gak mau kejadian dulu terulang, demi tuhan aku ga akan rela kalau kamu jatuh kepermainannya." Billy memeluk badan audi yang kini mulai bergetar.
"Brengsek, dia memang keterlaluan." Gumam audi kesal. "Aku janji bakalan buat dia nyesel karena udah mukulin kamu.." audi menangis semakin keras. Seolah meraskan sakit yang diderita billy.
"Kamu gak perlu lakuin apa-apa, cukup menjauh dari dia. Dan aku bakalan lindungin kamu. Aku janji."
Audi semakin mengeratkan pelukannya, membenamkan wajah yang basah karena air mata kedalam dekapan billy.
"Takdir kita memang salah. Tapi aku percaya, Tuhan punya alasan atas perasaan kita. Karena setiap cinta kita perlu melewati rintangan untuk menuju kebahagian."
"Aku tau, yang jelas aku mencintai mu, Bil."
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
FanfictionAudi Marissa : "Jangan sampai aku jatuh cinta pada dia, Dia itu adik ku" Billy Davidson : "Sebenarnya aku ingin mengatakan aku menyukai mu tanpa harus memanggil mu , kaka"