49. Yang Sempat Tertunda

7.1K 537 8
                                    

Langit seperti ikut merasakan kekhawatiran dan rasa cemas Susan.

Duduk bersandar pada sandaran kursi di ruang tunggu, Susan mengusap wajahnya kasar. Rasanya ia sulit untuk bernafas, apalagi membayangkan bagaimana keadaan Bara tadi. Rasanya Susan ingin menangis.

"Dia kuat." Walau Brian mengatakan hal ini berkali-kali pun tetap saja Susan tidak dapat tenang. "Jangan di pikirkan terus." Walau terlihat tenang, Brian juga resah. Bagaimanapun dia berada di sana saat kejadian ini terjadi.

Awalnya Bara meminta Susan, Brian, Fajar dan Febrian untuk berkumpul di sebuah kafe. Katanya cowok itu ingin membicarakan tentang Lona, Bara ingin memperjuangkan Lona. Bahkan jika Lona menolak ataupun mendapat beribu pukulan dari Verga.

Bara rindu pada Lona, pada sang anak yang hanya bisa ia lihat  secara diam-diam, ungkap Bara saat Susan bertanya via sms para Bara sebelum pergi ke tempat janjian mereka.

Saat itu Susan hanya mengatakan agar Bara jangan menyerah.

Namun Tuhan mempunyai jalan cerita sendiri. Bara ditabrak oleh truk saat hendak menyeberang dari seberang jalan menuju kafe yang menjadi tempat janjian mereka. 

Kafe yang berada di pinggir jalan. Susan, Brian, Fajar dan Febrian yang telah sampai memilih berada di area outdoor. Semua terjadi di depan mata mereka. Tubuh Bara yang membentur keras truk yang melaju dengan kecepatan tinggi membuang tubuh itu terpental dan terguling beberapa kali hingga akhirnya berhenti.

Kepala Bara mengeluarkan darah, begitu juga dengan beberapa bagian badan Bara. Cowok itu masih sadar beberapa menit. Bara memuntahkan darah yang banyak sebelum akhirnya tidak sadarkan diri dan di bawa ke rumah sakit.

Susan kembali menangis, bahu cewek itu bergetar. Susan meremas bajunya yang terkena darah Bara.

Fajar tidak jauh berbeda, dia yang biasanya tidak dapat diam itu duduk depan pandangan kosong. Sedangkan Febrian yang selalu tampak datar kali ini terlihat begitu khawatir, tak bisa diam. Cowok itu berulang kali berjalan ke kanan dan kiri di depan pintu ruang operasi.

"San," Susan merasakan pelukan, dan itu membuat air mata Susan bertambah deras. "Udah." Sheva mengusap pungung Susan, menenangkan gadis itu.

"Orang tua Bara dalam perjalanan." Ucap Rizky. Cowok itu secara tidak sengaja berada di tempat kejadian. Mereka membawa Bara ke rumah sakit menggunakan mobil cowok itu.

Fajar berdiri, cowok yang sejak tadi duduk di lantai dengan pandangan kosong itu berjalan ke arah Verga. Dengan kasar menarik kerah baju Verga.

"Semua gara-gara elo," mata tajam itu menatap Verga. "Kalo aja lo izinkan Bara ketemu anaknya, semua nggak akan kayak gini, njing." Fajar semakin meremas kuat kerah baju Verga. "SEMUA GARA-GARA ELO!" Fajar melayangkan satu pukulan pada pipi Verga, membuat cowok itu terhuyung ke belakang.

Verga tersenyum sinis. "Gue cuma menjaga apa yang kalian rusak!"

Fajar tertawa, bagai orang yang telah kehilangan kewarasannya. "Lo lebih buruk dari kita, asal lo tau. Kami emang lakuin kesalahan, tapi kami niat tanggung jawab. Sedangkan elo apa? Lo hanya berlagak jadi tameng, padahal tanpa elo semua jadi lebih mudah. Bara nggak bakal kayak gini kalo nggak karena elo!"

Verga menarik kerah baju Fajar, ikut terpancing emosi. "Bajingan diam aja!"

Lona memegang bahu Verga, membuat cowok itu dan Fajar menatapnya. "Udah." Lona menangis. "Jangan ulang lagi."

Tangan Verga melemas, dengan sedikit kasar melepaskan tangannya dari kerah baju Fajar.

Lona memegang tangan Verga, menenangkan cowok yang dengan di landa emosi itu.

VersusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang