Buru Ayesha membawa diri ke deretan rak buku. Dia memeriksa rak Ekonomi yang berada paling depan. Indra penglihatannya serupa radar yang membidik setiap sudut, termasuk meja dan kursi-kursi pengunjung, sayang dia tidak mendapatkan hasil. Berikutnya dia berpindah ke rak Bisnis, hasilnya tetap nihil, tak ada Adil di situ. Cepat-cepat dia maju ke rak Keuangan. Mencari lagi. Tetap tidak ada hasil.
Tinggal rak yang paling akhir.
Ayesha beralih cepat ke rak Manajemen, rak yang paling mungkin disinggahi Adil. Sampai di rak ini, tempat pertama yang dibidiknya adalah meja dan dua kursi paling akhir yang menghadap jendela. Tak ada Adil situ. Wanita itu lalu menenangkan napasnya yang naik turun. Di sekitar yang terlihat hanya beberapa juniornya. Mereka tengah sibuk dengan bahan bacaan. Lalu Adil ke mana?
Belum normal alur napas, Ayesha balik lagi ke depan. Melewati rak demi rak, memastikan keberadaan Adil sekali lagi. Sayang, tak ada tanda-tanda. Ayesha akhirnya menemui Pak Sattar di meja melingkar.
"Aku tidak menemukan Adil," ujar Ayesha setengah ngos-ngosan.
"Serius? Bapak pikir kalian sudah bertemu di dalam," Pak Sattar sedikit bingung. "Tadi, Adil baru saja keluar."
"Yang benar, Pak?" kaget Ayesha. Tanpa mendengar jawaban Pak Sattar, Ayesha meninggalkan meja. Jika Adil baru saja keluar, berarti ada kemungkinan dia belum jauh, setidaknya masih berada di sekitar gedung perpustakaan.
Separuh berlari Ayesha berhambur ke luar. Wanita itu mengitarkan penglihatan luas ke segala arah. Bergerak ke sana kemari. Mencari-cari lebih sabar. Namun batang hidung Adil tak muncul dalam pandangan. Dengan sisa-sisa napas yang sengau wanita itu jeda sebentar. Ayesha yakin Pak Sattar tidak mungkin bohong, tapi kenapa Adil harus seperti angin, hari ini! Datang tiba-tiba dan pergi juga tiba-tiba.
---
Lewat jangkauan kaki yang panjang, Adil berhasil menaiki bus. Pria itu memilih duduk di tengah. Dari jendela dia kembali membuang pandang ke gerbang Institute of Business Administration Karachi. Pria itu merasa rongga dadanya lebar. Amat lega. Mestinya sejak tahu dia adalah mahasiswa, harusnya dia mampir ke sini. Apalagi tadi perpustakaan seolah menyuntikkan ribuan energi. Ada kesan damai saat berada di antara rak-rak buku, terlebih-lebih saat duduk berkawan buku di meja paling akhir menghadap jendela.
Lain kali aku harus kembali ke sini.
---
Ayesha duduk di pojok teras perpustakaan. Kepalanya masih tumbuh puluhan pertanyaan, alasan mengapa Adil bisa tiba di sini. Kalau saja dia datang lebih cepat lima menit, ada kemungkinan dia bersua dengan Adil. Tapi mungkin memang hari ini mereka tak berjodoh.
Sekian menit berikutnya, ponsel Ayesha berdering. Dia merogoh tas dan mengeluarkan handphone. Nama Navid muncul di layar.
Ayesha mengangkat, dan memberikan salam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)
General FictionSuatu masa, saat melupakan menjadi takdir yang tak kau sukai *** Adil tak pernah tahu, bahwa cinta akan menyapanya secepat itu. Tapi yang dia yakini, bahwa perempuan bernama Lintang bukanlah belahan jiwanya. Ayesha-lah wanita yang dia tunggu. Sa...