Chapter Twelve [B]

5K 297 148
                                    

"Kau masih membeli majalah untuknya?" tanya Fahad pada Lintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau masih membeli majalah untuknya?" tanya Fahad pada Lintang.

Siang itu setelah mata kuliah berakhir, Lintang pergi ke gedung kuliah Ekonomi dan Keuangan. Memang dia berniat menemui Fahad. Wanita itu datang dengan beragam majalah olahraga dalam pelukan.

"Ya, kurasa majalah kemarin sudah tamat Adil baca. Dia perlu majalah baru."

Ekspresi wajah Fahad sedikit mendung. Adil sungguh beruntung, perhatian Lintang selalu gede padanya. Andai dia berada di posisi Adil, mungkin hari ini pria itu akan menjadi lelaki paling bahagia di bumi. Sayang dia bukan pria dengan kaki yang pincang, bukan pria dengan ingatan yang tak lengkap, dan dia juga bukan pria yang maniak bola. Mereka lalu kompak meninggalkan halaman gedung, dan masuk mobil. Tujuan mereka hari ini ke Razi Road menemui Adil. Tentu, untuk menyerahkan sejumlah majalah yang baru Lintang beli.

Sepanjang perjalanan Lintang bercerita tentang Adil yang berapi-api menyambut turnamen Pakistan National Championship 2019, dia juga bertutur soal kepergiannya bareng Adil ke Saddar Town dan menghabiskan waktu seharian di markas Karachi FC.

"Jadi kau ikut main bola?" Fahad kurang yakin.

"Ya, dan itu menyenangkan. Sayangnya aku kalah."

"Aku juga bisa mengolah bola, tapi tak sebaik Adil," ucap Fahad. "Tapi jika kau bermain denganku, aku akan membiarkanmu menang."

Lintang menatap Fahad. "Kenapa?"

"Karena bagiku wanita tak pantas kalah."

Mendengar hal tersebut, Lintang terbahak. Dia menyikut pinggang Fahad sehingga mengganggu pegangan setirnya.

"Lain kali kita harus main bola," umpan Fahad.

Kendaraan yang dikemudi Fahad tiba di Razi Road pukul dua siang. Adil menyambut mereka di teras. Pria itu hanya mengenakan celana pendek selutut dan baju jersey Karachi FC-nya dulu yang kini agak mengecil di tubuh. Mereka lalu mengobrol di depan televisi. Adil yang akhir-akhir ini tak pernah melewatkan program olahraga langsung menyetel kanal khusus bola.

"Melihat kalian begini, aku jadi pengin kuliah," celetuk Adil. "Aku ingin merasakan bagaimana suasana kampus, duduk mendengarkan dosen, dan berdiskusi bareng teman kuliah. Kurasa itu pengalaman luar biasa."

Fahad dan Lintang saling menatap.

Lintang lalu menjelaskan, "Masa cutimu masih berjalan untuk beberapa bulan ke depan."

"Aku tahu itu, tapi berada di rumah saja kadang membuatku jenuh."

"O iya, aku membawamu beberapa majalah," potong Lintang. Dia tahu Adil sepertinya penarasan. Memang Ingatan terhadap kampus dan kuliah juga lenyap dari kepala Adil. Wajar pria itu merasa demikian. Namun akan menjadi aneh, jika pria itu datang ke kampus dengan segala kelupaan di kepalanya. "Ada artikel Pakistan National Championship 2019 yang menarik. Aku sempat membacanya," lanjut Lintang.

Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang