Part 42

2.3K 133 10
                                    

"Yah, ini sih mobilnya harus diservice dulu, den." Ucap mang dadang.

"Iya gpp, mang. Aku bisa naik mobil lain."

"Mobilnya tinggal sisa satu, den. Yang biasa dipakai non audi."

"Oh.. iya mang. Mang dadang, bawa mobil ini kebengkel."

"Iya den."

Billy kembali masuk kedalam rumah.

"Bun, aku berangkat!" Ucap audi.

"Ka, mau berangkat sekolah ya?" Tanya Billy saat melihat audi telah membawa tas nya.

"Iya lah masa kaka kamu mau berangkat ke kantor." Jawab bunda, setelah ada jeda lama.

"Nebeng ya! Mobil aku harus diservice, ka."

"GAK!" Jawab audi singkat dan cepat, audi melewati billy dengan sengaja dia mendorong bahu billy.

Billy tersenyum tipis melihat bunda.
"Aku naik taxi aja, bun. Aku berangkat dulu!" Ucap billy tak mau melihat bunda nya lebih bersedih.
Bunda menahan lengan billy membuat billy menghentikan langkahnya.

"Ada apa, bunda?"

"Bunda, minta tolong sama kamu, bil. Apapun kesalahan kamu, bunda harap kamu minta maaf sama kaka kamu. Bunda pengen liat kaka kamu bisa maafin semua kesalahan kamu, dan kalian.. bisa berdamai. Tolong Bil." Bunda memohon agar billy dan audi berdamai.

Billy mengangguk, "iya bun. Aku berangkat, takutnya telat."

Selama pelajaran, billy tak fokus dengan apa yang dikatakan guru, pikiranya sibuk memikirkan keadaan bunda dan cara agar audi berhenti bersikap seperti tak mengenalinya.

Marcell menyikut lengan billy dengan sikutnya.
"Bil!!" Bisik marcell.

"Hm." Jawab billy bergumam tanpa menoleh.

"Jangan ngelamun terus, bego."
Billy mengacuhkan.
"Itu guru killer liatin lo mulu, dilempar papan tulis tau rasa lo" ucap marcell.

Billy berdecak, "mana bisa papan tulis dilempar. Emang guru kita samson dari betawi."

Tak!

Satu pena yang dilempar guru mereka didepan mengenai dahi marcell yang tak memiliki salah apa-apa.

"Aduhhh!" Marcell meringis, billy yang dipinggirnya menahan tawa.

"Jangan mengobrol disaat pelajaran saya." Ucap Pak Memet, guru matematika.

"Iya pak!" Jawab marcell mau tak mau.

Bel pelajaran terakhir yang ditunggu setiap siswa akhirnya berbunyi nyaring.

"Lo yang salah gue yang kena imbasnya. Ini ga adil." Gerutu marcell menyalahkan billy.

"Bodo amat. Amat aja ga bodo kaya Lo."

"Ish. Lo emang temen yang ga berguna, sana lo pergi!" Usir marcell. Meskipun begitu billy tau temanya hanya bercanda. Mereka berjalan keluar kelas secara bersamaan.

"Mobil lo mana?" Tanya marcell setelah sampai diparkiran.

Billy berpikir sejenak.
"Ini saat nya. Bro, lo pulang sana! Gue masih ada urusan." Ucap billy tanpa menunggu balasan marcell.

"Audi, kita berangkat ke cafe barenga aja ya!" Febby berdiri merapihkan baju seragamnya terlebih dulu sebelum keluar kelas.

"Boleh. Ayo! Nanti cafe nya keburu penuh, ga ada tempat duduk kosong."

"Bentar dulu! Seragam gue berantakan banget nih."

"Gue tunggu diluar ya!" Audi berdiri lalu berjalan keluar kelas.

"Kita harus bicara!" Ucap billy yang sudah ada didepan kelas audi.

"Gue ga ada waktu."

"Sekarang atau lo bakalan nyesel." Ancam billy.

"Gue ga ada waktu buat bicara sama lo." audi berbalik bermaksud meninggalkan billy.

"Please, kita cuman butuh waktu sebentar aja." Billy memohon, matanya berbinar, pegangan dilengan audi begitu erat dan hangat.

"Yuk, di, gue udah si.." febby berhenti diambang pintu saat melihat ada dua orang diluar.

Detak jantungnya berdebar kencang melihat audi bersama billy.

"Ka-kalian lagi apa?" Tanya febby. Audi melepas tangan billy dari lengannya saat billy sedang lengah.

"Ayo feb, kita udah telat." Ajak audi.

"Ya tuhan, dia makin ganteng."

Tanpa sadar, febby bergumam dengan nada yang masih terdengar orang lain. apalagi audi yang kini ada didepanya.

"Audi, gue peringatin sekali lagi sama lo. Kalau enggak, lo bakal liat bunda terus nangis."

Deg.

Mendengar nama bunda nya disebut, audi berhenti.

Audi berbalik menatap billy, disebelahnya feby yang juga berbalik badan, meremas ujung seragam milik audi. Febby begitu gugup melihat sosok laki-laki yang tampan bak dewa didepannya.

"Sebentar aja." ucap billy penuh permohonan.

"Feb, hari ini ga jadi ke cafe gpp kan? Gue ada urusan sama dia." Ucap audi memohon pengertian temanya.

Cafe bernuansa moderen yang selalu memainkan musik yang sedang hitz dikalangan anak muda, begitu ramai diisi pengunjung. Billy dan audi mendapati kursi bagian pojok dari cafe ini, tanpa basabasi billy mulai pembicaraan.

"Apa lo ga pernah tau keinginan bunda?"
Tanya billy, audi diam.

"Bunda pengen banget liat kita damai, audi." Ucap billy penuh arti.

"Hah! Bunda, bunda, bunda terus yang jadi senjata lo, bil. Sampai kapan sih lo pake bunda buat jadi tameng hidup lo." Audi melipat kedua tanganya didepan dada.

"Gue enggak jadiin bunda tameng, ini beneran. Bunda selalu nangis tiap ngeliat sikap kita yang bermusuhan."

"Terus ini salah siapa? Gue? Setelah apa yang terjadi, gue harus gampang maafin lo? Apa gue harus lupain semua gitu aja. Lo mikir dong, semua yang lo lakuin sama gue itu yang ngebuat sikap gue, benci sama lo."

"Iya, iya gue yang salah. Tapi seenggaknya jangan nunjukin sikap benci lo depan bunda."

"Gue bukan lo yang jago bersandiwara. Udah cukup selama ini gue diem ngadepin perasaan terlarang lo sama gue."

"Hah, bukanya lo selama ini bersandiwara juga? lo ga mau akui perasaan lo sendiri 'kan? Lo juga suka sama gu.."

"Cukup! jangan pernah bermimpi. Lebih baik gue pulang. Karena ga ada gunanya kita bicara."

"Ka! Gue bakalan lakuin apa aja asalkan lo mau maafin gue!" Ucap billy menahan langkah pergi audi.

"Apa aja?" Tanya audi seakan memiliki tujuan tertentu.

"Asalkan kita bisa damai depan bunda."

Audi tersenyum licik, "lo harus jalan dengan temen gue." Ucap audi, menyusun kembali rencana awalnya.

"Jalan ke mall?"

"Dan Lo , harus pacaran sama dia."

Billy menatap audi tak percaya. "Gimana bisa gue jadian sama orang yang bahkan enggak gue sukai."

"Lo harus belajar cintai dia."

"Cinta itu hati. Bukan stir mobil yang bisa diarahin semau lo. Kalau gue bisa, gue sendiri yang akan memilih dengan siapa gue harus jatuh cinta tanpa terluka."

Audi tak berkutik.

"Sekarang, tanpa aturan apapun, kita pulang. Dan tunjukin sikap baik sama bunda." Tutur billy tak bisa dibantah.

Sesampainya dirumah, sebelum audi keluar dari mobil, audi mencekal lengan billy, lalu berkata;
"Gue serius, lo harus tau ketulusan temen gue mencintai, lo."

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang