Chapter Ten [A]

5.2K 314 248
                                    

Pada akhirnya dua minggu kemudian, ketika Fahad mengajak semua jalan-jalan di taman kota, barulah Ayesha berkesempatan mengucapkan selamat ulang tahun kepada Adil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada akhirnya dua minggu kemudian, ketika Fahad mengajak semua jalan-jalan di taman kota, barulah Ayesha berkesempatan mengucapkan selamat ulang tahun kepada Adil. Itu pun lantaran Adil menceritakan petualangannya bersama Lintang di Kemari Town.

"Kalau begitu selamat ulang tahun," sebut Ayesha pura-pura tidak ingat.

"Terima kasih," sahut Adil sembari menerima jabatan tangan.

Fahad yang memang abai ulang tahun Adil turut menyampaikan selamat. "Harusnya kau mentraktir kita semua."

Adil tertawa. "Sudah terlambat, Fahad!"

Lintang ikut mengekeh.

Hari itu mereka berempat menghabiskan waktu di taman kota pinggiran Nisthar Road. Mereka berkumpul lagi setelah melewatkan dua minggu menegangkan di kampus. Dosen banyak memberikan tugas, penelitian jangka pendek dan kadang kuis mendadak. Ayesha dan Lintang cukup repot menghadapinya. Sementara Fahad yang nilainya anjlok dua semester belakangan, anteng-anteng saja. Entahlah mungkin semester ini nilai-nilainya akan tetap jauh dari harapan, itu artinya dia harus siap mendengar ocehan ayah.

Malamnya ketika semua memutuskan balik ke kediaman masing-masing, Ayesha baru merasa bodoh, mengapa harus bertahan berhari-hari untuk tidak mengucapkan selamat kepada Adil. Toh banyak kesempatan yang bisa saja dia ambil untuk mengutarakan, bahkan mungkin dapat melebihi usahanya malam-malam datang ke Razi Road.

Usai makan malam Ayesha terpaku di meja kamar. Laptopnya menyala sejak dua puluh menit yang lalu, tapi urung dia sentuh. Tugas kuliah semua sudah beres. Main game, tidak ada mood. Selera berselancar di dunia maya, menurun. Ayesha menyandarkan punggung lebih rapat ke sandaran kursi, kepalanya menengadah ke langit-langit kamar.

Selang sekian menit laptop Ayesha mengeluarkan bunyi beep kecil. Wanita itu akrab dengan bunyi tersebut. Lekas Ayesha memeriksa layar laptop. Sebuah pesan elektronik masuk ke inbox surel. Wanita tersebut menggeser kursor untuk membuka kotak pesan. Ternyata e-mail dari ayah.

Pelan-pelan Ayesha membaca pesan. Serupa isi pesan-pesan sebelumnya, ayah mengawalinya dengan sapaan dan menanyakan kabar. Kali terakhir ayah mengirimkan e-mail adalah awal tahun lalu, ketika tugas kantornya banyak dan butuh curhat lewat kata-kata, padahal ayah bisa saja menelepon. Ayah juga menjelaskan keadaan ibu dan adiknya di Peshawar. Mereka kangen padanya. Tiga paragraf berikutnya Ayah memuat keluhannya tentang bawahannya dan ocehan ibu yang sudah mulai gerah dengan kucing tetangga yang sering masuk tiba-tiba ke rumah. Ayesha geleng-geleng, dia tahu cerita ayah ini hanya basa-basi dan pasti ada yang lebih penting.

Ayesha tertegun begitu sampai di paragraf terakhir. Meski berada paling akhir rasa-rasanya kalimat-kalimat ayah ini merupakan bagian paling pokok dalam surel malam ini. Paragraf tersebut terkesan menawar namun bahasanya halus. Ayah lampirkan fotonya, begitulah kalimat terakhir ayah. Wanita itu setengah ragu mencari ikon attachment.

Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang