"Kau tak bisa melawanku hanya dengan kemampuan seperti itu, Velvet. Ckckck." Ucap Lucas di telinga Mimi dengan nada rendah yang menakutkan.
Mimi segera menyikut Lucas dan melepaskan diri dari pegangan Lucas. Ia kembali menyerangnya, tapi kali ini Lucas tak merespon dan hanya berdiam diri.
Ketika Mimi mengarahkan kaca itu ke leher Lucas, ia berhenti tepat sebelum menyentuh kulit Lucas.
"Sudah kubilang, kau tak bisa berbohong padaku." Ucap Lucas sambil tersenyum miring.
***
Mimi menggerutukan giginya kuat, tubuhnya bergetar. Ia melihat kaca di tangannya hanya sedikit lagi... sedikit lagi ia bisa mengakhiri semuanya. Tapi ia tak bisa melakukannya, tangannya menolak perintah otaknya.
Mimi kesal dengan dirinya yang seperti ini. Dia tak bisa mengendalikannya untuk hal ini. Ia merasa inilah adalah saat-saat dirinya yang paling lemah.
Sebelumnya ia tak pernah memiliki perasaan apapun pada seseorang sedetik setelah ia mengetahui jika mereka adalah kriminal. Ia tak pernah menunjukkan belas kasihan dalam bentuk apapun karena ia tahu, dunia memang tak adil bagi beberapa orang.
Ia telah merasakan betapa tidak adilnya dunia ini padanya, sebelum paman mengasuhnya, ia termasuk anak-anak yang diperjualbelikan untuk perbudakan. Setiap hari secuil roti terasa berharga baginya, tiada hari tanpa pukulan pada tubuhnya.
Namun, kemudian ia melihat pamannya membunuh semua manusia bejat yang telah melakukan itu semua padanya. Seakan dendamnya terbalas, ia sangat berterima kasih pada pamannya.
Namun, ketika ia akan dibawa ke pengasuhan anak-anak ia mencegahnya, mengatakan jika ia yang akan mengurusku.
Sejak detik itulah, aku sangat mengabdi pada paman. Mimi berlatih dan belajar dengan keras agar sesuai dengan semua harapannya. Ia melakukannya semata-mata dengan niat untuk membebaskan semua orang yang bernasib sama dengannya.
Tapi, setelah ia bisa melakukannya sebagai agent resmi BIN ia melihat kenyataan pahit bahwa banyaknya omong kosong dalam negara ini.
Ia menjadi saksi hidup untuk menyaksikan setiap perilaku bejat para pejabat di balik layar, setelah mengumbar nama kesejahteraan untuk rakyat nya bukannya berusaha menepatinya mereka malah sibuk mencari koalisi untuk pemilihan berikutnya.
Sejak itulah, ia hanya melakukan misi atas nama pamannya. Ia pun mulai menikmati setiap misinya. Sejak itu pula perasaan tanpa belas kasihnya muncul.
Dan kini, tepat di depannya. Seseorang yang baru ia temui beberapa hari ini justru membuatnya tak bisa apa-apa di depannya.
Mimi menurunkan tangannya, lelah bertarung dengan pikirannya. Ia menghela nafas sambil menundukkan kepalanya, saat itulah ia merasa matanya mulai berair.
Lucas hendak menyentuh Mimi, Namun di tepis keras oleh Mimi. Tanpa aba-aba, Mimi berlari sekuat tenaga keluar dari rumah Lucas.
Ia melihat beberapa penjaga mencoba menghalanginya, sekitar delapan orang. Dengan cepat Mimi menanganinya tanpa banyak basa-basi, ini bukan saatnya menikmati. Ada hal yang lebih penting.
Jangan sampai Lucas melihatnya menangis lagi. Setelah Mimi keluar dari halaman rumah Lucas, ia memandang sekitarnya. Berharap akan ada semacam kendaraan yang akan lewat, tapi nihil jalanan begitu sepi.
Mimi memutuskan terus berlari, karena berpikir Lucas akan mengejarnya. Ia memilih melewati jalanan berumput tinggi. Dan benar saja ia melihat, Lucas keluar dengan mobilnya.
Setelah yakin Lucas sudah pergi, ia keluar karena rumput itu menggores kulitnya perih. Mimi merasa Lucas pasti akan menuju rumahnya, ia pun menelpon pamannya lagi.
"Paman, bisakah aku berangkat sekarang juga?" Tanya Mimi langsung setelah pamannya mengangkat telfonnya.
"Bisa saja, tapi kenapa? Apa terjadi sesuatu?" Jawab pamannya curiga.
"Ah, hm.. bisakah kau menerima jawaban, aku hanya ingin pergi, uncle " Ujar Mimi tak berniat berbohong.
Terdengar pamannya menghela nafas di seberang sana. "Baiklah, bagaimana mungkin aku menolak permintaan putriku." Jawab pamannya lembut.
"Aku ingin langsung pulang ke indonesia. Tidak perlu ke U.S.A. bisakah?" Tanya Mimi ragu, mengingat pamannya pastu sudah menyiapkan segalanya untuknya disana.
"Apa? Kenapa? Kau tidak suka sekolah?" Tanya pamannya.
"Bukan begitu, hanya saja jika memang minggu depan aku sudah kembali aktif. Aku tidak ingin tiba-tiba pergi. Jadi lebih baij aku kembali ke Indonesia." Jawab Mimi.
"Oke oke, aku mengerti." Sahut pamannya.
"Ah, setelah ini jangan hubungi nomor ini. Aku akan memblokirnya." Ucap Mimi cepat, ia tak ingin mengambil resiko Lucas melacaknya dari ponselnya.
"Baiklah, ada lagi?" Tanya pamannya dengan nada bercanda.
Mimi terkekeh, "Itu saja, thanks uncle. You are the best, Love you so much." Ucap Mimi.
"Anything for you dear. Anytime you need. Love you too." Balas pamannya sebelum memutus sambungan.
Selesai itu, Mimi menyusuri jalan hingga menemukan jalan raya. Ia pun memanggil taxi dan segera menuju bandara. Setelah yakin semua sudah diurus, ia mematahkan kartu SIM hapenya dan menghancurkan ponselnya sendiri.
Sebelum naik ke pesawat, ia melirik ke belakang sejenak sedikit berharap akan ada yang menghentikannya. Kemudiam ia menghela nafas, ini yang terakhir.
"Next time we met, we will be an enemy for real." Ucap Mimi pelan.
***
Di sisi lain, Lucas mencari Mimi hingga ke rumahnya. Ketika sadar bahwa Mimi tidak kembali ke rumahnya, ia bergegas menuju bandara karena itu satu-satunya tujuan Mimi.
Detik ia masuk kedalam bandara, ia melihat papan keberangkatan. Pesawat menuju Indonesia sudah berangkat dan baru saja terbang.
Ia melihat hampa kearah pesawat yang ia yakin itulah tempat Mimi berada sekarang.
Ia merasa di khianati, di tinggal pergi oleh wanita yang berada di pikirannya beberapa hari belakang.Ia berbalik menuju mobilnya.
"Always be aware, Velvet. Or I'll catch you right away." Batinnya sambil tersenyum devil.
TO BE CONTINUED..
JANGAN LUPA VOTE YA GUYS..
KAMU SEDANG MEMBACA
Play With Me, Boys.
RomansaMimi tak percaya ia akan berada dalam situasi seperti ini. Sulit dipercaya memang, ia sebagai agent rahasia tak bisa melakukan apa-apa ketika berhadapan dengan dua pria ini. Dua pria berbahaya sedang berada di depannya saling menatap tajam seakan s...