Chapter Sixteen [C]

4.6K 78 5
                                    

Tiba di apartemen, Ayesha masih memikirkan refleks Adil kepada Pak Sattar tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiba di apartemen, Ayesha masih memikirkan refleks Adil kepada Pak Sattar tadi. Seolah pria tersebut tak percaya kalau Lintang bukan penghuni perpustakaan yang rajin. Sahabatnya itu memang tak begitu akrab dengan buku.

Dan benar kata Pak Sattar, satu-satunya yang disebut lengkap di meja paling akhir perpustakaan, adalah ketika ada buku, Adil dan dirinya.

Besoknya saat dirinya bersama Lintang bergelut dengan bahan makanan di dapur, Ayesha merasa inilah waktu yang tepat untuk menanyakan beberapa hal kepada sahabatnya. Wanita itu mencuci tangan di keran wastafel sebelum pura-pura mengambil stoples garam yang berada di dekat Lintang. Posisi Lintang berada di meja. Sahabatnya itu tengah mengiris wortel.

"Kau tak ada kegiatan hari ini dengan Adil?" Ayesha membuka obrolan.

"Tidak ada, hanya saja dia kemarin sempat menelepon," Lintang berhenti mengiris sejenak. Wanita itu menuangkan irisan wortel ke mangkuk yang berisi air.

"Oya?"

"Kemarin Adil datang ke perpustakaan kampus. Dia memintaku menemuinya di sana. Sayangnya kita sudah pulang." Lintang mengambil wortel baru dan mulai mengiris lagi. "Sebenarnya kemarin kalau kau tidak mengajakku buru-buru pulang, mungkin kita bertiga sudah duduk dan bercerita banyak hal di sana. Aku rasa dia sedang butuh informasi tentang masa lalunya di kampus."

Kemarin setelah kabur dari perpustakaan Ayesha mengajak Lintang bergegas pulang. Wanita itu yakin Adil akan menghubungi salah satu dari mereka.

"Di perpustakaan dilarang mengobrol keras-keras. Itu bukan kafe."

Lintang tertawa. "Benar juga." Wanita itu lantas membocorkan sesuatu. "Dia sempat mengajakku ke Lyari Town besok menonton semifinal Pakistan National Championship. Tapi kau tahu kan tugas dari beberapa dosen sedang banyak. Makanya aku menolaknya, dan berjanji akan pergi bersama ketika final nanti."

Ayesha memainkan ujung jari di sisi stoples. Agak lama, sebelum berkata lagi, "Lin, apa kau menyukai Adil?"

Lintang menghentikan pekerjaannya. Wanita itu satu muka memandang Ayesha yang berada di samping. Sepuluh detik tanpa kedip. "Pertanyaanmu ini serius?"

"Aku tidak kelihatan main-main, Lin."

"Aku—aku melihat Adil sebagai sosok pria yang baik. Sederhana. Cerdas. Mandiri. Panutan di kampus," Lintang menjeda. "Dengan tipikal seperti itu siapa pun akan menyukainya."

"Termasuk kau?"

Lintang diam. Pelan-pelan seberkas ingatan merayap di kepalanya. Mundur ke bulan Maret silam. Tepatnya di sebuah restoran Punjab. Di mana dia sedang berhadap-hadapan dengan Adil di sebuah meja. Sumbu ingatannya memusat pada percakapan berat yang mereka lakukan. Percakapan yang pada akhirnya mematahkan seluruh harapannya pada pria yang dicintainya, sebab pria berewok idaman hati ternyata menyukai wanita yang kini sedang mengajaknya bicara.

Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang