Chapter Four [A]

6.9K 479 80
                                    

Besok menjadi hari yang canggung bagi Lintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besok menjadi hari yang canggung bagi Lintang. Bagaimana tidak, pagi itu ketika membuka mata hal pertama yang dilihatnya adalah nampan. Benda itu terletak di meja yang menghadap ranjang. Di atasnya ada piring yang berisi potongan-potongan roti dan segelas teh. Sudah pasti Ayesha yang meletakkannya. Lintang menoleh ke boks dekat ranjang, lampu duduk yang berada di situ sudah padam, bahkan tirai jendela sudah terbuka. Lintang menyibak selimut dan bangkit setengah malas dari ranjang. Mendadak rasa tak enak mengganggunya. Perdebatannya selamam dengan Ayesha pagi ini meninggalkan kesan sungkan. Sebenarnya Lintang paham, bahwa tujuan sahabatnya melakukan sejumlah larangan akan berefek baik padanya, tapi apa daya, dia tak cukup kuat mengalahkan rasa bersalah.

Pandangan Lintang kemudian beralih ke ponsel yang berada dekat nampan. Sebuah tanda pesan singkat timbul di layar. Lintang membukanya. Pesan dari Ayesha.

Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Pagi ini aku dan Fahad ke rumah sakit. Kemungkinan kami akan lama. Dan ingat, sarapanmu harus dihabiskan!

Lintang memegang bibirnya. Dia tahu semarah apa pun Ayesha, dia akan kembali baik keesokan harinya. Lintang mengetik pesan balasan.

Terima kasih. Maafkan sikapku semalam.

Lintang mengambil roti dan memegang gelas di tangan lainnya. Dia mendekati jendela kamar. Gelas di tangannya sudah dingin, Ayesha pasti menyeduh teh ini pagi-pagi sekali. Lintang meneguk sedikit. Dua menit di jendela Lintang merasa punggungnya sedikit pegal, barangkali ini efek perjalanan yang dia lakukan ke Gulshan Town kemarin. Mungkin benar kata Ayesha, istirahat bisa membantunya lebih rileks saat ini. Menjauh sedikit dari masalah Adil walaupun tidak benar-benar hilang di kepalanya. Lintang membuang pandang jauh ke luar, kota Jamshed Town kelihatan lebih cerah dari kemarin. Sementara tiupan angin terasa dua kali lebih bergairah.

***

Tadi pagi ketika jalanan Jamshed Town belum ramai, Fahad menjemput Ayesha di apartemen menggunakan mobil miliknya. Mereka memang janjian ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Fahad menceritakan kondisi terakhir Adil yang dia terima kemarin dari dokter. Ayesha terkejut sekaligus senang mendengar berita dari Fahad. Semoga saja kesembuhan Adil tinggal menunggu waktu.

Mereka tiba di Omi Hospital sesuai jam besuk pagi. Setelah memberikan prosedur kunjungan, Ayesha dan Fahad dipersilakan melihat pasien. Mereka ditemani oleh seorang suster.

Ayesha keheranan begitu berada di ruang pasien. Hal yang sama juga terjadi pada Fahad. Malah pria itu separuh membelalakkan mata. Di pembaringan, Adil jauh berbeda dari kemarin. Slang oksigen yang menempel di hidungnya sudah dilepas. Kabel pendeteksi jantung sudah disingkirkan dari dada, tangan dan kakinya. Sementara perban yang membungkus kepala Adil ketebalannya sudah menipis. Wajahnya tak sekaku dan sepucat hari-hari sebelumnya. Yang tersisa, hanya slang infus yang masih menempel di tangannya.

Ayesha dan Fahad saling melirik. Ini pertanda—

Fahad beralih memandang suster. "Sejak kapan slang oksigen dan kabel pendeteksi jantung pasien dilepas, Sus?"

Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang