Keluar dari restoran, isi pikiran Ayesha disesaki beberapa pertanyaan. Apakah benar rindu menjadi alasan Adil ke perpustakaan? Tapi bagaimana itu bisa terjadi? Ingatan di kepalanya sudah lenyap, amat mustahil jika Adil kangen akan tempat yang paling sering dia kunjungi di kampus. Memori Ayesha lalu otomatis melayang ke perpustakaan–ke sebuah meja yang menghadap jendela di bagian rak manajemen. Dia mengingat-ingat situasi, di mana Adil menjadi partnernya bertukar informasi selain sekumpulan buku, tugas kuliah, dan laptop. Ayesha hafal wajah kusut Adil kala sulit mendapatkan jawaban beberapa tugas kuliah dari buku yang dibaca, dia hafal kebiasaan Adil yang selalu menumpukkan buku tinggi-tinggi di meja, dan Ayesha hafal kebiasaan Adil yang selalu memberikan penjelasan detail teori-teori manajemen padanya. Semua kenangan itu masih terekam jelas, seperti sekumpulan cerita yang kuat mengakar.
Saat mendekati Navid yang berdiri ujung trotoar, Ayesha langsung mengajukan tanya, "Navid, kau pernah mengatakan kenangan bisa membawa seseorang pada masa lalunya. Trus, apakah rindu bisa melakukan hal serupa?"
"Kenapa bertanya demikian?" Navid merasa ada yang aneh pada Ayesha. Pria itu sempat melirik ke belakang–ke restoran. "Apa sesuatu terjadi di dalam?"
"Jawab saja pertanyaanku," Ayesha menekan.
"Rindu adalah salah satu faktor yang membuat kita tidak bisa melupakan kenangan. Rindu bisa mengantarmu dua kali lebih cepat pada masa lalu. Makanya kita sering mendengar kalau, rindu yang candu pada seseorang akan sulit dibendung."
Ayesha menekuri trotoar sesaat. Jika benar apa yang dikatakan Navid, lalu sasaran rindu Adil apa? Rindu membaca, rindu suasana perpustakaan, rindu duduk di meja paling akhir, atau rindu mengobrol bareng dirinya di sana?
"Mungkinkah pertanyaanmu tentang rindu berhubungan dengan pria yang tadi kita temui di dalam?" Navid penasaran. "Kau bahkan harus kembali ke dalam tadi."
Ayesha mengembalikan posisi kepalanya.
"Jujur untuk ukuran sahabat, bahasa tubuhmu terlihat aneh tadi padanya," Navid menambahkan lagi.
Ayesha tak meladeni omongan Navid barusan. Wanita itu malah menarik pergelangan tangan pria itu dan mengatakan, "Ayo kita kembali."
Sontak Navid kaget. Belum selesai dari teka-teki tentang 'rindu', kini Ayesha membuatnya terkejut dengan genggaman yang dilakukan. Dengan posisi yang tertartik, Navid memperhatikan cengkeraman Ayesha di tangannya. Lama menyaksikan jemari-jemari Ayesha, Navid tersenyum. Senang. Sumpah, ini pertama kali Ayesha melakukannya, dan Navid yakin kejadian ini peluangnya satu berbanding sejuta kali.
***
Awal agustus akhirnya tiba. Tak terasa.
Kegiatan di kampus mulai berkurang. Tugas-tugas nyaris tidak ada. Itu membuat waktu Lintang lebih santai di awal bulan. Sayang Ayesha tidak demikian. Wanita itu lebih sibuk akhir-akhir ini, dia sering berkutat di depan laptop, bolak-balik perpustakaan dan selalu membawa pulang banyak buku. Sekali punya waktu luang, wanita itu malah pergi bersama Navid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)
General FictionSuatu masa, saat melupakan menjadi takdir yang tak kau sukai *** Adil tak pernah tahu, bahwa cinta akan menyapanya secepat itu. Tapi yang dia yakini, bahwa perempuan bernama Lintang bukanlah belahan jiwanya. Ayesha-lah wanita yang dia tunggu. Sa...