4. Lagi-Lagi Verga

13.4K 893 3
                                    

Susan menyisir rambutnya dengan asal, dia sudah terlambat. Bahkan tidak lagi memiliki waktu untuk memakai bedak.

"Ma, Susan berangkat!" Teriaknya setelah keluar dari pintu rumah. Memacu larinya Susan hingga kehabisan pasokan oksigen, ngosngosan.

Susan berhenti, menopang badannya dengan tangan yang di ada di atas lutut.

"Capek?" Pertanyaan dengan nada santai itu membuat Susan menoleh. "Nih, minum dulu."

Susan mendengus. "Nggak punya waktu buat minum, keburu telat kalo minum."

Verga tertawa kecil. "Lo mau lari sampe ke sekolah? Yang ada lo malah sampe ke rumah sakit karena kecapean."

"Cerewet," Susan masih berusaha mengambil nafas banyak-banyak.

"Naik," perintah tegas Verga, cowok bermotor besar itu menarik tangan Susan. "Cepat, nggak usah protes." Sambungnya saat Susan handak protes.

Susan naik ke atas motor Verga. "Udah,"

"Lo nggak pernah dibonceng ya?"

"Kenapa?"

Verga mendengus dari balik helm. Dengan malas menarik tangan Susan agar terlingkar di pinggangnya, saat hendak Susan hendak menarik tangannya dengan sengaja Verga melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Reflek, Susan memeluk Verga.

"Gue se-pelukable itu ya makanya lo nggak mau lepas?" Tanya Verga geli. Susan yang sadar jika dirinya sudah berada di parkiran sekolah langsung melepas tangannya yang tadi ada di pinggang Verga, melompat turun. Ternyata mereka sampai  tiga menit sebelum bel.

"Makasih, dan bye gue ke kelas duluan!" Susan berlari setelah mengucapkan kata terima kasih pada Verga.

"Dasar cewek." Verga merapikan rambutnya yang berantakan.

Verga berjalan dengan begitu santai, tidak memperdulikan bel yang baru saja berbunyi nyaring.

"Nggak pernah taat aturan, kebiasaan." Verga menoleh mendapati sang ketua Osis bersama dua temannya.

"Emang gue peduli? Gue bukan elo yang selalu taat aturan. Tapi aslinya nggak." Balas Verga dengan nada tajam. "Lihat diri lo dulu. Jangan lo kira lo itu ketua Osis jadi gue harus nurut sama elo!" Verga melengos pergi.

Bara menggeram. Verga memang selalu saja melanggar perintah dan larangan yang ada di sekolah.

***

Susan menghela nafas lega saat masuk ke kelas tepat saat bel berbunyi.

"Pagi anak-anak, buka buku halaman 32."

"Pagi Bu," Verga mengetuk pintu dengan cengiran, cowok itu menyapa tanpa berdosa Bu Ratih, guru kesastraan. Yang katanya super baik.

"Ayo masuk, kita mulai belajar." Katanya lembut, memang gelar itu melekat pada guru itu dengan sangat baik.

Verga berjalan menuju tempat duduknya yang berada di belakang.

Susan melirik Verga sebentar, cowok itu diam-diam memakai earphone. Matanya memang menatap ke papan tapi Susan tau jika cowok itu sama sekali tidak mendengar apa yang di terangkan Bu Ratih.

"Permisi Bu," seorang cewek dengan kaca mata masuk setelah diangguki Bu Ratih. "Saya di suruh Bu Eka panggil yang namanya Vergara sama Susan."

Susan yang tadinya menatap malas, menjadi kaget. Kenapa dia di panggil? Apa dia melakukan kesalahan? Seingatnya tidak deh.

"Susan dan Verga kalian ke ruang guru, Bu Eka katanya kalian." Bu Eka adalah wali kelas dari 11 Bahasa 3, guru yang bisa dikategorikan killer. Dengan kaca mata dan mulut yang pedas.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang