Dua minggu ini Adil dan Lintang jarang bersua. Selain Lintang yang bolak-balik ke kampus, Adil juga sedang sibuk-sibuknya mengurusi ihwal restoran. Mereka bertemu hanya dua kali. Pertama saat Lintang ikut menata dekor restoran. Kedua waktu restoran pertama kali buka, kala itu Lintang ikut berjuang di kitchen menghadapi bahan makanan bersama Ayah dan Isar, karyawan yang digaji resto. Selebihnya Adil dan Lintang hanya mengobrol via ponsel.
Siang ini Adil ke apartemen. Pria itu datang tanpa memberi tahu sebelumnya. Lintang yang menerimanya tumpat, lantaran Adil langsung membawanya pergi. Saking burunya Lintang tak sempat merapikan rambut dan memoles muka. Sepertinya setelah mereka resmi berkasih, Adil sedikit lebih diktator dari biasanya. Pria itu merasa jadi pemimpin yang mengendalikan segalanya, Lintang sebagai bawahan wajib mengikuti.
Di atas motor Lintang makin penasaran, "Sebenarnya kau ingin membawaku ke mana?"
"Jika dulu kau yang sering menculik aku, biarkan hari ini kita berganti peran. Kau tenang saja di belakang."
"Tapi aku harus tahu," Lintang berkeras.
Adil menengok ke belakang, "Kau pernah mendengar ungkapan, rahasia akan indah jika tetap menjadi rahasia?"
"Pernah."
Adil memosisikan kepala seperti semula. "Itu yang sedang kulakukan sekarang."
Menyebalkan, Lintang tidak mendapat jawaban apa-apa. Barangkali Adil ingin melakukan suatu hal berbeda. Semisal kejutan? Tapi rasanya tidak mungkin. Adil bukan jenis pria yang senang memberikan surprise. Sangkaan-sangkaan lain kemudian muncul di kepala, banyak, namun Lintang sulit menemukan dugaan mana yang jadi alasan Adil.
Tiga belokan lagi, Adil memelankan laju motor dan menepi. Tepat di halaman parkir gedung dua lantai berwarna cokelat. Bangunan yang sekilas mirip toko ini lebih banyak berdinding kaca bagian depannya. Dari luar isi toko jelas di pandangan, termasuk maneken-maneken lilin yang berbalut baju dan gaun. Maneken paling depan tepat di sebelah pintu memamerkan salwar kameez bergaya glamor. Lintang akhirnya mengerti yang mereka kunjungi ini sejenis butik.
"Kita akan memesan seragam khusus restoran?" tebak Lintang ketika mereka tepat di pintu.
Adil membiarkan Lintang bertanya-tanya. Pria itu menggamit pergelangan Lintang dan menggiringnya masuk. Suasana nyaman langsung menyapa mereka, ini mungkin faktor tata lampu yang remang di pokok-pokok dinding. Puluhan boneka peraga berjajar-jajar, dan sebagian ada di dalam kaca. Boneka-boneka itu berbalutkan berbagai jenis pakaian, mulai dari gaun, jas, balochi dress, dhoti, lehenga choli, the pheran, churidaar pajama, the sherwani, waistcoat, kurta dan masih banyak lagi jenis baju yang tidak Lintang hafal namanya. Semua sentuhannya modern dan mewah.
Lintang meralat perkiraannya tadi. Ini bukan tempat yang cocok memesan seragam resto.
Seorang pelayan menuntun mereka ke ruangan tengah yang terkesan lebih privat. Dari obrolan singkat tampaknya pelayan ini sudah kenal dengan Adil. Sama seperti ruangan sebelumnya, banyak patung lilin yang ditempatkan rapat dinding. Hanya saja baju yang dikenakan patung-patung lilin ini sejenis, yaitu lehenga choli-baju yang kerap digunakan dalam acara pertunangan atau pernikahan. Seperti namanya pakaian ini terdiri atas dua unsur, lehenga dan choli. Lengeha adalah rok panjang yang biasanya lebar bagian bawahnya. Rok ini biasanya disulam aneka macam bahan dan diberi ragam manik-manik. Sementara choli adalah atasan yang dirancang klasik. Beberapa bagian kadang memiliki kancing dan kebanyakan lehernya terbuka. Bordir dan sulaman kadang jadi ornamen wajib untuk atasan ini. Melengkapi lehenga choli, kain segi empat panjang yang disebut dupatta jadi tambahan busana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)
General FictionSuatu masa, saat melupakan menjadi takdir yang tak kau sukai *** Adil tak pernah tahu, bahwa cinta akan menyapanya secepat itu. Tapi yang dia yakini, bahwa perempuan bernama Lintang bukanlah belahan jiwanya. Ayesha-lah wanita yang dia tunggu. Sa...