Epiloge

3.5K 141 35
                                    

Aku berjalan menulusuri lorong rumah sakit tanpa memperdulikan keadaan ku yang terlihat kacau, seandainya aku mempunyai cara agar bisa melesat cepat untuk sampai diruangannya, akan segera aku lakukan.

Tapi, jangankan memiliki kekuatan untuk melesat, untuk berdiri saja kaki ku rasanya sulit, dan lebih sialnya lagi karena mimpi itu membuatku takut.

Aku takut jika aku sampai disana, dan keadaanya sama persis dengan mimpi yang aku alami, aku bisa saja mati berdiri.

Sesampainya didepan pintu kamarnya langkah ku berhenti. Aku tidak langsung membuka pintunya karena sudah ku bilang, aku takut.

Aku menutup kedua mataku dan mengambil pasokan udara untuk paru-paruku. Aku berdoa, semoga dia baik-baik saja. mimpi itu, jangan sampai jadi kenyataan.

Aku membuka kedua mata ketika mendengar pintu didepan ku terbuka, menampakan ayah yang baru keluar dari ruangan dan ayah menangis.

Ya Tuhan! Aku langsung memeluknya, menangis dalam pelukannya, aku tidak menyangka jika mimpi itu jadi nyata. Billy sudah meninggal dan itu pasti membuat ayah menangis. Kenapa aku harus meninggalkanya disaat terakhir?

"Ayah," aku terisak, dan aku bisa merasakan pelukan ayah semakin erat. Kami sama-sama berpelukan dengan erat untuk menyalurkan kekuatan. tapi meskipun begitu kesedihan ini tidak bisa hilang.

Aku akan merindukan adik ku yang harusnya sekarang bisa jadi kekasih ku seandainya dia masih hidup.

"Billy, nak.." ayah bersuara dan aku seakan menulikan telingaku, aku tidak sanggup mendengarnya, cukup dalam mimpi aku kehilanganya jangan dalam sadarku juga.

"Aku udah tau ayah, aku nggak sanggup, hiks.." aku mengeratkan pelukanku tak peduli jika baju yang ayah pakai telah basah karena air mataku.

Ayah melepaskan pelukanya dan memegang kedua bahuku.

"Kamu udah tau?" Tatapan ayah tak bisa aku baca. Aku mengangguk dan ayah kembali memeluk ku. Didalam pelukanya aku kembali menangis.

"Aku bermimpi ayah," suaru ku parau karena terlalu lama menangis. "Aku mimpi dia sadar dari koma, dan dia.."

"Iya sayang ia, dia sudah sadar dari komanya dan dia sekarang,"

"Ayah kenapa harus secepat ini?"
Aku teriak dihadapan ayah membuatnya terkejut. Kesedihan ku mengambil alih emosi dalam diriku. "Kenapa dia harus pergi secepat ini ayah??"

"Audi! Apa yang kamu bicarakan?" Ayah mengguncangkan bahuku, "Siapa yang telah pergi?"

Aku terdiam. Memikirkan ucapan ayah ku.

"Didalam mimpi ku, seperti itu ayah." Gumam ku.

"Mimpi apa yang kamu alami sehingga kamu sedih seperti ini, hah?" Nada bicara ayah berubah sedikit tinggi, dan aku mejadi terbata-bata untuk bicara.

"A-aku, aku bermimpi dia telah meninggalkan kita."
Ayah tergelak mendengar ucapan ku, apa aku salah bicara ?

"Ayah, aku mimpi dia meninggalkan kita karena dia,"

"Sayang!" Ayah memotong ucapanku, "dengerin ayah! Billy memang sudah sadar dan dia didalam sedang ditemani bunda."

Aku berkedip beberapakali mendengar kabar ini.
Apa ucapan ayah hanya halusinasi ku?

"Sekarang masuk lah, dan temui dia, dari tadi dia menunggu kamu, sayang."

"Ayah.. ma-maksudnya, billy masih hi-hidup?"
Aku tau jawaban ayah setelah melihatnya tertawa bukan menangis.

"Iya sayang, billy masih ada bersama kita, dan dokter bilang keadaanya jauh lebih baik."

Syukurlah.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang