Chapter Five [A]

5.9K 409 110
                                    

Dua hari sudah Lintang dan Ayesha menahan hasrat bertemu Adil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari sudah Lintang dan Ayesha menahan hasrat bertemu Adil. Larangan itu inisiatif Fahad. Pria itu beralasan demi menjaga emosi Adil setelah dia siuman. Lintang dan Ayesha hanya mendapat kabar kondisi Adil lewat telepon. Meski kurang puas namun setidaknya itu bisa mengobati keinginan yang ditahan.

Mendengar Adil akan keluar dari rumah sakit, pagi-pagi Lintang mengajak Ayesha ke rumah pria tersebut. Lintang bermaksud membereskan rumah Adil, dan itu perlu bantuan Ayesha.

"Bukannya kau sudah datang kemari enam hari lalu?" komentar Ayesha begitu mereka memasuki ruang tengah. "Apa yang perlu dirapikan? Rumah ini masih kelihatan teratur kok!" Ayesha mengitarkan pandangan ke segala penjuru. Hasil tangan Lintang seminggu lalu memang masih jelas rapi.

"Lihat, lantainya sudah berdebu," seru Lintang seraya menunjuk ubin. "Adil baru saja siuman. Mana mungkin kita membiarkan dia membereskan rumah ini sendirian. Dia butuh banyak istirahat." Lintang menarik tangan sahabatnya, "Ayolah jangan diam saja!"

"Ya sudah...," ucap Ayesha pasrah. Genggaman Lintang yang penuh semangat, seakan mengubur kesedihan yang menderanya selama seminggu lebih. Inilah momen-momen yang Ayesha rindukan dari sahabatnya.

Mereka pagi itu tidak banyak menguras energi. Hanya beberapa pekerjaan ringan yang mereka lakukan. Membuka jendela-jendela, membiarkan udara segar masuk. Membersihkan debu di lantai dan langit-langit. Serta mengatur letak-letak barang biar enak dipandang. Agar nantinya Adil nyaman, tak lupa mereka menggantung aroma wangi di sudut-sudut ruangan. Semuanya tuntas dalam waktu satu jam.

Lintang membawa Ayesha ke dapur. "Kurasa kita perlu memanaskan air dan memasak makan siang." Wanita itu kini sudah membungkuk di depan kulkas. Dia menoleh Ayesha yang berada di balik meja. "Hanya ada daging, mentimun dan kubis. Makanan Punjabi apa yang cocok dengan bahan-bahan ini."

"Serahkan saja padaku," seru Ayesha penuh percaya diri. Mereka sama-sama tahu Adil tergila-gila akan masakan Punjabi. "Aku jamin masakanku akan membuat mereka kekenyangan karena nambah. Dan aku yakin, setelah makan Adil akan bersyukur keluar rumah sakit hari ini," ujar Ayesha setengah bercanda.

Lintang garuk-garuk kepala.

Berbekal daging, Ayesha langsung terpikir membuat nasi pilaf.  Bahan utama pilaf adalah beras yang dimasak dengan daging dan kaldu. Makanan ini secara luas dikenal di Asia Selatan, Asia Timur dan kawasan Timur Tengah. Dengan bantuan Lintang, mereka menyelesaikan masakan ini tepat pukul sebelas siang. Ayesha rapi meletakkan pilaf di meja. Mereka sempat membereskan dapur sebelum pulang. Sesaat Lintang bengong usai mengunci rumah Adil. Ayesha membuyarkan pikiran Lintang, dengan mengatakan tidak usah berlama-lama di depan pintu rumah. Mereka harus pergi sebelum Fahad dan Adil tiba.

---

Dua jam sebelum keluar rumah sakit, Fahad menyelesaikan administrasi pembayaran. Seminggu lebih opname tentu bukanlah harga murah untuk menebus biaya perawatan. Beruntungnya di meja resepsionis kabar baik diterima Fahad. Keluarga dari supir van yang menabrak Adil sudah melunasi pembayaran. Informasi yang didapat Fahad, supir van tersebut sedang menjalani hukuman dua bulan penjara—sanksi itu ringan sebab beliau tidak sepenuhnya bersalah atas insiden tabrakan Adil.

Saat kembali ke ruang pasien, Fahad ditodong Dokter Zafar di lorong rumah sakit. Mereka beriringan ke ruangan dokter, karena ada beberapa hal yang mesti dibicarakan.

"Saya senang melihat perkembangan Adil dua hari terakhir ini. Sangat-sangat baik," ujar Dokter Zafar membuka obrolan.

"Alhamdulillah Dok, saya juga senang!"

Dokter Zafar mengambil secarik kertas dan menulis sesuatu. "Ini resep obat yang harus diminum Adil. Frekuensinya harus dijaga." Dokter menyerahkan kertas kepada Fahad.

Fahad mengamati kertas.

"Untuk laporan kesehatan Adil dan hasil magnetic resonance imaging, akan kami kirim segera ke alamat rumah."

Fahad menyimpan resep obat di saku celana.

"Saya sarankan Adil tetap dalam pengawasan. Kalian bisa membantu Adil mengenal masa lalunya, mungkin dengan bercerita atau membawanya ke tempat-tempat yang dia sukai. Tapi lakukan dengan pelan-pelan," Dokter menjelaskan. "Bila perlu Adil harus selalu dilengkapi notes, supaya dia bisa menulis segala informasi yang diperoleh."

"Baik, Dok."

Tidak membuang-buang waktu, Fahad segera ke loket obat. Pria itu menebus resep yang diberikan dokter. Siang itu sebelum berkemas, pria itu menceritakan saran dokter kepada Adil. Sahabatnya itu hanya diam seolah menerima. Toh, ini demi kesembuhannya. Fahad juga menelepon Lintang dan Ayesha, sekadar memastikan keadaan rumah nomor 9A di Razi Road. Dua wanita itu memberikan laporan yang cukup memuaskan, rumah Adil siap menyambut mereka.

.....bersambung ke Chapter Five [B]

Author Note:

*Chapter ini sudah complete. Part-nya emang dikit
*Chapter One sampai Four sudah complete.
*Siap-siap ninggalin setting rumah sakit, siap-siap ganti cover Amnesia.

Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang