Kini ia bisa melihat keadaan sekitarnya yang sepertinya terletak di sebuah hanggar atau gudang melihat luasnya.
Ia melihat keadaan Alicia yang sepertinya lebih baik darinya. Dan pandangannya beralih pada sosok pria yang sedang berdiri beberapa meter di depannya.
Sedikit ia mengingat siluet itu, dia orang yang saat itu juga menjebaknya dan Lucas. Pembunuh pamannya.
The Villianz.
***
Mimi masih tidak menyangka orang yang melakukan ini semua adalah orang yang sama dengan yang sudah membunuh pamannya.
Ketika ia ingin membuka mulut tiba-tiba seseorang menarik kuat rambutnya ke belakang.
"Aaarrrghh." Erang Mimi merasa tarikan kuat di kulit kepalanya.
"Surprise, babe?" Ucap seseorang di telinganya.
Mimi melihat wajah tersebut, seseorang yang dikenalnya cukup lama. Rekan seangkatannya, Silver.
"Heh, not as surprise to see your face." Balas Mimi sambil tersenyum menantang kearah Silver.
Dalam hati Mimi tertawa paksa mengetahui Silver pun mengkhianati nya pada akhirnya. Kenapa anggota tim ku ngga ada yang benar, batin Mimi.
Silver melihat Mimi tertawa pelan.
"Apa yang lucu? Apa kau sadar ini bukan tempat bagimu untuk tertawa?" Ucap Silver geram melihat tidak adanya ketegangan di mata Mimi.
"Tidak perlu setegang itu Silver. Aku baru mencoba menikmati aksi kekanak-kanakanmu dan teman-temanmu ini." Jawab Mimi dengan diselipi tawa ejekan.
Mendengar itu, tak menunggu lama hingga tangan Silver mendarat kuat di pipi Mimi. Plak!
"Aku bisa membunuhmu, Velvet. Jangan meremehkanku hanya karna aku pernah menjadi bawahanmu." Balas Silver.
Mimi terkekeh pelan mendengar Silver.
"Membunuhku? Kau tahu ancaman seperti itu tidak berpengaruh padaku, Silver. Karena aku tak pernah takut mati..." ucap Mimi dengan menatap datar pada Silver.
"Ah, meremehkanmu? Ckckck, jangan salah sangka. Aku tidak meremehkanmu, hanya saja aku tak pernah menganggapmu setara denganku. Keadaanku seperti ini, tidak membuatmu diatasku. Kau bahkan tak pernah bisa mengalahkanku sekalipun, kau lulus masuk The Villianz hanya karena kau sedikit beruntung bukan aku yang menjadi lawanmu waktu itu." Lanjut Mimi dengan wajah santai meremehkannya.
Dalam hati Mimi sudah was-was mengingat keadaannya. Ia sadar sudah kekurangan banyak darah, matanya mulai buram.
Emosi Silver memuncak mendengar Mimi, ia memang sudah lama memendam sakit hatinya setiap kali melihat Mimi yang selalu diistimewakan oleh para atasan. Ketika ia akan memukul Mimi terdengar suara dibelakangnya.
"Hentikan, Silver. Kau disini bukan untuk itu." Ucap petinggi The Vilianz yang membunuh paman Mimi.
Silver kembali tenang mendengarnya dengan menarik nafas dalam.
"Bersyukurlah kau masih punya harga disini mengingat pacarmu." Ucap Silver sambil berlalu.
Mimi terdiam, ia memang tidak takut mati tapi sekarang Lucas adalah prioritasnya. Setelah pamannya, ia tak akan membiarkan Lucas menjadi yang berikutnya. Mimi melirik sejenak kearah Alicia yang memprihatinkan.
Setidaknya ia harus mencoba membebaskan diri dulu. Mimi menahan sakit di bahunya, dengan sedikit mematahkan jarinya ia berhasil memutar tangannya untuk melepaskan rantai ditangannya.
Bukan hal asing lagi mendengar suara patahan bagi Mimi. Ia menunggu waktu yang tepat untuk bergerak karena banyaknya rantai ditubuhnya. Ini pertama kalinya ia melihat kearah tubuhnya yang sudah bersimbah darah dimana-mana.
Saat Mimi masih berpikir cara tercepat melepaskan ikatan dirinya tiba-tiba seseorang berdiri di depannya.
"Aku terkejut kau masih bisa sadar dengan luka seperti itu. Sekarang aku tahu alasan ayahmu sangat protektif terhadapmu." Ucap pria tersebut.
Mimi mendongak untuk melihat wajahnya, makin lama ia rasa bencinya makin dalam pada pria ini.
"Sungguh sangat disayangkan orang bertalenta sepertimu untuk dibunuh. Apa kau mau bergabung kembali? Aku akan menerimamu dengan senang hati." Lanjut pria itu.
"Cih, setelah membunuhnya. Kini kau bersimpati padaku? Ngga butuh." Ujar Mimi sambil membuang ludahnya.
TO BE CONTINUED..
Jangan lupa vote guys...
Besok aku usahain tepat janji triple update nya ya..😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Play With Me, Boys.
RomansaMimi tak percaya ia akan berada dalam situasi seperti ini. Sulit dipercaya memang, ia sebagai agent rahasia tak bisa melakukan apa-apa ketika berhadapan dengan dua pria ini. Dua pria berbahaya sedang berada di depannya saling menatap tajam seakan s...