38. Pupus

7.3K 539 8
                                    

Arga tersenyum. "Nggak menganggu, kan?"

Lona menggeleng. "Nggak sama sekali. Yang kemarin manggung, kan?"

Arga mengangguk, cowok itu terlihat santai dengan pakaian pantai dan rambut yang terlihat sedikit berantakan.

"Gue Arga." Cowok itu menjulurkan tangannya yang langsung di sambut oleh Lona.

"Nedilona, tapi panggil aja Lona." Lona tersenyum. "Oh, ini Verga."

Verga dengan wajah datar membalas uluran tangan Arga. "Verga."

Arga mengangguk beberapa kali, cowok itu melirik Susan. "Gue telfon kok nggak di angkat?"

"Eh?" Susan menoleh kaget, cewek itu merogoh ponsel yang ia masukan ke dalam saku celananya. Benar saja, ada beberapa panggilan dari Arga yang tidak terjawab. "Hape gue mode silent."

Arga tersenyum. "Nggak pa-pa. Katanya Sheva mau cari baju, udah dapat?"

Susan menggeleng pelan. "Nggak ada yang cocok."

Arga menarik tangan Susan. "Teman gue punya butik yang jual baju dan kain bali yang bagus, mau ke sana?"

Susan mengangguk kaku, masih kaget dengan apa yang di lakukan Arga. "B-boleh deh."

"Ikut, dong!" Lona bersuara. "Gue juga mau cari kain bali." Lona bergerak ke mengambil tas dan jaket yang ia tinggalkan di sebuah kursi. Tidak lupa membawa barang-barang milik Verga.

Arga merendahkan kepalanya hingga bibirnya sejajar dengan telinga Susan. "Jadi karena cowok ini lo bilang nggak mau cowok yang tukang janji doang?"

Susan menoleh kaget, tatapannya kaku. "M-maksud lo?"

Arga tersenyum. "Gue udah tanya Sheva dan kelihatan dari tatapan lo." Susan terdiam. "Nggak pa-pa, semua butuh waktu dan proses."

Susan melirik Verga yang terlihat membantu Lona memakai sepatu. Setelahnya kedua orang itu saling bergandengan tangan, membuat Susan membuang pandangannya ke arah lain.

"Mau balas?" Susan menoleh dengan kening berkerut. "Mau buat si Verga cemburu?"

"Cemburu? Lo mau nempel sama Lona gitu?" Susan berbisik pelan. Arga terkekeh, tidak menyangka Susan sepolos itu.

"Bukan Lona. Tapi elo." Susan menatap Arga bingung. "Biasanya cewek bilang cowok nggak peka, tapi sekarang lo yang nggak peka."

"Apaan sih, Kak? Gue nggak ngerti deh lo ngomong apa." Susan menatap Arga bingung.

"Lo ikuti aja apa yang gue lakukan, dan gue akan kasih tau lo sebuah rahasia." Arga menyelipkan jarinya di sela-sela jari Susan. "Apa pun yang gue lakukan, ikuti aja." Arga menegakan tubuhnya saat Verga dan Lona berdiri di samping mereka.

"Ayo!" Lona terlihat paling bersemangat.

Arga dan Susan berjalan di depan, sedemikian Verga dan Lona mengikuti dari belakang.

"Susan," Susan menoleh ke arah Lona yang kini berjalan di sampingnya. Tentu dengan Verga yang setia mengikuti. "Pacar lo?"

Susan menatap Arga, lalu Lona. Gadis pecinta kacang itu menggeleng pelan. "Enggak."

"Tapi kok dekat banget." Lona kembali menggoda Susan. "Lumayan, ganteng."

Susan menggeleng. "Cuma teman," kata Susan. "Memang kalo teman nggak boleh begini?" Susan mengangkat tangannya dan Arga yang saling tertaut.

"Nggak pa-pa sih, cuma kenapa di anggurin."

"Lo ngomong di depan orangnya." Arga memutar bola matanya. Lona tertawa begitu juga Susan.

"Gue dulu punya teman," Susan tampak menerawang. "Cuma sebatas teman, tapi dia bilang kalo dia sayang sama gue. Dan selalu jaga gue. Gue sih percaya aja. Cuma semakin ke sini, dia mulai berubah. Akhirnya gue tau, kalo ucapannya waktu itu semua cuma omong kosong. Tapi mau bagaimana lagi, bahagianya bukan sama gue. Ikhlas aja." Susan mengangkat bahu acuh.

"Siapa? Kedengaran nyebelin. Kalo gue tau siapa orangnya bakal gue hajar, masa cewek cantik kayak lo di lepas gitu aja." Lona terlihat kesal dan tidak terima.

Susan tertawa. "Karena orang yang dia pilih lebih cantik dari gue, lebih baik dan nggak kayak gue yang selalu pesimis dan menyusahkan. Cewek yang dia pilih mandiri, tidak mengeluh kayak gue. Gue cuma berharap dia nggak sakiti lagi cewek yang sekarang dengan dia."

Lona mengusap bahu Susan. "Yang sabar ya, pasti bakal kena karma dia."

Susan tertawa. "Jangan, kasian, biarin aja. Gue nggak mau dia kena karma, gue cukup dengan dia tau kalau sekarang gue udah bahagia. Walau sebagian hati gue masih nggak rela."

"Lo baik banget deh, Susan."

Susan tertawa. "Tapi kebaikan gue nggak bisa menghasilkan apa pun. Dia tetap lebih pilih cinta lamanya."

"Gue sumpahin cowok yang sia-siakan elo kena karma!" Ucap Lona menggebu-gebu. "Emang cowok itu siapa sih?"

Susan terdiam, terlihat berfikir. "Namanya Igel."

Dan Verga membeku.

***

Malam ini Arga kembali manggung, dan kali ini meminta lagi request dari bertapa pengunjung. Ada lagu galau, ada juga ceria.

"Lagu ini buat cewek yang duduk di meja nomor 8, yang pake baju biru, lagi makan es krim."

Susan menatap baju yang ia kenakan, melirik nomor pada mejanya, lalu apa yang ia makan. Gadis itu meringis, dia?

"Iya, elo." Seakan tau rasa bingung Susan, Arga menjawab dari atas panggung. Mengundang riuh para pengunjung kafe.

Resah hatiku jika melihatmu
Hidupmu layu semua tak berarti
Bolehkah ku tahu isi hatimu
Ceritakan semuanya padaku

Resah hatiku jika melihatmu
Tak ada senyum hiasi wajahmu
Bolehkah ku tahu isi hatimu
Ceritakan semuanya padaku

Pergi tinggalkanlah dia
Yang buatmu terluka
Datanglah padaku
Jadilah pacarku
Pergilah darinya
Kau tak pantas dengannya
Datanglah padaku
Dan jadilah pacarku

Resah hatiku jika melihatmu
Tak ada senyum hiasi wajahmu
Bolehkah ku tahu isi hatimu
Ceritakan semuanya padaku

Pergi tinggalkanlah dia
Yang buatmu terluka
Datanglah padaku
Jadilah pacarku
Pergilah darinya
Kau tak pantas dengannya
Datanglah padaku
Dan jadilah pacarku

Arga selesai menyanyikan lagu itu dengan riuh dan siulan dari para pengunjung kafe. Bahkan Sheva menyenggol bahu Susan, menggoda gadis itu.

Susan meringis, ini tidak baik. Bagaimana bisa Arga menyanyikan lagu seperti itu untuk Susan.

Arga turun dari panggung, di gantikan oleh seorang penyanyi perempuan. Cowok itu berjalan menuju meja nomor delapan yang di tempati oleh Susan, Sheva, Brian dan tentunya Rizky.

"Hm," Arga menopang dagu di atas meja, menatap Susan. "Lo lihat nggak ekspresi yang itu?"

Susan mengerutkan kening, Arga menggerakan dagunya ke meja yang di tempati oleh Verga dan Lona. Pandangan Susan dan Verga bertemu, tapi hanya sesaat karena Arga dengan sengaja menarik dagu Susan agar cewek itu menatapnya.

"Gue suka lihat ekspresi orang cemburu, dan gue perlu bilang ke elo," Arga tersenyum. "Gue bakal bantu lo memastikan sesuatu."

"Memastikan apa?"

"Anak siapa yang selalu di bawa sama Nedilona, dan Verga masih suka sama lo."

. . .

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang