Entahlah sejak beberapa hari ini Adil lumayan tak sabar menunggu weekend pertama di bulan Juli. Ini jelas lantaran kesepakatan yang dia lakukan bareng Lintang untuk berkunjung ke markas Karachi FC. Setiap pagi sebelum sarapan dia kerap menelepon Lintang, menceritakan kerinduannya akan lapangan bola dan suasana di rumah Karachi FC. Lintang selalu jadi pendengar setia. Dia tahu sejak kesepakatan itu tercetus, Adil menjadi pria yang cerewet.
Akhir pekan pertama bulan Juli datang bersama awan-awan di langit Karachi. Ini berbeda dengan langit saat Jumat kemarin. Barangkali setelah sekian lama terjebak dalam musim panas, cuaca Karachi ingin bersua awan. Adil dan Lintang menumpangi bus jurusan Saddar Town. Lokasi yang tak begitu jauh dari Jamshed Town membuat mereka hanya butuh setengah jam untuk sampai ke tujuan.
"Aku sudah tak sabar, Lintang," tutur Adil di dalam bus. "Kadang rindu bisa membuat siapa saja jadi kehilangan kesabaran."
"Hahaha," Lintang tertawa. "Kau sekarang seperti anak kecil."
"Anak kecil?"
"Ya, menjadi tidak sabaran. Salah satu sifat alamiah anak kecil memang demikian. Selalu kurang sabar dengan apa yang telah dijanjikan kepadanya. Mereka kadang bisa menangih-nagih hingga janji itu terwujud atau terlaksana."
"Kau bisa saja." Adil merapatkan jaraknya dengan Lintang. "Kau tahu, sampai detik ini aku masih tak percaya sudah empat tahun aku menggantung sepatu. Sejak masuk tim Karachi muda, aku tidak pernah berpikir kapan berhenti dari bola. Meski sudah lama meninggalkan lapangan, kurasa aku masih ingat cara menggiring bola, melakukan passing, mengontrol bola dan mengecoh lawan."
Mereka tiba di markas Karachi FC saat suhu udara nyaman di kulit.
Markas Karachi FC adalah sebuah sport complex yang berdiri di lahan luas. Kawasan ini dikelilingi pagar-pagar besi. Sport complex ini memiliki gedung utama yang menjulang. Gedung utama difungsikan untuk mengurusi seluruh keperluan tim mulai dari adminitrasi, pelaporan, humas dan segala hal. Di salah satu ruangan gedung ini disediakan fasilitas gym lengkap. Sebelah kiri gedung utama, ada kolam renang dengan kedalaman dua meter. Gedung asrama khusus pemain berada sekian meter dari gedung utama. Para pemain akan tinggal di asrama selama weekday, mereka diizinkan pulang jika weekend tiba. Menghadap asrama yang jauhnya 50 meter terdapat lapangan berumput. Ukuran lapangan ini setengah dari luas lapangan internasional. Lintasan joging juga tersedia di sepanjang bibir lapangan. Ada tribune dengan dua anak tangga yang melilingi lapangan. Area inilah merupakan tempat latihan rutin anak-anak Karachi FC.
Sebuah tulisan Karachi Football Club yang tercetak di tengah dinding gedung utama menyambut mereka. Adil mendongak mengamati tulisan itu. Rasa-rasanya baru kemarin dia berada di sini. Tapi segalanya terlihat berubah. Warna cat gedung lebih cerah, pohon-pohon banyak tumbuh di sekitar. Halaman depan markas pun sudah berubin.
Adil belum menurunkan pandangannya. "Tulisan itu tak sebesar ini, saat aku dan tim meninggalkan markas menuju Quetta demi laga semifinal Pakistan National Championship 2014," kenang Adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)
General FictionSuatu masa, saat melupakan menjadi takdir yang tak kau sukai *** Adil tak pernah tahu, bahwa cinta akan menyapanya secepat itu. Tapi yang dia yakini, bahwa perempuan bernama Lintang bukanlah belahan jiwanya. Ayesha-lah wanita yang dia tunggu. Sa...