The Villianz. Sebuah organisasi militer dibawah pemerintahan Indonesia.
Organisasi ini adalah lanjutan atau sisi terdalam dari BIN (Badan Intelijen Negara). Meskipun lebih rahasia namun The Villianz lah yang berada di sisi terang sebuah misi.
Itulah yang membedakan antara BIN dan The Villianz, jika BIN melaksanakan misi tanpa diketahui public maka The Villianz sebaliknya.
The Villianz melaksanakan misi ditengah-tengah public tetal tanpa mengekspos identitas mereka tentunya.
Tujuan dari melakukan misi secara terang-terangan ini bermacam-macam, kadang sebagai ancaman bagi criminal lain atau bahkan sebagai deklarasi dan semacamnya.
Agent The Villianz adalah agent-agent kelas S dari BIN. Meskipun begitu, saat menjadi The Villianz mereka kembali ke kelas D dengan standar The Villianz.
Agent yang baru masuk pun akan mendapat code name baru untuk mencegah double code name.
Pemberian itupun tiap angkatan beda golongan, seperti warna, angka, huruf ataupun merk barang.
Disinilah Velvet, berdiri di depan pintu ruang dewan The Villianz lengkap dengan seragam resminya.
Velveg menarik nafas sebentar barulah membuka pintu tersebut.
Velvet masuk dengan keadaan siap dan memberi hormat pada para dewan.
"Code name Velvet, a.k.a Cordelia M Huston. Berikan laporanmu." Ucap salah satu dewan.
"Yes, sir. Tanggal 25 Juni 2017, code name Velvet, Silver, Grey, C dan L telah gagal menjalankan misi untuk membunuh Daniel Hadenburg. 2 personil cidera, 4 musuh berhasil dilumpuhkan dan 7 warga sipil menjadi korban." Jawab Velvet tegas.
"Bukankah kau kelas S, Velvet? Kenapa bisa sebuah misi gagal dan membuat 4 anggota mu terekspos musuh? Bukankah kau sebagai back-up mereka? Apa yang kau lakukan saat kejadian?" Tanya anggota dewan sekali lagi.
"Ada yang menyerangku saat aku menjalankan misi, Sir. Ia juga sepertinya mengetahui tentang misi tersebut bahkan tentang The Villianz." Ucap Velvet tenang.
"Lalu kemana dia? Kau tidak menghabisinya?"
"Aku teralihkan saat mendengar suara tembakan dan ia berhasil melarikan diri." Kini Velvet sedikit berbohong.
"Bukan saja kau gagal dalam misi, tapi juga membuat tim mu terekspos, warga sipil ikut menjadi korban dan terburuk kau melepaskan orang yang mengetahui identitasmu?" Para dewan mulai penasaran.
"I'm disappointed, Velvet. Ini adalah kegagalan pertama dan terburuk mu. Meskipun kau kelas S, Para petinggi membutuhkan seseorang untuk bertanggung jawab."
"Kau akan di non-aktifkan untuk sementara waktu sebagai konsekuensi mu."
"You may leave now." Ucap para dewan.
"Yes, Sir." Jawab Velvet, memberi hormat dan keluar ruangan.
Sekarang ia menarik nafas yang sangat panjang. Perasaannya campur aduk dari menyesal, geram, marah dan lega.
Tiba-tiba ia merasakan tangan di bahunya. Ia melirik sedikit.
"I'm sorry, Mi" Kata orang disebelahnya yang ia kenal sebagai pamannya. Salah satu anggota dewan dan merupakan ayah angkatnya.
Velvet tidak pernah tahu seperti apa orang tuanya. Bahkan masa kecilnya hanya sebagai budak diingatannya.
Ia ingat sekali ketika pamannya membelinya dari perbudakan. Dialah yang memberinya nama.
Velvet kemudian diangkat menjadi anak angkat olehnya. Saat itu Velvet masih berumur 11 tahun dan ia diajarkan cara menggunakan senjata dan beladiri.
Saat 14 tahun ia sudah masuk kedalam STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara) berkat bantuan pamannya.
Karna latihannya selama ini, 2 tahun ia dinilai sudah memenuhi kualifikasi. Dan menjadi anggota BIN.
Tak cukup disitu, 2 tahun kemudian ia diangkat menjadi The Villianz dan menjadi Kelas S dalam 1 tahun.
Ia sangat berterima kasih pada pamannya. Meskipun dia meminta dipanggil ayah namun Velvet tetap tak bisa didasari hormat padanya.
Pamannya adalah satu-satunya sampak sekarang yang memanggil nama tengahnya Mimi.
Terdengar sangat imut dan itu membuat Mimi hanya memberi tahu nama tengahnya pada orang tertentu. Selebihnya ia perkenalkan sebagai Lia.
"Maafkan aku, Mimi. Aku tak bisa membantu mu di dalam tadi." Ucap pamannya merasa bersalah.
"It's fine, uncle. Ini adalah salahku karena lalai dalam misi." Mimi tak ingin pamannya merasa malu padanya itulah kenapa ia selalu menjadi yang terbaik demi pamannya.
"Tidak, seharusnya aku melarang mereka dari awal untuk menugaskanmu dalam misi tim. Aku tahu selama ini kau lebih suka misi individu." Kilah pamannya.
Itu benar Mimi selama ini menjalankan misi individu, sekalipun tim ia hanya menyuruh anggotanya mengintai ataupun mengawasi sekitar.
"Tidak apa. Aku hanya di non-aktifkan paman. Itu sudah cukup banyak toleransi dari kesalahanku." Mimi mengatakannya dengan senyum.
"Kau benar. Kita tidak tahu samlai kapan kau di non-aktifkan. Apa ada yang ingin kau lakukan? Anggap saja liburan. Selama ini kau hanya bekerja, kasihan uangmu tak pernah kau gunakan." Kini pamannya bertanya antusias.
"Entahlah, selama ini dunia ku hanya seputar misi. Aku tidak tahu apa yang ingin kulakukan." Jawab Velvet memikirkan apa yang harus ia lakukan di waktu kosong ini?
"Apa kau tidak ingin mencoba kuliah? Seperti yang anak-anak seumurmu lakukan." Pamannya sebenarnya ingin mengirim Mimi sekolah dari dulu. Namun Mimi selalu menolak, mengatakan misinya lebih menyenangkan. Ini kesempatannya.
"Hm, aku tidak terlalu tertarik dengan kehidupan nyaman seperti itu. Tapi seperti tidak ada pilihan lain untuk mengisi waktu ku. Baiklah." Ucap Mimi setelah berpikir sejenak.
Ia memang tidak pernah sekolah, tapi pamannya lah yang akan menyewakan guru privat untuknya. Menurut Mimi pelajaran seperti itu membosankan, ia lebih senang menembak daripada belajar.
Bukan berarti Mimi bodoh, kalau iya mana mungkin ia bisa lolos kualifikasi The Villianz.
"Benarkah? Kau mau?" Pamannya tak percaya Mimi setuju dengan sarannya.
"Ya aku mau paman. Bisa uruskun berkasku?" Tanya Mimi, jujur saja ia sedang malas melakukannya.
"Oke oke, baiklah. Besok kau bisa langsung berangkat. Aku akan mengurus semua keperluanmu." Ucap pamannya kemudian mencium puncak kepalanya sambil berlalu semangat menyiapkan keperluan putrinya.
TO BE CONTINUED...
KAMU SEDANG MEMBACA
Play With Me, Boys.
RomanceMimi tak percaya ia akan berada dalam situasi seperti ini. Sulit dipercaya memang, ia sebagai agent rahasia tak bisa melakukan apa-apa ketika berhadapan dengan dua pria ini. Dua pria berbahaya sedang berada di depannya saling menatap tajam seakan s...