Chapter Fifteen [A]

5K 296 42
                                    

Kertas-kertas menumpuk di meja kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kertas-kertas menumpuk di meja kamar. Sejak tadi Navid sibuk memeriksa halaman per halaman. Isi kertas-kertas itu memuat sejumlah aturan kontrak yang nanti menjadi acuan dasar kerja bersama pihak distributor. Kontrak ini memang harus diteliti sebelum dia kembali ke Peshawar.

Navid memeriksa poin-poin penting dan mencermati klausul yang diajukan distributor.

Sekian menit berikutnya, Fokus Navid terbagi. Ponselnya yang berada di meja bergetar. Pria itu melirik layar telepon genggam. Nama Paman Emran (Ayah Ayesha) muncul. Navid segera mengangkat.

"Assalamualaikum, Navid," suara Paman Emran terdengar di ujung telepon.

Navid membalas salam, lalu menyelidik, "Kok mendadak telepon, Paman?"

"Hanya ingin tahu perkembangan pekerjaanmu, Vid. Apakah lancar?"

"Lumayan, Paman," sahut Navid. "Tinggal beberapa kontrak yang mesti aku beresi. Mungkin dua atau tiga hari lagi selesai."

"Paman senang mendengarnya."

"Alhamdulillah, semua terbantu, juga berkat Ayesha."

"Bagus kalau Ayesha turut memudahkan perkerjaanmu. Jadi bagaimana hubungan kalian?" tanya Paman Emran kemudian.

"Hubungan?" nada suara Navid memelan. Dia mengerti arah pembicaraan Paman Emran yang mendadak berubah. Sebetulnya selain mengurusi pekerjaan, kedatangannya ke Jamshed Town punya misi khusus. Untuk mendekati Ayesha. Ayah dan Paman Emran bahkan menjadi orang yang paling kuat mendorongnya melakukan ini. Lumrah jika saat ini Paman Emran menanyakan hubungannya dengan Ayesha. "Baik, sangat baik," tutur Navid lanjut.

"Syukurlah. Trus kapan balik ke Peshawar?"

"Kalau urusan kontrak selesai, kemungkinan minggu ini."

Usai sambungan telepon berakhir, Navid terdiam sesaat. Pria itu melepas kacamata, dia memandangi isi meja dengan fokus blur. Pria itu lantas mengukur sudah sejauh mana tahap pendekatan yang dia lakukan bersama Ayesha. Rasa-rasanya baru sampai antar-mengantar. Haruskah ada tahapan lebih maju dari itu?

Pria itu bangkit dari kursi. Sepertinya dia butuh air putih.

***

"Masih banyak yang harus diselesaikan?" tanya Lintang begitu mendekati Ayesha di kamarnya. Sahabatnya itu tengah menghadapi laptop dan tumpukan buku di meja. Lintang bermaksud mengajak Ayesha keluar, berbelanja keperluan mingguan. Lintang memegang pundak Ayesha lembut. "Jangan terlalu keras memeras otak."

"Aku harus menyelesaikan ini secepat mungkin."

Lintang memantau isi microsoft word di layar laptop. "Ini proyek dari Profesor Tariq?" wanita itu menebak. Memang belakang ini Lintang mendengar kabar kalau proyek karya ilmiah fakultas tahun ini, jatuh kepada Ayesha. Menjadi salah satu mahasiswi cerdas tentu hal ini tidak mengherankan.

Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang