"Apa yang kau lihat," sergah Fahad. "Ayo masuk mobil." Pria itu membuyarkan pandangan Adil yang fokus ke teras rumah sakit.
Adil memegang rahangnya yang penuh bulu. Sebagian isi kepalanya masih merasa ini mimpi. Baru kemarin menghuni hotel di Quetta, namun sekarang statusnya berubah menjadi mantan pasien di rumah sakit. Bahkan rumah sakit ini juga sudah berubah, lebih megah. Adil menyeringai menampakkan sederetan gigi. Dia memukul pelan lengan Fahad yang berdiri di depan pintu mobil. "Mari kita pulang," ujarnya lalu menuju pintu mobil sebelah.
Fahad ikut masuk dan siaga di belakang setir. Pria tersebut meloloskan mobil dari halaman rumah sakit. Siang itu, udara hangat melingkupi seluruh Jamshed Town, distrik padat di Karachi ini benar-benar ramai. Musim panas awal April memang sering dirayakan orang-orang untuk menikmati udara yang jauh bersahabat dari bulan sebelumnya. Sepanjang perjalanan, Adil tidak banyak bicara, meski sesekali Fahad mengajaknya berkelakar. Adil lebih banyak menerawang sepanjang jalan. Banyak perubahan yang terjadi di Jamshed Town, jalannya lebih lebar, trotoarnya makin tinggi, gedung-gedung baru dengan lantai yang lebih menjulang berdiri di pusat kota, toko-toko baru muncul bagai jamur di musim hujan. Adil ngeri, dia sulit membayangkan lima tahun Jamshed Town muncul sebagai wilayah yang metropolis.
Mobil Fahad menepi di Razi Road beberapa saat setelah azan zuhur berkumandang. Fahad mengambil tas milik Adil di jok belakang. Sementara itu, Adil yang turun duluan terjebak dalam cengang. Tepat di depan rumah, Adil menghentikan langkah. Cat rumah yang seingatnya putih, kini berganti dengan biru safir.
"Hei jangan bengong aja," Fahad mendorong Adil dengan pundaknya. Pria itu menuju kotak yang menempel di sisi dinding sebelah kiri. Pria itu mengambil kunci.
Adil mengerutkan kening. "Kunci rumahku disimpan di situ?" tanya Adil. Dia juga bingung sejak kapan kotak itu ada. Huft, pria itu menghela napas. Dia harus siap dengan sejumlah perubahan.
"Iya, bahkan teman-teman kita tahu!" jawab Fahad.
"Teman-temanku di Karachi FC?"
Fahad menyungging senyum, pria itu malah mendekati pintu dan memasukkan anak kunci ke lubang pintu. "Kau tidak berhubungan lagi dengan kawan-kawanmu di klub sejak berhenti dari sepak bola," terang Fahad sembari melebarkan pintu. "Nanti kuceritakan siapa saja yang tahu letak kunci rumahmu," Fahad memilih menyimpan informasi ini.
Mereka bersisian melewati pintu.
Aroma wangi langsung tercium oleh keduanya. Baunya berasal dari ruang tengah. Ini pasti hasil kerja Lintang dan Ayesha. Lihatlah, lantai-lantai mengilap dan licin. Letak barang-barang amat rapi. Suasana sangat nyaman. Fahad meletakkan tas di meja ruang tengah. Sementara itu, Adil langsung ke jendela. Perubahan-perubahan sedikit banyak menuntutnya untuk menerima.
Adil meraba terali. Dia ingat, pengaman ini dipasang setelah seminggu mengunjungi ayah di penjara untuk pertama kali. Warnanya tidak berubah, tetap gold.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia: Karachi Untold Story (COMPLETE)
Narrativa generaleSuatu masa, saat melupakan menjadi takdir yang tak kau sukai *** Adil tak pernah tahu, bahwa cinta akan menyapanya secepat itu. Tapi yang dia yakini, bahwa perempuan bernama Lintang bukanlah belahan jiwanya. Ayesha-lah wanita yang dia tunggu. Sa...