Selama satu jam lebih Susan hanya duduk di bawah pohon dengan earphone di telinganya, serta matanya yang tidak lepas dari laki-laki bernomor punggung 05 yang sedang melakukan lay-up dan tepat masuk ke dalam ring. Beberapa tepuk tangan terdengar, terutama oleh beberapa perempuan yang berada di pinggir lapangan yang terdengar histeris karena Verga bisa mencetak nilai. Walau hanya permaianan biasa, tanpa skor tapi tetap saja banyak yang berteriak histeris.
Susan hanya mencibir, tidak di Sakti Bangsa tidak di Taruna pasti ada saja fans Verga.
Memang sih Verga itu ganteng, keren sekali lagi Susan boleh akui. Tapi tidak di semua tempat juga Verga memiliki fans.
Susan tersentak saat ada yang mengambil botol air mineral yang sejak tadi ia pegang, Susan mendongak. Verga yang sedang meneguk air dengan rakus, jakun cowok itu naik dan turun seiring dengan tegukan air yang mengalir ke tenggorokannya. Cowok itu menatapnya dengan salah satu alis naik.
"Kenapa?" Verga duduk di samping Susan.
Susan mengendikan dagu ke para fans Verga yang tampak tidak suka melihat Verga duduk di sampingnya.
"Lo lebih baik ke sana deh, mereka lihat gue kayak mau makan gue." Susan agak bergindik melihat para perempuan yang berada di pinggir lapangan yang berlawanan arah dengannya menatap lurus ke arahnya dengan tatapan tidak suka bahkan sampai berbisik-bisik.
Verga mengikuti pandangan Susan, dia lalu melambaikan tangannya ke perempuan-perempuan itu, seketika membuat histeris mereka semua. Garis bawahi, semua. Yang jika Susan tidak salah hitung ada 12 atau mungkin lebih.
"Pesona gue emang nggak bisa di tolak, Sus."
"Jangan panggil gue Sus!" Susan kesal tentu saja di panggil Sus, dia bukan suster yang di panggil 'Sus'. Cukup Sheva saja yang memanggilnya begitu, karena Susan sudah terlalu lelah mengatakan pada Sheva agar tidak memanggilnya seperti itu.
"San,"
"Hm?" Susan menoleh.
"Main yuk!" Ajak Verga semangat.
"Main apa?" Susan menahan tangan Verga yang menariknya ke arah lapangan. Membuat langkah keduanya berhenti.
"Basket, gue mau lihat kemampuan lo." Tanpa persetujuan Susan, Verga menarik tangan Susan ke tengah lapangan.
"Gue nggak bisa." Susan menatap sekeliling dengan risih, banyak yang melihat ke arah mereka.
"Bisa." Verga melepaskan tangan Susan saat mereka sampai di tengah lapangan. "Gue kasih lo 3 kali kesempatan, sedangkan gue cukup 1 kali kesempatan. Kalo lo berhasil masukan bola ke dalam ring dalam tiga kali percobaan itu, gue traktir lo. Tapi kalo gue yang menang lo harus traktir gue. Deal?"
Susan tampak hendak protes tapi Verga segera memotong ucapan cewek itu.
"Gue belikan lo kacang almond yang banyak."
"Setuju!" Untuk kacang apa sih yang tidak bisa.
Verga tersenyum lalu mengambil bola oranye yang berada di pinggir lapangan.
"Cukup lay-up, kalo lo bisa gue bakal traktir lo." Verga melempar bola berwarna oranye itu ke Susan, yang cepat di terima cewek itu.
Percobaan pertama tidak berhasil, Verga yang melihat itu hanya tersenyum. Kedua juga tidak berhasil.
Percobaan terakhir Susan benar-benar memfokuskan pandangnya pada ring.
Dan... Tidak masuk. Susan menjerit kesal.
"Udah, itu tanda lo bakal traktir gue." Verga mengambil bola oranye yang terlempar lumayan jauh dari lapangan. Sedikit mendriblenya sebelum melempar dengan begitu mulus masuk melewati lingkaran itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Versus
Roman pour Adolescents"Vergara Saketa Rigelo, anak paling nakal, tukang bolos, player, dan yang terpenting Raja PHO!" "Wow," Verga berdecak kagum. "Lo hapal semua kelakuan gue, ternyata diam-diam elo stalker semua yang gue lakuin." Versus ©2017 ...